Kamis, 10 November 2016

Kasih Sayang Orang Tua kepada Anak

Aku sangat menyayangi orang tuaku, dialah yang telah mengorbankan hidupnya untukku. Dialah yang rela membanting tulang demi kebahagiaanku dan menuruti kemauanku. Dialah yang tak lelah memanjatkan doa-doa untuk keselamatan anaknya. Tidak pantas jika seorang anak membentak kedua orang tua, menuntut dicukupi kebutuhan nya sementara orang tua tak mampu. Senyuman serta rasa bangga atas anaknya itulah yang mereka cita-citakan. Terimakasih Ibu dan Bapak, karenamu aku memahami airmata. Dan karena engkau pula aku memahami cinta yang sebenarnya cinta. Tiada hal yang paling romantis, ketika Ibu dan Bapak bilang "Jaga diri kamu baik-baik disana, jangan lupa Ibadah" ♥
Dibalik kesuksesan seorang anak, orangtua adalah yang berperan didalamnya. Mereka tak hanya memberi materi, tapi juga doa. Jadi berhentilah mengeluh. Belajarlah tuk jalani hidupmu dgn apa yg kamu miliki.
Bapak, aku sadar di setiap laranganmu, engkau mencoba melindungiku dari hal-hal yang buruk. Maafkan aku bapak jika selalu membantah laranganmu.
Terima kasih bapak, untuk nasihat sederhana namun begitu bermakna dalam segalanya.
Kebaikan seorang ayah lebih tinggi daripada gunung dan kebaikan seorang ibu lebih dalam dari pada laut. 
Kata yang paling indah bagi umat manusia adalah ‘Ibu’ dan panggilan paling indah adalah ‘Ibuku’. Ini adalah kata penuh harapan dan cinta yang keluar dari kedalaman hati paling dalam.
Pandangan masyarakat tentang anak yang jauh dari orang tua tidak selalu positif, sebagian dari mereka menganggap jika anak yang jauh dari orang tua kurang kasih sayang, nakal, pergaulan bebas. Tetapi beda dengan aku, walaupun aku jauh dari orang tua dengan posisi orang tua merantau. Tetap saja orang tuaku selalu memantau dari jauh. Iyaaa, memang rasa kangen banget itu ada apalagi kalu jauh dari orang tua yang setahun sekali pulang. Menangis ????
Iya memang benar, setiap rasa rindu itu datang aku pasti menagis. Curhat iya pasti, tapi curhat hanya lewat telephone. Sejak kecil saat masih TK aku sudah biasa ditinggal orangtuaku ke perantauan, semua itu mereka lakukan demi masa depan anak-anaknya untuk membiayai sekolah anaknya. Sejak kecil aku dititipkan nenek, bahkan sampi sekarang kuliah pun masih jauh dengan orang tua. Masalah ekonomi iya memang kecukupan, Alahamduliah apa yang diinginkan anaknya selalu dituruti.
Tinggal bersama orang lain apalagi ini judulnya numpang (meskipun bapak memberikan uang bulanan rutin ke nenek) berarti harus ikut aturan main dari nenek dan anggota keluarga yang ada di dalam rumah tersebut. Dan tinggal bersama nenek itu artinya jangan sering kelayapan kecuali untuk urusan sekolah bahkan untuk ekstra kulikuler skalipun, karena menurut nenek esktra kulikuler itu bisa merusak nilai.
Tinggal bersama nenek artinya kita setuju bahwa tidak ada temen cowok yang boleh main ke rumah, bahkan itu aturan juga dari orangtuaku. Kalo mau nekat silahkan tapi harus siap mental aja bagi si tamu. Saya mengajak teman cowok main ke rumah saja tidak berani apalagi pacaran.
Pacaran ?, iya kata yang sangat asing bagiku. Bapakku dari kecil sudah mewanti-wanti kalo belum selesai pendidikan tidak boleh pacaran.
Lalu apakah masa SMA aku akan menjadi cerita anak SMA yang kelabu karena kebebasannya terkekang oleh peraturan-peraturan dari orang tua ? Ya ngga lah. Pesan bapak “boleh ndableg asal jangan kurang ajar” itu adalah sebuah win-win solution bagiku.
Pada saat SMA aku tetep ikut ekstra kulikuler, sering kok pulang agak sore bahkan nginep di sekolahan. Saya juga punya banyak temen cowok *tapi ngga pernah punya pacar*. Beberapa kali diantar temen cowok pulang ke rumah tapi cuma sampe di depan rumah biar ngga ketauan nenek. Sebenarnya bukan hanya takun pada nenek ataupun orang tua, tapi antisipasi dari omongan tetangga yang biasa ngerumpi yang terkadang menebar fitnah yang semestinya tidak menjadi kenyataan.
Aku sadar kok apa yang dilakukan orangtua dan nenek itu pasti untuk kebaikan kita juga. Mungkin orangtua dan nenek punya pertimbangan sendiri kenapa melakukan hal itu. Ada banyak hikmah yang saya petik dari cerita anak SMA ku. Pertamakalinya tinggal jauh dari orang tua itu artinya belajar mandiri, belajar toleransi dengan kebiasaan orang lain, belajar mengelola keuangan sendiri (pertama kalinya juga saya buka tabungan Bank yaitu saat SMA), Dan belajar lebih menghargai kebersamaan dengan keluarga, yang biasanya ketemu tiap hari jadi setahun sekali.
            Aku anak pertama, mempunyai satu adik perempuan sekarang duduk di kelas 3 SMP. Saya beryukur dilahirkan dikeluarga utuh dan penuh kasih sayang, walaupun banyak peraturan dan jauh dari orang tua. Apalagi sekarang satu keluarga berpisah semua beda daerah. Adikku masih tinggal sama nenek di Pati, sekarang aku kuliah di Semarang semester lima, dan orang tua di Sumatra. Bahkan untuk berkumpul dengan adik saja sangat jarang karena aku pulang sebulan sekali, semua itu yang membuat aku dan adikku tidak begitu akrab seperti bukan kaka adik. Apalagi perbedaan fisik kami yang sangat jauh berbeda, bahkan tidak sedikit orang yang mnganggap kalau aku tidak anak kandung dari orang tuaku karena perbedaan fisik. Dari beberapa anggapan itu sering muncul pertanyaan yang terlontal untuk ibukku. Tidak ada yang tersinggung dari pertanyaan itu, semua wajar-wajar saja. Dan ibukku dengan senang hati menceritakan pengalaman selama hamil sering sakit bahkan sampai sekarangpun masih sering sakit.
            Iya karena adikku dilihat dari fisik masih bisa lah dilihat mirip bapakku dan ibukku, tetapi beda dengan aku. Aku pun tidak tau, aku mirip dengan siapa. Huhuu menyedihkan sekali....




Tidak ada komentar:

Posting Komentar