MAKALAH
LANDASAN PENDIDIKAN
“Landasan Hukum Pendidikan”
DAFTAR ISI
2.1.1 Arti
Pendidikan
2.1.2
Tujuan Pendidikan
2.2.1 Landasan Pendidikan
2.2.2 Asas Pendidikan
2.3.1 Pengertian Landsan Hukum
2.3.2 Pengertian Pendidikan
2.3.4 Landasan Hukum di Indonesia………………
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Pendidikan
pada dasarnya adalah proses komunikasi yang di dalamnya mengandung transformasi
pengetahuan, nilai-nilai, dan keterampilan-keterampilan di dalam dan di luar
sekolah berlangsung sepanjang hayat dari generasi ke generasi. Pendidikan
sebagai suatu system tidak lain dari suatu totalitas fungsional yang terarah
pada suatu tujuan, sehingga setiap subsistem yang ada dalam system tersusun dan
tidak dapat dipisahkan dari rangkaian-rangkaian atau komponrn-komponrn yang
berhubungan secara dinamis dalam suatu kesatuan.
Pendidikan
meupakan usaha sadar yang sistematis selalu bertolak dari sejumlah landasan
serta mengindahkan sejumlah asas-asas tertentu. Landasan serta asas tersebut sangat
penting karena pendidikan merupakan pilar utama terhadap pengembangan manusia
dan masyarakat suatu bangsa. Landasan pendidikan tersebut akan memberikan
pijakan dan arah terhadap pembentukan manusia Indonesia, dan mendukung
perkembangan masyarakat, Bangsa, dan Negara. Sedangkan asas-asas pokok
pendidikan akan memberi corak pada hasil pendidikan akan member corak khusus
dalam penyelenggaraan pendidikan itu sendiri dan pada gilirannya member corak
pada hasil-hasil pendidikan itu yakni manusia dan masyarakat Indonesia.
Beberapa
landasan pendidikan yang menjadi pedoman adalah landasan hokum, filosofis,
sosiologis, dan cultural yang akan memegang peran penting dalam menentukan
tujuan pendidikan. Selanjutnya landasan ilmiah dan landasan teknologi akan
mendorong pendidikan untuk menjemput masa depaan. Landasan hokum pendidikan
pada dasarnya akan memberikan arah yang tepat pada rposes pelaksanaannya serta
mengarahkan pendidikan sesuai tujuab pendidikan nasional.
Adapun
vfungsi dari pendidikan nasional adalah mengembangkan kemampuan dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, yang bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang
demokratis serta bertanggung jawab.
1.2
Rumusan
Masalah
1.
Apa arti dan tujuan
pendidikan ?
2.
Apa saja landasan dan
asas pendidikan ?
3.
Bagaimana landasan
hukum pendidikan ?
1.3
Tujuan
Masalah
1.
Dapat mengetahui arti
dan tujuan pendidikan.
2.
Mengetahui macam-macam
landasan dan asas pendidikan.
3.
Mengetahui landasan
hokum pendidikan di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Arti dan Tujuan
Pendidikan
2.1.1
Arti
Pendidikan
Menurut
Sudjana (1996: 31) seperti yang tersirat dalam ‘human capital theory” mengemukakan bahwa manusia merupakansumber
daya utama, berperan sebagai subyek baik dalam upaya meningkatan taraf hidup
dirinya maupun dalam melestarikan dan memanfaatkan lingkungannya.
Menurut
Lutan (1994) mengemukakan bahwa “pendidikan pada hakekatnya tetap sebagai
proses membangkitkankekuatan dan harga diri rasa ketidakmampuan,
ketidakberdayaan, keserbakekuarangan.
Sementara
George F. Knlled Ledi dalam bukunya yang berjudul of Education (1967: 63),
pendidikan dapat dipandang dalam arti teknis, atau dalam arti basil dan arti
proses. Dalam arti luas pendidikan menunjuk pada suatu tindakan ataupengalaman
yang mempunyai pengaruh yang berhubungan denganpertumbuhan atau perkembangan jiwa,
watak, atau kemampuan fisik individu.
Menurut
UU NO. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan adalah
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengenalian dirinya, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat bangsa dan negara.
Kamus
Besar Bahasa Indonesia, pendidikan diartikan sebagai proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau
kelompok orang dalam usaha mendewasakan
manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan;
proses, cara, perbuatan mendidik. Pendidikan merupakan proses perubahan sikap dan tingkah laku seseorang
atau kelompok orang dalam usaha untuk
mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan (Poerwodarminta, 1985: 702).
Melalui
pendidikan yang demikian, akan tumbuh sebuah
kehidupan bermasyarakat dan berbangsa yang menjunjung tinggi moralitas
kebaikan dan kejujuran dalam kehidupannya (Mulkhan, 2002: 347).
a. Pendidikan
sebagai Proses Transformasi Budaya
Pendidikan
merupakan alat yang digunakan manusia untuk kelanjutan hidupnya (survival) baik
dalam pengertian sebagai upaya
masyarakat untuk mewariskan nilai-nilai budaya dari satu generasi ke
generasi berikutnya, ataupun dalam pengembangan potensi-potensi yang ada pada
setiap individu agar dapat dipergunakan oleh dirinya sendiri dan seterusnya
oleh masyarakat dalam menghadapi kendala lingkungan. Dalam hal ini tujuan
pelaksanaan pendidikan harus berpangkal pada tujuan hidup manusia (Langgulung,
1992: 305). Sebagai proses transformasi budaya, pendidikan diartikan
sebagai kegiatan pewarisan budaya dari
satu generasi ke generasi yang lain dan
nilai-nilai budaya tersebut mengalami proses transformasi dari generasi
tua ke generasi muda.
b. Pendidikan
sebagai Proses Pembentukan Pribadi
Sebagai
proses pembentukan pribadi, pendidikan diartikan sebagai suatu kegiatan yang sistematis dan terarah kepada
terbentuknya kepribadian peserta didik.
Proses pembentukan pribadi melalui dua sasaran yaitu pembentukan pribadi bagi
mereka yang belum dewasa oleh mereka yang sudah dewasa dan bagi mereka yang
sudah dewasa atas usaha sendiri. Karena pendidikan adalah usaha sadar untuk mengembangkan
kemampuan dan kepribadian. Pendidikan dilihat sebagai suatu sistem adalah
merupakan tempat berbagai masukan atau
input
ditransformasikan menjadi output (Hasan, 2005: 95-96).
c. Pendidikan
sebagai Proses Penyiapan Warga negara
Pendidikan
sebagai penyiapan warga negara diartikan sebagai suatu kegiatan yang terencana untuk membekali
peserta didik agar menjadi warga negara yang baik.
d. Pendidikan
sebagai Penyiapan Tenaga Kerja
Pendidikan
sebagai penyiapan tenaga kerja diartikan sebagai kegiatan membimbing peserta didik sehingga
memiliki bekal dasar untuk bekerja.
Pembekalan dasar berupa pembentukan sikap,
pengetahuan, dan keterampilan kerja pada calon luaran. Ini menjadi misi
penting dari pendidikan karena bekerja menjadi kebutuhan pokok dalam kehidupan manusia.
Dapat
disimpilkan bahwa arti pendidikan adalah proses sepanjang hayat dan mewujudkan
pembentukan diri secara utuh dalam pengembangan segenap potensi dalam rangka
pemenuhan semua komitmen manusia sebagai individu, makhluk sosial, dan sebagai
makhluk Tuhan.
2.1.2
Tujuan
Pendidikan
Menurut
UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003 bab II pasal 3 Pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab
Tujuan
pendidikan di Indonesia bias djelaskan bahwa kebijaksanaan pembangunan sector
pendidikan ditujukan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia, yaitu
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan, berbudi pekerti luhur,
berkepribadian, mandiri, maju, tangguh, cerdas, kreatif, terampil, berdisiplin,
beretos kerja, pofesional, bertanggungjawab, produkti, dan sehat jasmani rohani
Tujuan
pendidikan dan pengajaran dapat dibedakan mulai dari tujuan umum, tujuan
institusional, tujuan kurikuler, tujuan instruksional. Berikut penjelasannya:
1. Tujuan
umum pendidikan nasional yaitu manusia pancasila.
2. Tujuan
institusional yaitu tujuan yang menjadi tugas lembaga pendidikan tertentu untuk
mencapainya. Apabila institusi dapat mencapai tujuannya, maka sasaran akhir
tujuan nasional tercapai yaitu terwujudnya manusia pancasilais yang memiliki
bekal khusus sesuai dengan misi khusus dimana seseorang mengggembleng diri.
3. Tujuan
kurikuler, yaitu tujuan yang ingin dicapai sesuai bidang studi atau tujuan dari
mata pelajaran itu sendiri.
4. Tujuan
instruksional, yaitu tujuan pokok dari bahasan atau sub-sub pokok bahasan dari
bidang studi mata pelajaran tersebut.
Tujuan pendidikan di
Indonesia seperti telah diuraikan di atas adalah untuk membentuk manusia
seutuhnya, dalam arti berkembangnya potensi-potensi individu secara harmonis,
berimbang, dan terintegrasi. Bila ini dilaksanakan dengan baik tentu harapan
mengenai tujuan pendidikan akan tercapai.
2.2 Landasan Dan Asas
Pendidikan
2.2.1
Landasan
Pendidikan
Dalam
pelaksanaannya pendidikan sebagai suatu langkah dalam mencapai tujuanna tidak
dapat lepas dari sejumlah landasan serta asas yang ada. Landasan dan asas
pendidikan tersebut akan memberikan pijakan dan arah terhadap pembentukan
manusia Indonesia. Sedangkan asas pokok pendidikan akan memberikan corak khusus
dalam penyelenggaraan pendidikan. Beberapa macam landasan pendidikan yang perlu
diperhatikan yaitu:
1. Landasan
hukum.
Landasan
hukum menjadi dasar
penyelenggaraan pendidikan yang terarah sesuai dengan tujuan yang diharapkan
serta menjadi panduan sehingga tidak menyimpng dari Undang-Undang.
2. Landasan
filosofis.
Landasan
filosofis merupakan landasan yang berdasarkan pada filsafat yang berarti
hikmah, arif, dan bijaksana. Pendidikan dan filsafat memiliki kaitan erat
karena filsafat mencoba merumuskan citra tentang manusia dan masyarakat,
sedangkan pendidikan berusaha mewujudkan citra tersebut.
3. Landasan
sosiologis.
Sosiologi
pendidikan merupakan analisis ilmiah tentang proses social dan pola-pola
interaksi di dalam system pendidikan.
4. Pendidikan
cultural.
Pendidikan
dan kebudayaan memiliki hubungan timbale balik, sebab kebudayaan dapat
ikembangkan/dilestarikan dengan jalan mewariskan kebudayaan dari generasi ke
generasi dengan jalan pendidikan, baik secara formal maupun informal.
Kebudayaan merupakan hasil cipta dan karya manusia berupa norma, nilai,
kepercayaan, tingkah laku, dan teknologi yang dipelajari dan dimiliki oleh
semua anggota masyarakat tertentu. Dengan demikian maka pendidikan yang harus
sejalan serta sesuai dengan kultur kebudayaan yang ada.
5. Landasan
psikologis.
Pendidikan
selalu melibatkan aspek kejiwaan manusia. Pada umumnya landasan psikologis
dalam kaitannya dengan pendidikan, yakni strategi disposisional, strategi
behavioral, strategi humanistic. Strategi disposisional memberikan tekanan pada
faktor perkembangan manusia, sedangkan strategi behavioral dan humanistic
menekankan pada peranan faktor belajar.
6. Landasan
ilmiah dan teknologis.
Pendidikan
serta IPTEK memiliki kaitan yang sangat erat, dimana IPTEK menjadi bagian utama
dalam isi pengajaran, bahwa pendidikan berperan sangat penting dalam pewarisan
dan pengembangan IPTEK.
2.2.2
Asas-Asas
Pendidikan
Asas-asas
pendidikan yang dapat dijadikan dasar berpikir dalam pelaksanaan pendidikan
diantaranya adalah:
1.
Asas Tut Wuri Handayani,
asas yang menjadi tuntutan dalam pendidikan di Indonesia yang memiliki arti
bahwa seseorang harus menjadi contoh, membangkitkan kehendak, hasrat, dan
motivasi serta mengikuti dengan awas (Ing Ngarsa Sung Tulodo, Ing Madya Mangun
Karsa, Tut Wuri Handayani).
2.
Asas belajar sepanjang
hayat. Pendidikan merupakan proses belajar yang berlaku mulai dari lahir hingga
berakhirnya usia, dalam arti pendidikan tidak mengenal usia.
3.
Asas kemandirian dalam
belajar. Pendidikan dapat membentuk jiwa mandiri sehingga dapat hidup di dalam
kondisi apapun, pendidikan menjadikan manusia belajar akan hidup mandiri.
2.3 Landasan Hukum
Negara Republik
Indonesia mempunyai peraturan perundang-undangan yang bertingkat, mulai dari
Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Ketetapan sampai
dengan surat keputusan. Kegiatan pendidikan di Indonesia juga memiliki
peraturan sebagai dasar dalam pelaksanaanya.
2.3.1
Pengertian
Landasan Hukum
Landasan
hukum dapat diartikan peraturan baku sebagai tempat berpijak/titik tolak dalam
melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu, dalam hal ini kegiatan pendidikan.
2.3.2
Pengertian
Pendidikan
Pendidikan
pada dasarnya tidak tercantum dalam UUD 1945 tetapi tercantum dalam beberapa UU
No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yaitu “pendidikan adalah
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian dirinya, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat bangasa dan Negara.
2.3.3
Implikasi
Konsep Pendidikan
Sebagai
implikasi dari landasan hukum pendidikan, maka pengembangan konsep pendidikan
di Indonesia adalah sebagai berikut:
1.
Ada perbedaan yang jelas antara
pendidikan akademik dan pendidikan profesional. Pendidikan Akademik
: Menyiapkan para ahli agar mampu mengembangkan ilmu, teknik atau seni di
bidang masing-masing melalui aktualisasi diri secara utuh. Pendidikan
Profesional : Menyiapkan anak didik agar ahli dalam menerapkan teori
tertentu, jumlah mereka dibatasi sesuai kebutuhan, lulusan wajib bekerja di
tempat tertentu.
2.
Pendidikan profesional tidak cukup
hanya menyiapkan ahli dalam menerapkan statu teori, tetapi juga mempelajari
cara membina tenaga pembantu dan mengusahakan alat-alat bekerja.
3.
Sebagai konsekuensi dari beragamnya
kemampuan dan minat siswa serta dibutuhkannya tenaga verja menengah yang banyak
maka perlu diciptakan berbagai ragam sekolah kejuruan.
4.
Untuk merealisasikan terwujudnya
manusia Indonesia seutuhnya maka perlu perhatian yang sama terhadap
pengembangan afeksi, kognisi dan psikomotor pada semua tingkat
pendidikan. Dengan cara :
a. Tidak menganak-tirikan pendidikan humaniora.
b. Setiap
bidang studi apapun dimasukan aspek afektif.
c. Penguasaan
aspek kognitif, afektif dan psikomotorik peserta didik harus diberi skor
5.
Pendidikan humaniora perlu lebih
menekankan pada pelaksanaan dalam kehidupan seharí-hari agar pembudayaan
nilai-nilai Pancasila akan lebih mudah dicapai.
6.
Melaksanakan kurikulum muatan lokal :
a. Norma daerah
b. Alat Peraga,
alat belajar, media pendidikan daerah.
c. Contoh
pelajaran setempat
d. Teori-teori
cocok dengan daerah tempatan
e. Partisipasi
anak daerah pada usaha-usaha daerah.
f. Pengembangan
keterampilan disesuaikan dengan kebutuhan tenaga kerja daerah.
g.
Siswa diikutsertakan memecahkan
masalah masyarakat setempat.Bidang studi cocok dengan kebutuhan daerah itu.
7.
Perlu diselenggarakan suatu kegiatan
badan kerjasama antara sekolah masyarakat dan orang tua untuk menampung aspirasi,
mengawasi pelaksanaan pendidikan, untuk kemajuan di bidang pendidikan.
2.3.4 Landasan-Landasan Hukum Di
Indonesia
1.
Pembukaan
UUD 1945 alinea 4
Dalam pembukaan UUD 1945, yang menyangkut pendidikan
adalah alinea keempat, yang berbunyi : “Mencerdaskan kehidupan bangsa,...”
Dengan demikian menjadi jelas bahwa mendidik adalah mencerdaskan kehidupan
bangsa. Bangsa yang cerdas adalah bangsa yang dapat menggunakan akal budinya(mutiple-intelegence) di dalam menghadapi kehidupannya berdasarkan
pertimbangan moral. Hal ini memiliki makna luas. Kecerdasan tidak terbatas pada
kecerdasan intelektual saja, melainkan kecerdasan afektif. Maka pendidikan
wajib mengembangkan multi-intelegensi.
2.
Undang-Undang
Dasar 1945
Pasal-pasal
yang berkaitan dengan pendidikan dalam Undang-Undang Dasar 1945 yaitu pasal 31
mengatur tentang pendidikan kewajiban pemerintah membiayai wajib belajar 9
tahun di SD dan SMP, anggaran pendidikan minimal 20% dari APBN dan PBD, dan
system pendidikan nasional. Sedangkan pasal 32 mengatur tentang kebudayaan.
Pasal
31 berisi:
a.
Setiap warga negara
berhak mendapat pendidikan.
Penjelasan Pasal 31 Ayat 1 menjelaskan
bahwa warga negara di Indonesia mempunyai hak untuk mendapat pendidikan, yaitu
diberikan hak untuk mengenyam pendidikan dari tingkat dasar sampai tingkat
tinggi, karena hal ini sesuai dengan tujuan negara Indonesia yaitu untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa, salah satunya dengan diberi pendidikan.
b.
Setiap warga negara
wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.
c.
Pemerintah
menguasahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang
meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur oleh undang-undang.
d.
Negara memprioritaskan
anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran
pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan
pendidikan nasional.
e.
Pemerintah memajukan
ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menunjang tinggi nilai-nilai agama dan
persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.
Pasal 32:
a.
Negara memajukan
kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin
kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya.
b.
Negara menghormati dan
memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional.
3.
Keputusan
Presiden
Ketentuan Undang-Undang Republik Indonesia tersebut
dijabarkan dalam Keputusan Presiden, antara lain :
a.
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2003, Tanggal 21 Januari
2003, Tentang Tunjangan tenaga Kependidikan.
b.
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 034/U/2003, Tanggal 26 Maret
2003, tentang Guru Bantu.
4.
Peraturan
Pemerintah
b. 13 Tahun 2015:
Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan, Perubahan pertama PP No. 32 Tahun 2013.
c. 32 Tahun 2013:
Perubahan Pertama Atas Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan.
d. 66 Tahun 2010:
Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010
Tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan.
e. 17 Tahun 2010:
Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan beserta penjelasannya, diubah oleh PP 66 Tahun 2010.
5.
Keputusan
Menteri
a. Kepmendikbud 235/P/2018:
Perpanjangan Masa Bakti Keanggotaan Badan Standar Nasional Pendidikan Periode
Tahun 2014-2018 sampai dengan 31 Mei 2019.
b. Kepmendikbud 220/P/2014:
Pengangkatan Anggota Badan Standar Nasional Pendidikan Periode Tahun 2014-2018.
6.
Peraturan
Menteri
c.
Permendikbud 4 Tahun 2018:
Penilaian Hasil Belajar oleh Satuan Pendidikan dan Penilaian Hasil Belajar oleh
Pemerintah.
f.
Permendikbud 17 Tahun 2017:
Penerimaan Peserta Didik Baru pada Taman Kanak-kanak, Sekolah Dasar, Sekolah
Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, Sekolah Menengah Kejuruan, atau bentuk
lain yang sederajat.
g.
Permendikbud 14 Tahun 2017:
Ijazah dan Sertifikat Hasil Ujian Nasional.
Perkabalitbang 018/H/EP/2017: Bentuk, Spesifikasi, Pencetakan/Penggandaan, Pendistribusian, dan Pengisian Blangko Ijazah pada Satuan Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah Tahun Pelajaran 2016/2017.
Perkabalitbang 018/H/EP/2017: Bentuk, Spesifikasi, Pencetakan/Penggandaan, Pendistribusian, dan Pengisian Blangko Ijazah pada Satuan Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah Tahun Pelajaran 2016/2017.
h.
Permendikbud 3 Tahun 2017:
Penilaian Hasil Belajar oleh Pemerintah dan Penilaian Hasil Belajar oleh Satuan
Pendidikan.
j.
Permendikbud 26 Tahun 2016:
Standar Sarana dan Prasarana Lembaga Kursus dan Pelatihan Bahasa, Fotografi,
Merangkai Bunga Kering dan Bunga Buatan, Pijat Pengobatan Refleksi, dan Teknisi
Akuntansi.
k.
Permendikbud 24 Tahun 2016:
Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Pelajaran pada Kurikulum 2013 pada
Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah.
s.
Permendikbud 57 Tahun 2015:
Penilaian Hasil Belajar oleh Pemerintah Melalui Ujian Nasional, dan Penilaian
Hasil Belajar oleh Satuan Pendidikan Melalui Ujian Sekolah/Madrasah/Pendidikan
Kesetaraan pada SMP/MTs atau yang Sederajat dan SMA/MA/SMK atau yang Sederajat.
t.
Permendikbud 53 Tahun 2015:
mencabut Permendikbud No. 104 Tahun 2014 tentang
penilaian hasil belajar oleh pendidik pada pendidikan dasar dan pendidikan
menengah.
w.
Permendikbud 11 Tahun 2015:
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, lengkap dengan
lampirannya.
x.
Permendikbud 1 Tahun 2015:
Buku teks pelajaran dan buku panduan guru Kurikulum 2013 Kelompok Peminatan
Pendidikan Menengah yang memenuhi syarat kelayakan untuk digunakan dalam
pembelajaran.
cc.
Permendikbud 119 Tahun 2014:
Penyelenggaraan Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) pada jenjang pendidikan dasar dan pendidikan
menengah.
dd.
Permendikbud 104 Tahun 2014:
Penilaian hasil belajar oleh pendidik pada jenjang pendidikan dasar dan
pendidikan menengah.
ff.
Permendikbud 65 Tahun 2014:
Buku teks pelajaran dan Buku Panduan Guru Kurikulum 2013 Kelompok Peminatan
Pendidikan Menengah yang memenuhi syarat kelayakan untuk digunakan dalam
pembelajaran.
hh.
Permendikbud 33 Tahun 2014:
Perubahan atas Permendikbud No. 16 Tahun 2013
tentang perubahan atas Permendikbud No. 37 Tahun 2012
tentang Perubahan atas Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Penjaminan Mutu
Pendidikan (LPMP).
kk.
Permendikbud 71 Tahun 2013:
Buku teks pelajaran dan Buku Panduan untuk Pendidikan dasar dan Menengah.
ll.
Permendikbud 70 Tahun 2013:
Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah Menengah Kejuruan/Madrasah Aliyah
Kejuruan.
mm.
Permendikbud 69 Tahun 2013:
Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah.
nn.
Permendikbud 68 Tahun 2013:
Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah Menengah Pertama/Madrasah
Tsanawiyah.
oo.
Permendikbud 67 Tahun 2013:
Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah.
rr.
Permendikbud 64 Tahun 2013:
Standar Isi Pendidikan Dasar dan Menengah. Permendikbud ini mencabut Permendiknas 22 Tahun 2006
tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
tt.
Permendikbud 16 Tahun 2013:
Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP), perubahan
pertama atas Permendikbud No. 37 Tahun 2012
tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP).
uu.
Permendikbud 37 Tahun 2012:
Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP).
zz.
Permendiknas 44 Tahun 2009:
Standar Pengelola pendidikan pada Program Paket A, Paket B, dan Paket C.
aaa.
Permendiknas 43 Tahun 2009:
Standar Tenaga administrasi pendidikan pada program Paket A, Paket B, dan Paket
C.
eee.
Permendiknas 70 Tahun 2008:
Uji Kompetensi bagi Peserta Didik Kursus dan Pelatihan dari Satuan Pendidikan
Nonformal atau Warga Masyarakat yang Belajar Mandiri.
fff.
Permendiknas 66 Tahun 2008:
Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Sumatera
Barat, Jawa Tengah, dan Sulawesi Selatan.
ggg.
Permendiknas 40 Tahun 2008:
Standar Sarana dan Prasarana untuk Sekolah Menengah Kejuruan/Madrasah Aliyah
Kejuruan (SMK/MAK).
ooo.
Permendiknas 14 Tahun 2007:
Standar Isi untuk Program Paket A, Program Paket B dan Program Paket C.
rrr.
Permendiknas 22 Tahun 2006:
Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Dicabut oleh Permendikbud 64 Tahun 2013:
Standar Isi Pendidikan Dasar dan Menengah.
7.
Undang-Undang
No.20 Tahun 2003, Tentang Sistem Pendidikan Nasional
Undang-undang ini selain memuat pembaharuan
visi dan misi pendidikan nasional, juga terdiri dari 77 Pasal yang mengatur
tentang ketentuan umum(istilah-istilah terkait dalam dunia pendidikan), dasar,
fungsi dan tujuan pendidikan nasional, prinsip penyelenggaraan pendidikan, hak
dan kewajiban warga negara, orang tua dan masyarakat, peserta didik, jalur
jenjang dan jenis pendidikan, bahasa pengantar, stándar nasional pendidikan,
kurikulum, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana pendidikan,
pendanaan pendidikan, pengelolaan pendidikan, peran serta masyarakat dalam
pendidikan, evaluasi akreditasi dan sertifikasi, pendirian satuan pendidikan,
penyelenggaraan pendidikan oleh lembaga negara lain, pengawasan, ketentuan
pidana, ketentuan peralihan dan ketentuan penutup.
8. Undang-Undang
NO. 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen.
Undang-Undang
ini memuat 84 pasal yang mengatur tentang ketentuan umum, kedudukan fungsi dan
tujuan, prinsip profesionalitas, seluruh peraturan tentang guru dan dosen dari
kualifikasi akademik, hak dan kewajiban sampai organisasi profesi dan kode
etik, sanksi bagi guru dan dosen yang tidak menjalankan sebagaimana mestinya,
ketentun peralihan dan ketentuan hidup.
Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen menegaskan bahwa guru dan dosen
wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat
jasmani dan rohani, dan memenuhi kualifikasi lain yang dipersyaratkan satuan
pendidikan tinggi tempat bertugas, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan
tujuan pendidikan nasional.
Undang-Undang ini dianggap bisa menjadi payung hukum untuk guru dan
dosen tanpa adanya perlakuan yang berbeda antara guru negeri dan swasta. Undang-Undang Guru dan Dosen secara gamblang dan jelas mengatur secara
detail aspek-aspek yang selama ini belum diatur secara rinci. Semisal,
kedudukan, fungsi dan tujuan dari guru, hak dan kewajiban guru, kompetensi dll.
Namun sayang, masih ada sejumlah kelemahan dan kekurangan yang ada pada Undang-Undang Guru dan Dosen, dan masih menjadi permasalahan serta
perdebatan yang tak kunjung usai. Dimulai dari bunyi pasal yang tidak jelas,
sampai pada beberapa peningkatan mutu dan kesejahteraan pendidikan yang
dituangkan dalam Undang-Undang tersebut. Masih banyak kalangan pesimis yang berpendapat
bahwa pemerintah tidak akan rela merogoh uangnya untuk menukarnya dengan mutu
pendidikan, apalagi mensejahterakan guru yang sudah akrab dengan penderitaan
itu. Selain itu proses pelaksanaannya pun masih belum optimal, sasaran yang
dapat dicapai hanya beberapa hal dari seluruh pernyataan yang tertuang dalam Undang-Undang tersebut.
9.
Undang-Undang
No.19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan.
Undang-undang ini memuat 97 Pasal
yang mengatur tentang Ketentuan Umum, Lingkup, Fungsi dan Tujuan, Standar Isi,
Standar Proses, Standar Kompetensi Lulusan, Standar Pendidikan dan Tenaga
Pendidikan, Standar Sarana dan Prasarana, Standar Pengelolaan, Standar
Pembiayaan, Standar Penilaian Pendidikan, Badan Standar Nasional Pendidikan,
Evaluasi, Akreditasi, Sertifikasi, Penjamin Mutu, Ketentuan Peralihan, Ketentuan
Penutup.
Menurut Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: “Standar nasional pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia”.
Menurut Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: “Standar nasional pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia”.
10.
Undang-Undang
tentang otonomi daerah.
a.
Ketetapan MPR RI Nomor
XV/MPR/1998. Peraturan perundang-undangan otonomi daerah di
Indonesia yang pertama ialah Tap MPRI RI No. XV/MPR/1998. Menurut Tap MPRI RI
No. XV/MPR/1998 yang mengatur ketetapan ini mengatur tentang penyelenggaraan
otonomi daerah, pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan Sumber Daya Nasional
yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah dalam kerangka
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sedikit banyak ketetapan MPR RI ini berisi
tentang asas-asas otonomi daerah, terutama mengenai contoh penerapan asas desentralisasi dalam
penyelenggaraan kedaulatan rakyat di Indonesia. Ketetapan MPRI RI yang dikeluarkan
pada era demokrasi reformasi ini menunjukkan semangat
pemerataan dan perimbangan dalam hal pengelolaan sumber daya nasional dengan
berkeadilan. Dengan begitu, tidak akan terjadi ketimpangan pembangunan di
antara satu daerah dengan daerah lainnya yang disebabkan oleh kekuasaan
pemerintah pusat selaku pemegang kekuasaan sentralisasi. Ketetapan ini juga
mengamanatkan agar penyelenggaraan otonomi daerah di seluruh wilayah Indonesia
memiliki tujuan yaitu untuk mencapai kemakmuran masyarakat daerah dan bangsa
secara keseluruhan.
b.
Ketetapan MPR RI Nomor IV/MPR/2000. Peraturan
perundang-undangan otonomi daerah di Indonesia yang selanjutnya ialah Tap MPR
RI No. IV/MPR/2000 yang membahas mengenai materi rekomendasi kebijakan dalam
penyelenggaraan otonomi daerah. Ketetapan MPR RI ini dikeluarkan
dua tahun setelah Tap MPR RI No. XV/MPR/1998. Pada tahun tersebut, terjadi
pertimbangan untuk mengeluarkan Tap MPR RI yang menjabarkan secara lebih lanjut
Tap MPR RI mengenai otonomi daerah yang sebelumnya. Ketetapan ini sendiri
dikeluarkan dengan pertimbangan bahwa penyelenggaraan otonomi daerah selama
tahun-tahun sebelumnya belum dilaksanakan seperti yang diharapkan sehingga
banyak terjadi kegagalan. Berdasarkan kegagalan dalam penyelenggaraan otonomi
daerah yang banyak terjadi itulah MPR RI mengeluarkan naskah rekomendasi
kebijakan dalam penyelenggaraan otonomi daerah. Naskah tersebut berisi rumusan
permasalahan penyelenggaraan otonomi daerah beserta dengan rekomendasi
kebijakan yang merupakan solusi atas permasalah dalam penyelenggaraan otonomi
daerah tersebut.
c.
UU No. 32 Tahun 2004. Peraturan
perundang-undangan otonomi daerah yang selanjutnya yaitu UU No. 32 tahun 2004
yang mengatur tentang Pemerintahan Daerah. Undang-Undang ini merupakan UU
pertama yang dikeluarkan berkenaan dengan otonomi daerah setelah dikeluarkannya
Tap MPR RI No. XV/MPR/1998. UU ini secara lengkap membahas mengenai
pemerintahan daerah yang merupakan ujung tombak penyelenggaraan otonomi daerah
di Indonesia. Pemberlakuan dari UU ini mempertimbangkan bahwa efisiensi dan
efektivitas dari penyelenggaraan pemerintahan daerah perlu ditingkatkan dengan
lebih memperhatikan aspek hubungan struktural dan fungsional pemerintah pusat dan
daerah, dan juga aspek potensi serta keanekaragaman daerah. UU ini
juga merupakan amanat dari pasal-pasal dalam UUD 1945 yang membahas mengenai
pemerintahan daerah. Setiap upaya penyelenggaraan otonomi daerah di Indonesia
haruslah berpegangan pada UU ini agar tujuan pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dapat
tercapai dengan baik dan benar sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
d. UU No. 33 Tahun 2004. Peraturan
perundang-undangan otonomi daerah di Indonesia yang selanjutnya yaitu UU No. 33
Tahun 2004 yang membahas mengenai materi perimbangan keuangan antara
pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Dapat kita katakan bahwa UU ini
merupakan penjabaran lebih lanjut dari Tap MPR RI No. XV/MPR/1998 yang secara
khusus membahas perihal perimbangan keuangan pusat dan daerah. UU ini merupakan bentuk
penyesuaian dari pelaksanaan perimbangan keuangan yang mengikuti perkembangan
zaman serta dinamika yang terjadi di masyarakat Indonesia. UU ini memuat
prinsip kebijakan perimbangan keuangan yang menyeluruh dalam rangka pendanaan
dari penyelenggaraan ketiga asas otonomi daerah, yaitu desentralisasi,
dekonsentrasi, dan tugas pembantuan.
UU No. 23 Tahun 2014. Peraturan
perundang-undangan otonomi daerah di Indonesia yang terakhir kita bahas yaitu
UU No. 23 tahun 2014. UU ini merupakan revisi atau perubahan dari beberapa
pasal dalam UU No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah. Di dalam UU ini,
terdapat pengaturan mengenai pembagian wilayah negara, kekuasaan pemerintahan,
urusan pemerintahan (baik yang berupa klasifikasi urusan pemerintahan, urusan pemerintahan
absolut, dan urusan pemerintahan konkuren serta urusan pemerintahan umum). UU
ini juga membahas mengenai adanya Forkopimda, yaitu forum koordinasi pemimpin
daerah yang bermanfaat untuk menunjang kelancara pelaksanaan urusan
pemerintahan umum. Selain itu, UU ini juga membahas kekhususan wewenang daerah
provinsi di laut dan daerah provinsi yang berciri kepulauan. Penyampaian di
atas merupakan penjelasan paling lengkap mengenai materi peraturan
perundang-undangan otonomi daerah di Indonesia yang dapat penulis sampaikan
kepada pembaca dalam kesempatan yang indah kali ini. Semoga dengan membaca
artikel ini pembaca dapat memahami apa saja yang menjadi peraturan
perundang-undangan otonomi daerah di indonesia, baik yang berupa ketetapan MPR
RI maupun yang berupa Undang-Undang. Dari penyampaian di atas pula kita dapat
mengetahui bahwa keberadaan peraturan perundang-undangan ini merupakan suatu
hal yang menjadi kebutuhan negara ini dalam penyelenggaraan kedaulatan rakyat.
11.
Peraturan
Menteri No. 22 tahun 2006 tentang Standar Isi Untuk Satuan
Pendidikan Dasar dan Menengah.
STANDAR ISI UNTUK SATUAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL,
Menimbang
: bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal 8 ayat (3), Pasal 10
ayat (3), Pasal 11 ayat (4), Pasal 12 ayat (2), dan Pasal 18 ayat (3)
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional tentang
Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah;
Mengingat:a. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301);
b. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 41,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4496);
c.
Peraturan
Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan
Organisasi, dan Tatakerja Kementrian Negara Republik Indonesia sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2005;
d. Keputusan Presiden Nomor 187/M
Tahun 2004 mengenai Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 20/P
Tahun 2005;
Memperhatikan : Surat Ketua Badan Standar Nasional
Pendidikan Nomor 0141/BSNP/III/2006 tanggal 13 Maret 2006 dan Nomor
0212/BSNP/V/2006 tanggal 2 Mei;
MEMUTUSKAN: PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL
TENTANG STANDAR ISI UNTUK SATUAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH.
Pasal 1:
a. Standar Isi untuk satuan Pendidikan
Dasar dan Menengah yang selanjutnya disebut Standar Isi mencakup lingkup materi
minimal dan tingkat kompetensi minimal untuk mencapai kompetensi lulusan
minimal pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.
b. Standar Isi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tercantum pada Lampiran Peraturan Menteri ini.
Pasal 2:
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
12.
Peraturan
Menteri No.23 tahun 2006 Tentang standar kompetensi Lulusan
PELAKSANAAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 22 TAHUN 2006
TENTANG STANDAR ISI UNTUKSATUAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DAN PERATURAN
MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG STANDAR KOMPETENSI
LULUSAN UNTUK SATUAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL.
Menimbang : bahwa agar Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar
dan Menengah dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006
tentang Standar Kompetensi Lulusan Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah
dapat dilaksanakan di satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan
menengah secara baik, perlu menetapkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
tentang Pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006
tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi
Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah;
Mengingat : a. Undang-Undang Nomor
20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4301);
b. Peraturan Pemerintah Nomor 19
Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2005 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4496);
c.
Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi,
Susunan Organisasi, dan Tatakerja Kementrian Negara Republik Indonesia
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2005;
d
Keputusan Presiden Nomor 187/M Tahun 2004 mengenai Pembentukan Kabinet
Indonesia Bersatu sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun 2005;
e.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang
Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah;
f.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang
Standar Kompetensi Lulusan Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah;
Menetapkan: PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL TENTANG
PELAKSANAAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 22 TAHUN 2006 TENTANG
STANDAR ISI UNTUK SATUAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN
NASIONAL NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG STANDAR KOMPETENSI LULUSAN UNTUK SATUAN
PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH.
Pasal 1:
a.
Satuan pendidikan dasar dan menengah mengembangkan dan
menetapkan kurikulum tingkat satuanpendidikan dasar dan menengah sesuai
kebutuhan satuan pendidikanyang bersangkutan berdasarkan pada :
1)
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional Pasal 36 sampai dengan Pasal 38;
2)
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan Pasal 5 sampai dengan Pasal 18, dan Pasal 25 sampai
dengan Pasal 27;
3)
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun
2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah;
4)
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun
2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan
Menengah.
b.
Satuan pendidikan dasar dan menengah dapat
mengembangkan kurikulum dengan standar yang lebih tinggi dari Standar Isi
sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun
2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Standar
Kompentesi Lulusan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan
Pendidikan Dasar dan Menengah.
c.
Pengembangan dan penetapan kurikulum tingkat satuan
pendidikan dasar dan menengah memperhatikan panduan penyusunan kurikulum
tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah yangdisusun Badan Standar Nasional
Pendidikan (BSNP).
d.
Satuan
pendidikan dasar dan menengah dapat mengadopsi atau mengadaptasi model
kurikulum tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah yang disusun oleh BSNP.
e.
Kurikulum satuan pendidikan dasar dan menengah
ditetapkan oleh kepala satuan pendidikan dasar dan menengah setelah
memperhatikan pertimbangan dari Komite Sekolah atau Komite Madrasah.
Pasal 2:
a.
Satuan pendidikan dasar dan menengah dapat menerapkan Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Untuk
Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan Untuk Satuan Pendidikan
Dasar dan Menengah mulai tahun ajaran 2006/2007.
b.
Satuan pendidikan dasar dan menengah harus sudah mulai
menerapkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang
Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan
Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah paling lambat tahun ajaran
2009/2010.
c.
Satuan pendidikan dasar dan menengah pada jenjang
pendidikan dasar dan menengah yang telah
melaksanakan uji coba kurikulum 2004 secara menyeluruh dapat menerapkan secara
menyeluruh Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang
Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan
Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah untuk semua tingkatan kelasnya mulai
tahun ajaran 2006/2007.
d.
Satuan pendidikan dasar dan menengah yang belum
melaksanakan uji coba kurikulum 2004, melaksanakan Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar
dan Menengah dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006
tentang Standar Kompetensi Lulusan Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah
secara bertahap dalam waktu paling lama 3 tahun, dengan tahapan :
1)
Untuk sekolah dasar (SD), madrasah ibtidaiyah (MI),
dan sekolah dasar luar biasa (SDLB):
a)
tahun I : kelas 1 dan 4;
b)
tahun II : kelas 1,2,4, dan 5;
c)
tahun III : kelas 1,2,3,4,5 dan 6.
2)
Untuk sekolah menengah pertama (SMP), madrasah
tsanawiyah (MTs), sekolah menengah atas (SMA), madrasah aliyah (MA), sekolah
menengah kejuruan (SMK), madrasah aliyah kejuruan (MAK), sekolah menengah
pertama luar biasa (SMPLB), dan sekolah menengah atas luar biasa (SMALB) :
a.
tahun I : kelas 1;
b.
tahun II : kelas 1 dan 2;
c.
tahun III : kelas 1,2, dan 3.
e.
Penyimpangan terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dapat dilakukan setelah mendapat izin Menteri Pendidikan
Nasional.
Pasal 3:
a.
Gubernur dapat mengatur jadwal pelaksanaan Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Untuk
Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan Untuk Satuan Pendidikan
Dasar dan Menengah, untuk satuan pendidikan menengah dan satuan pendidikan
khusus, disesuaikan dengan kondisi dan kesiapan satuan pendidikan di provinsi
masing-masing.
b.
Bupati/walikota
dapat mengatur jadwal pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor
22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah
dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar
Kompetensi Lulusan Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, untuk satuan pendidikan
dasar, disesuaikan dengan kondisi dan kesiapan satuan pendidikan di
kabupaten/kota masing-masing.
c.
Menteri Agama dapat mengatur jadwal pelaksanaan
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi
Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan Untuk Satuan
Pendidikan Dasar dan Menengah, untuk satuan pendidikan madrasah ibtidaiyah
(MI), madrasah tsanawiyah (MTs), madrasah aliyah (MA), dan madrasah aliyah
kejuruan (MAK), disesuaikan dengan kondisi dan kesiapan satuan pendidikan yang
bersangkutan.
Pasal 4:
a.
BSNP melakukan pemantauan perkembangan dan evaluasi
pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang
Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan
Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, pada tingkat satuan pendidikan,
secara nasional.
b.
BSNP dapat mengajukan usul revisi Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Untuk Satuan
Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor
23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan Untuk Satuan Pendidikan Dasar
dan Menengah sesuai dengan keperluan berdasarkan pemantauan hasil evaluasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 5:
a.
Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan
Menengah:
1)
menggandakan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan
Menengah dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang
Standar Kompetensi Lulusan Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, serta
mendistribusikannya kepada setiap satuan pendidikan secara nasional;
2)
melakukan usaha secara nasional agar sarana dan
prasarana satuan pendidikan dasar dan menengah dapat mendukung penerapan
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi
Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan Untuk Satuan
Pendidikan Dasar dan Menengah.
Pasal 6:
a.
Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan
Tenaga Kependidikan:
1)
melakukan sosialisasi Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar
dan Menengah dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006
tentang Standar Kompetensi Lulusan Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah,
dan panduan penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah
yang disusun BSNP, terhadap guru, kepala sekolah, pengawas, dan tenaga
kependidikan lainnya yang relevan melalui Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan
(LPMP) dan/atau Pusat Pengembangan dan Penataran Guru (PPPG);
2)
melakukan sosialisasi Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar
dan Menengah dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006
tentang Standar Kompetensi Lulusan Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah,
dan panduan penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah
yang disusun BSNP kepada dinas pendidikan provinsi, dinas pendidikan
kabupaten/kota, dan dewan pendidikan;
3)
membantu pemerintah provinsi dan kabupaten/kota dalam
penjaminan mutu satuan pendidikan dasar dan menengah agar dapat memenuhi
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi
Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan Untuk Satuan Pendidikan
Dasar dan Menengah, melalui LPMP.
Pasal 7:
Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen
Pendidikan Nasional:
a.
mengembangkan model-model kurikulum sebagai masukan
bagi BSNP;
b.
mengembangkan dan mengujicobakan model-model kurikulum
inovatif;
c.
mengembangkan dan mengujicobakan model kurikulum untuk
pendidikan layanan khusus;
d.
bekerjasama dengan perguruan tinggi dan/atau LPMP
melakukan pendampingan satuan pendidikan dasar dan menengah dalam pengembangan
kurikulum satuan pendidikan dasar dan menengah;
e.
memonitor secara nasional penerapan Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Untuk Satuan
Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor
23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan Untuk Satuan Pendidikan Dasar
dan Menengah, mengevaluasinya, dan mengusulkan rekomendasi kebijakan kepada
BSNP dan/atau Menteri;
f.
mengembangkan pangkalan data yang rinci tentang
pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang
Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan
Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
Pasal 8:
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi:
a.
melakukan sosialisasi Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar
dan Menengah dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006
tentang Standar Kompetensi Lulusan Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah,
di kalangan lembaga pendidikan tenaga keguruan (LPTK);
b.
memfasilitasi pengembangan kurikulum dan tenaga dosen
LPTK yang mendukung pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22
Tahun 2006 tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar
Kompetensi Lulusan Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
Pasal 9:
Sekretariat Jenderal melakukan sosialisasi Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar
dan Menengah dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006
tentang Standar Kompetensi Lulusan Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah,
kepada pemangku kepentingan umum.
Pasal 10:
Departemen lain yang menyelenggarakan satuan pendidikan dasar dan
menengah :
a.
melakukan sosialisasi Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar
dan Menengah dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006
tentang Standar Kompetensi Lulusan Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah
sesuai dengan kewenangannya dan berkoordinasi dengan Departemen Pendidikan
Nasional;
b.
mengusahakan secara nasional sesuai dengan
kewenangannya agar sarana, prasarana, dan sumber daya manusia satuan pendidikan
yang
berada di bawah kewenangannya mendukung pelaksanaan
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi
Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan Untuk Satuan
Pendidikan Dasar dan Menengah;
c.
melakukan supervisi, memantau, dan mengevaluasi
pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang
Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan
Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah sesuai dengan kewenangannya.
Pasal 11:
Dengan berlakunya Peraturan Menteri ini, Keputusan Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan :
a.
Nomor 060/U/1993 tentang Kurikulum Pendidikan Dasar;
b.
Nomor 061/U/1993 tentang Kurikulum Sekolah Menengah
Umum;
c.
Nomor 080/U/1993 tentang Kurikulum Sekolah Menengah
Kejuruan;
d.
Nomor 0126/U/1994 tentang Kurikulum Pendidikan Luar
Biasa; dinyatakan tidak berlaku bagi satuan pendidikan dasar dan menengah sejak
satuan pendidikan dasar dan menengah yang bersangkutan melaksanakan Peraturan
Menteri ini sebagaimana diatur dalam Pasal 2 dan Pasal 3.
Pasal 12:
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal
ditetapkan
13.
Peraturan
Menteri
No. 24 tahun 2016 tentang Pelaksanaan Peraturan Menteri No. 22 dan No. 23 tahun
2006.
PERUBAHAN PERATURAN MENTERI
PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 24 TAHUN 2006 TENTANG PELAKSANAAN PERATURAN MENTERI
PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 22 TAHUN 2006 TENTANG STANDAR ISI UNTUK SATUAN
PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR
23 TAHUN 2006 TENTANG STANDAR KOMPETEN ISI LULUSAN UNTUK SATUAN PENDIDIKAN
DASAR DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN
NASIONAL.
Menimbang : bahwa dalam rangka perluasan akses
sosialisasi Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan, perlu mengubah
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi
untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan
Pendidikan Dasar dan Menengah;
Mengingat : 1. Peraturan Pemerintah
Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor
41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4496);
2. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun
2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja
Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 94 Tahun 2006;
3. Keputusan Presiden Republik
Indonesia Nomor 187/M Tahun 2004 mengenai Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Presiden
Republik Indonesia Nomor 20/P Tahun 2005;
4. Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar
dan Menengah;
5. Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan
Pendidikan Dasar dan Menengah;
Menetapkan :PERUBAHAN PERATURAN
MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 24 TAHUN 2006 TENTANG PELAKSANAAN PERATURAN
MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 22 TAHUN 2006 TENTANG STANDAR ISI UNTUK
SATUAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL
NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG STANDAR KOMPETENSI LULUSAN UNTUK SATUAN PENDIDIKAN
DASAR DAN MENENGAH.
Pasal I :
Beberapa Ketentuan dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24
Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22
Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar
Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah diubah sebagai
berikut.
a.
Ketentuan dalam Pasal 1 ayat (4) diubah sehingga
berbunyi sebagai berikut:
Pasal 1:(4) Satuan pendidikan dapat mengadopsi atau
mengadaptasi model kurikulum tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah yang
disusun oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional
bersama unit utama terkait.
b.
Ketentuan dalam Pasal 5 diubah sehingga berbunyi
sebagai berikut:
Pasal 5: Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan
Dasar dan Menengah:
1)
menggandakan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan
Menengah, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang
Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, panduan
penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah, dan model
kurikulum tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah, serta
mendistribusikannya kepada setiap satuan pendidikan secara nasional;
2)
melakukan bimbingan teknis, supervisi, dan evaluasi
pelaksanaan kurikulum yang didasarkan pada Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar
dan Menengah dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006
tentang Standar Kompetensi Lulusanuntuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
3)
melakukan usaha secara nasional agar sarana dan
prasarana satuan pendidikan dasar dan menengah dapat mendukung penerapan
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi
untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan
Pendidikan Dasar dan Menengah.
Pasal 2:
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal
ditetapkan.
14.
Keputusan
Menteri No. 34/U/03 tentang Pengangkatan Guru Bantu.
PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN
KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 141 TAHUN 2014 TENTANG PENGHENTIAN PERJANJIAN KERJA SAMA GURU BANTU DENGAN
RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang: a. bahwa pengangkatan
Guru Bantu pada tahun 2003 dan 2004
berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 034/U/2003
tentang Guru Bantu dimaksudkan untuk mengatasi kekurangan guru,
b. bahwa berdasarkan data surat
perjanjian kerja sama guru bantu secara nasional, guru bantu yang diangkat pada
satuan pendidikan tempat guru tersebut diangkat sebagian besar telah berpindah
ke satuan pendidikan lain;
c
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan b
perlu menetapkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tentang
Penghentian Perjanjian Kerja Sama Guru Bantu;
Mengingat: a
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
(Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4301);
b.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
c.
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4586);
d. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang
Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166,
Tambahan Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 4916);
e. Peraturan
Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara
Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
f.
Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang
Guru (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor
194,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4941);
g. Peraturan
Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan
Pendidikan, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 23, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5105) sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2010 (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2010 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5157);
h. Peraturan
Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian
Negara, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 13Tahun 2013;
i. Peraturan
Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian
Negara serta Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara,
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 14Tahun 2014;
j. Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009 mengenai
Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu II, sebagaimana telah diubah dengan
Keputusan Presiden Nomor 56/P Tahun 2014;
Menetapkan:PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN
KEBUDAYAANTENTANG PENGHENTIAN PERJANJIAN KERJA SAMAGURU BANTU.
Pasal 1:
a.
Perjanjian kerja samaguru bantu secara nasional
dihentikan dan dinyatakan berakhir pada tanggal 31 Desember 2015.
b.
Dengan berakhirnya perjanjian kerja sama guru bantu
secara nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1), honorarium guru bantu
dihentikan.
Pasal 2:
c.
Berdasarkan kewenangannya, pemerintah daerah atau
masyarakat penyelenggara pendidikan dapat mengoptimalkan peran guru bantu.
d.
Berdasarkan analisis kebutuhan, optimalisasi peran
guru bantu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengangkatan guru
bantu sebagai calon pegawai negeri sipil atau sebagai guru tetap pada satuan
pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat.
e.
Pelaksanaan optimalisasi peran guru bantu sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dibebankan pada anggaran pendapatan dan belanja daerah
atau anggaran yayasan penyelenggara pendidikan.
Pasal 3:
Dengan berlakunya Peraturan Meteri ini, Keputusan Menteri Pendidikan
Nasional Nomor 034/U/2003 tentang Guru Bantu dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku sejak tanggal 1 Januari 2016
Pasal 4:
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar
setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini
dengan penempatannya dalam Berita Negara Rep ublik Indonesia.
15.
Keputusan
Menteri No. 3 tahun 2003 tentang Tunjangan Tenaga
Kependidikan.
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN
2003 TENTANG TUNJANGAN TENAGA KEPENDIDIKAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang: bahwa tunjangan tenaga
kependidikan sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Presiden Nomor 23 Tahun
1995 tentang Tunjangan Tenaga Kependidikan sebagaimana telah beberapa kali
diubah, terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 101 Tahun 2000, sudah tidak
sesuai lagi dengan perkembangan keadaan, oleh karena itu dipandang perlu mengatur
kembali tunjangan tenaga kependidikan dengan Keputusan Presiden;
Mengingat:
a.
Pasal 4 ayat (1) UndangUndang Dasar 1945;
b.
Undang undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok
Kepegawaian (Lembaran Negara Tahun 1974
Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3041) sebagaimana telah diubah dengan
Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 169,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3890);
c.
Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem
Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Tahun 1989 Nomor 6, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3390),
d.
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3839);
e.
Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1977 tentang
Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 1977 Nomor 11,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3098) sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2001 (Lembaran Negara Tahun
2001 Nomor 49);
f.
Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1979 tentang
Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 1979 Nomor 47,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3149) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 1 Tahun 1994 (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 1);
g.
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1990 tentang
Pendidikan Pra Sekolah (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 35, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3411);
h.
Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1990 tentang
Pendidikan Dasar (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3412) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun
1998 (Lembaran Negara Tahun 1998 Nomor 90, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3763),
i.
Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1990 tentang
Pendidikan Menengah (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 37, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3413) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor
56 Tahun 1998 (Lembaran Negara Tahun 1998 Nomor 91, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3764);
j.
Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1991 tentang
Pendidikan Luar Biasa (Lembaran Negara Tahun 1991 Nomor 94, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3460);
k.
Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1991 tentang
Pendidikan Luar Sekolah (Lembaran Negara Tahun 1991 Nomor 95, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3461),
l.
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1992 tentang
Tenaga Kependidikan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 68, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3484) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor
39 Tahun 2000 (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 91, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3974);
m. Peraturan
Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil
(Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3547);
n.
Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2000 tentang
Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil
(Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 193, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4014);
Menetapkan:
KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG TUNJANGAN TENAGA KEPENDIDIKAN.
Pasal 1:
Dalam Keputusan Presiden ini yang dimaksud dengan Tunjangan Tenaga
Kependidikan adalah tunjangan yang diberikan kepada :
a.
Guru yang ditugaskan pada :
1)
Taman Kanak: kanak, Raudlatul Athfal/Bustanul Athfal,
dan yang sederajat;
2)
Sekolah Dasar, Sekolah Dasar Luar Biasa, Madrasah
Ibtidaiyah, dan yang sederajat;
3)
Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama, Madrasah Tsanawiyah,
dan yang sederajat;
4)
Sekolah Menengah, Sekolah Luar Biasa, Madrasah Aliyah,
dan yang sederajat.
b.
Pamong Belajar yang ditugaskan pada :
1)
Sanggar Kegiatan Belajar; dan
2)
Balai Pengembangan Kegiatan Belajar.
c.
Penilik yang diberi tugas secara penuh untuk melakukan
kegiatan penilikan Pendidikan Luar Sekolah pada Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota
atau Dinas yang bertanggung jawab di bidang Pendidikan Luar Sekolah.
d.
Guru yang diberi tugas tambahan sebagai Kepala Taman
Kanak-kanak, Raudlatul Athfal/Bustanul Athfal, dan yang sederajat.
e.
Guru yang diberi tugas tambahan sebagai Kepala Sekolah
Dasar, Sekolah Dasar Luar Biasa, Madrasah Ibtidaiyah, dan yang sederajat.
f.
Guru yang diberi tugas tambahan sebagai Kepala Sekolah
Lanjutan Tingkat Pertama, Madrasah Tsanawiyah, dan yang sederajat.
g.
Guru yang diberi tugas tambahan sebagai Kepala Sekolah
Menengah, Sekolah Luar Biasa, Madrasah Aliyah, dan yang sederajat;
h.
Pengawas Sekolah dan Pengawas Mata Pelajaran
Pendidikan Agama pada Taman Kanak-kanak, Raudlatul Athfal/Bustanul Athfal,
Sekolah Dasar, Sekolah Dasar Luar Biasa, Madrasah Ibtidaiyah, dan yang
sederajat;
i.
Pengawas Mata Pelajaran/Rumpun Mata Pelajaran dan Pengawas
Bimbingan dan Konseling pada Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama, Madrasah
Tsanawiyah, Sekolah Menengah, Madrasah Aliyah, dan yang sederajat;
j.
Pengawas Pendidikan Luar Biasa pada Sekolah Luar
Biasa.
Pasal 2:
Kepala Sekolah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1, bukan jabatan
struktural.
Pasal 3:
a.
Pegawai Negeri Sipil yang diangkat dan ditugaskan
secara penuh sebagai Tenaga Kependidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1,
diberikan Tunjangan Tenaga Kependidikan setiap bulan.
b.
Besarnya Tunjangan Tenaga Kependidikan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran Keputusan
Presiden ini.
Pasal 4:
Pemberian Tunjangan Tenaga Kependidikan dihentikan apabila Pegawai
Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 diangkat dalam jabatan
struktural atau dalam jabatan fungsional lain atau karena hal lain yang
mengakibatkan pemberian tunjangan dihentikan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 5:
a.
Ketentuan pelaksanaan Keputusan Presiden ini, diatur
lebih lanjut oleh Menteri Keuangan dan Kepala Badan Kepegawaian Negara, baik
secara bersama maupun sendiri-sendiri menurut bidang tugasnya masing-masing.
b.
Ketentuan pelaksanaan yang ditetapkan sebelum
berlakunya Keputusan Presiden ini dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak
bertentangan dan/atau belum diubah berdasarkan Keputusan Presiden ini.
Pasal 6:
Dengan berlakunya Keputusan Presiden ini, maka Keputusan Presiden Nomor
23 Tahun 1995 tentang Tunjangan Tenaga Kependidikan sebagaimana telah beberapa
kali diubah, terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 101 Tahun 2000 dinyatakan
tidak berlaku.
Pasal 7:
Keputusan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan dan
mempunyai daya laku surut sejak tanggal 1 Oktober 2002
16. Peraturan Menteri No. 18 tahun 2007 tentang
Sertifikasi bagi Guru dalam Jabatan.
PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 18 TAHUN 2007 TENTANG SERTIFIKASI BAGI GURU DALAM JABATAN DENGAN RAHMAT
TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN NASIONA
Menimbang: a. bahwa berdasarkan Pasal 82
ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005
tentang Guru dan Dosen, Pemerintah wajib mulai melaksanakan program
sertifikasi pendidik paling lama dalam waktu 12 bulan terhitung sejak
berlakunya Undang-Undang tersebut;
b. bahwa Peraturan Pemerintah yang
diamanatkan dalam Pasal 11 Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen belum terbit;
c. bahwa tugas pemerintahan dalam
program sertifikasi bagi guru tidak boleh berhenti dengan alasan belum
ditetapkannya peraturan pemerintah yang menjadi dasar pelaksanaan sertifikasi
bagi guru;
d. bahwa dalam rangka mengisi kekosongan
hukum pelaksanaan program sertifikasi bagi guru dalam jabatan perlu menetapkan
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional tentang Sertifikasi bagi Guru dalam
Jabatan;
Mengingat:
a. Undang-Undang Nomor
14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (Lembaran
Negara Tahun 2005 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4586);
b. Peraturan Presiden
Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan
Organisasi, dan Tata Kerja Kementerian Negara RI, sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Presiden Nomor 94 Tahun 2006;
c. Keputusan Presiden
Republik Indonesia Nomor 187/M/2004 mengenai Pembentukan Kabinet Indonesia
Bersatu sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan
Presiden Nomor 20/P Tahun 2005.
Menetapkan: PERATURAN MENTERI
PENDIDIKAN NASIONAL TENTANG SERTIFIKASI BAGI GURU DALAM JABATAN.
Pasal 1:
a.
Sertifikasi bagi guru dalam jabatan adalah proses pemberian
sertifikat pendidik untuk guru dalam jabatan.
b.
Sertifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diikuti
oleh guru dalam jabatan yang telah memiliki kualifikasi akademik sarjana (S1)
atau diploma empat (D-IV).
c.
Sertifikasi bagi guru dalam jabatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang menyelenggarakan program
pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi dan ditetapkan oleh Menteri
Pendidikan Nasional.
Pasal 2:
a.
Sertifikasi bagi guru dalam jabatan dilaksanakan melalui uji
kompetensi untuk memperoleh sertifikat pendidik.
b.
Uji kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
dalam bentuk penilaian portofolio.
c.
Penilaian portofolio sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
merupakan pengakuan atas pengalaman profesional guru dalam bentuk penilaian
terhadap kumpulan dokumen yang mendeskripsikan:
kualifikasi akademik;
1)
pendidikan dan pelatihan;
2)
pengalaman mengajar;
3)
perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran;
4)
penilaian dari atasan dan pengawas;
5)
prestasi akademik;
6)
karya pengembangan profesi;
7)
keikutsertaan dalam forum ilmiah;
8)
pengalaman organisasi di bidang kependidikan dan sosial; dan
9)
penghargaan yang relevan dengan bidang pendidikan.
d.
Guru dalam jabatan yang lulus penilaian portofolio
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mendapat sertifikat pendidik.
e.
Guru dalam jabatan yang tidak lulus penilaian portofolio
dapat:
1)
melakukan kegiatan-kegiatan untuk melengkapi dokumen
portofolio agar mencapai nilai lulus; atau
2)
mengikuti pendidikan dan pelatihan profesi guru yang diakhiri
dengan ujian;
3)
sesuai persyaratan yang ditentukan oleh perguruan tinggi
penyelenggara sertifikasi.
f.
Ujian sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b mencakup
kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional.
g.
Guru dalam jabatan yang lulus pendidikan dan pelatihan
profesi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b mendapat sertifikat pendidik.
h.
Guru dalam jabatan yang belum lulus pendidikan dan pelatihan
profesi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b diberi kesempatan untuk
mengulang ujian materi pendidikan dan pelatihan yang belum lulus.
Pasal 3:
a.
Perguruan tinggi penyelenggara sertifikasi bagi guru dalam
jabatan memberi Nomor Pokok Mahasiswa peserta sertifikasi.
b.
Perguruan tinggi penyelenggara sertifikasi bagi guru dalam
jabatan wajib melaporkan setiap perubahan berkenaan dengan mahasiswa peserta
sertifikasi kepada Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi.
c.
Perguruan tinggi penyelenggara sertifikasi bagi guru dalam
jabatan wajib melaporkan guru dalam jabatan yang sudah mendapat sertifikat
pendidik kepada Direktur Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga
Kependidikan (PMPTK) untuk memperoleh Nomor Registrasi Guru.
Pasal 4:
a.
Menteri Pendidikan Nasional menetapkan jumlah dan kuota
peserta sertifikasi bagi guru dalam jabatan setiap tahun.
b.
Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya
menentukan peserta sertifikasi berdasarkan kuota yang ditetapkan oleh Menteri
Pendidikan Nasional.
c.
Penentuan peserta sertifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) berpedoman pada kriteria yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal PMPTK.
Pasal 5
Dalam melaksanakan sertifikasi guru dalam jabatan mengacu
pada pedoman sertifikasi guru dalam jabatan yang ditetapkan Direktur Jenderal
Pendidikan Tinggi.
Pasal 6
a.
Guru Pegawai Negeri Sipil yang diangkat oleh Pemerintah
Daerah yang telah memiliki sertifikat pendidik, nomor registrasi guru dari
Departemen Pendidikan Nasional, dan melaksanakan beban kerja guru
sekurang-kurangnya 24 (dua puluh empat) jam tatap muka dalam satu minggu berhak
atas tunjangan profesi pendidik sebesar satu kali gaji pokok yang dibayarkan
melalui Dana Alokasi Umum terhitung mulai bulan Januari pada tahun berikutnya
setelah memperoleh sertifikat pendidik.
b.
Guru Pegawai Negeri Sipil yang diangkat oleh Pemerintah yang
telah memiliki sertifikat pendidik, nomor registrasi guru dari Departemen
Pendidikan Nasional, dan melaksanakan beban kerja guru sekurang-kurangnya 24
(dua puluh empat) jam tatap muka dalam satu minggu berhak atas tunjangan
profesi pendidik sebesar satu kali gaji pokok yang dibayarkan melalui APBN
terhitung mulai bulan Januari pada tahun berikutnya setelah memperoleh
sertifikat pendidik.
c.
Guru Non Pegawai Negeri Sipil yang diangkat oleh badan hukum
penyelenggara pendidikan yang telah memiliki sertifikat pendidik, nomor
registrasi guru dari Departemen Pendidikan Nasional, dan melaksanakan beban
kerja guru sekurang-kurangnya 24 (dua puluh empat) jam tatap muka dalam satu
minggu berhak atas tunjangan profesi pendidik setara dengan satu kali gaji
pokok guru Pegawai Negeri Sipil yang dibayarkan melalui Dana Dekonsentrasi
terhitung mulai bulan Januari pada tahun berikutnya setelah memperoleh sertikat
pendidik.
d.
Guru yang melaksanakan beban kerja di luar ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) memperoleh tunjangan
profesi setelah mendapat persetujuan tertulis dari Menteri Pendidikan Nasional
atau pejabat yang ditunjuk.
Pasal 7:
Guru yang terdaftar sebagai calon peserta sertifikasi guru
pada tahun 2006 dan telah memiliki sertifikat pendidik dan nomor registrasi
guru dari Departemen Pendidikan Nasional sebelum Oktober 2007 memperoleh
tunjangan profesi pendidik terhitung mulai 1 Oktober 2007.
Pasal 8
Peraturan Menteri ini mulai berlaku
pada tanggal ditetapkan.
17. Peraturan Menteri No. 11 tahun 2005 tentang Buku Teks
Pelajaran.
PERATURAN MENTERI
PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG BUKU
TEKS PELAJARANDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL
Menimbang : a. bahwa buku teks pelajaran berperan
penting dan strategis dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan dasar dan
menengah, sehingga perlu ada kebijakan pemerintah mengenai buku teks pelajaran
bagi peserta didik;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan pada huruf a, perlu
menetapkan Peraturan Menteri tentang
Buku Teks Pelajaran;
Mengingat
: a. Pasal 4 ayat (1)
Undang-Undang Dasar 1945;
b. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003
Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4301);
d. Peraturan Pemerintah Nomor 19
Tahun 2005 tentang Badan Standardisasi Nasional Pendidikan (Lembaran Negara
Tahun 2005 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4496);
e. Peraturan Presiden Republik Indonesia
Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedukukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan Organisasi dan
Tata Kerja Departemen;
f. Keputusan Presiden Nomor 187/M Tahun
2004 mengenai Kabinet Indonesia Bersatu;
Pasal
1:
Buku
teks pelajaran adalah buku acuan wajib untuk digunakan di sekolah yang memuat
materi pembelajaran dalam rangka peningkatan keimanan dan ketakwaan, budi
pekerti dan kepribadian, kemampuan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi,
kepekaan dan kemampuan estetis, potensi fisik dan kesehatan yang disusun
berdasarkan standar nasional pendidikan.
Pasal
2:
a. Buku teks pelajaran digunakan
sebagai acuan wajib oleh guru dan peserta didik dalam proses pembelajaran.
b. Selain buku teks pelajaran
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) guru menggunakan buku panduan pendidikan dan
dapat menggunakan buku pengayaan, dan buku referensi dalam proses pembelajaran.
c. Untuk menambah pengetahuan dan
wawasan peserta didik, guru dapat menganjurkan peserta didik untuk membaca buku
pengayaan dan buku referensi.
Pasal
3:
a. Buku teks pelajaran untuk setiap
mata pelajaran yang digunakan pada satuan pendidikan dasar dan menengah dipilih
daari buku-buku teks pelajaran yang telah ditetapkan oleh Menteri berdasarkan
rekomendasi penilaian kelayakan dari Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).
b. Buku teks pelajaran untuk mata
pelajaran muatan local yang digunakan pada satuan pendidikan dasar dan menengah
dipilih dari buku-buku tek pelajaran yang ditetapkan oleh Gubernur atau
Bupati/Walikota sesuai kewenangan masing-masing dengan berpedoman pada standar
buku teks pelajaran yang ditetapkan oleh Menteri.
Pasal
4:
Pada
kulit buku teks pelajaran yang telah ditetapkan oleh
Menteri berdasarkan rekomendasi penilaian kelayakan dari Badan Standar Nasional
Pendidikan (BSNP), penerbit wajib mencantumkan label harga.
Pasal
5:
a. Buku teks pelajaran yang akan digunakan oleh
satuan pendidikan dasar dan menengah dipilih melalui rapat guru dengan
pertimbangan Komite Sekolah dari buku-buku teks pelajaran yang telah ditetapkan
oleh Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1).
b. Buku teks pelajaran bermuatan local
yang akan digunakan oleh satuan pendidikan dasar dan menengah dipilih melalui
rapat guru dengan pertimbangan Komite Sekolah dari buku-buku teks pelajaran bermuatan
local yang telah ditertapkan oleh Gubernur atau Bupati/Walikota sesuai
kewenangan masing-masing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2).
c. Rapat guru sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) menetapkan buku-buku teks pelajaran yang akan digunakan
oleh satuan pendidikan, tidak berasal dari satu penerbit.
Pasal
6:
a. Dalam hal Menteri belum menetapkan
buku teks pelajaran tertentu, rapat guru dengan pertimbangan Komite Sekolah
dapat memilih buku-buku yang ada, dengan mempertimbangkan mutu buku.
b. Dalam hal Gubernur atau
Bupati/Walikota sesuai kewenangan masing-masing belum menetapkan buku-buku teks
pelajaran muatan local, rapat guru dengan pertimbangan Komite Sekolah dapat
memilih buku yang ada dengan mempertimbangkan mutu buku.
Pasal
7:
a. Satuan pendidikan menetapkan masa
pakai buku teks pelajaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 paling sedikit 5
tahun.
b. Buku teks pelajaran tidak dipakai
lagi oleh satuan pendidikan apabila: ada perubahan standar nasional pendidikan,
buku teks pelajaran dinyatakan tidak layak lagi oleh Menteri.
Pasal
8:
a. Guru dapat menganjurkan kepada
peserta didik yang mampu untuk memiliki buku teks pelajaran.
b. Anjuran sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) bersifat tidak memaksa atau tidak mewajibkan.
c. Untuk memiliki buku teks pelajaran,
peserta didik atau orangtua/walinya membelinya di pasar.
d. Untuk membantu peserta didik yang
tidak mampu memiliki akses ke buku teks pelajaran, satuan pendidikan wajib
menyediakan paling sedikit 10 (sepuluh) eksemplar buku teks pelajaran untuk
setiap mata pelajaran pada setiap kelas, untuk dijadikan koleksi perpustakaan.
Pasal
9:
Guru,
tenaga kependidikan, satuan pendidikan, atau Komite Sekolah tidak dibenarkan
melakukan penjualan buku kepada peserta didik.
Pasal
10:
a. Pengadaan buku teks pelajaran, buku panduan
guru, buku pengayaan dan buku referensi untuk perpustakaan yang dilakukan oleh
satuan pendidikan wajib mendapat pertimbangan Komite Sekolah.
b. Untuk daerah yang pasar bukunya
belum berkembang atau tidak berfungsi, pendadaan buku perpustakaan dapat dilakukan
oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah.
c. Pemerintah, Pemerintah Daerah,
dan/atau masyarakat dapat membantu pengadaan buku teks pelajaran kepada satuan
pendidikan dalam bentuk hibah uang/subsidi.
Pasal
11:
a. Pengawasan terhadap pengadaan buku
teks pelajaran dilakukan oleh pengawas fungsional, komite sekolah, dan/atau
masyarakat.
b. Pengawas fungsional, komite sekolah,
dan/atau masyarakat melaporkan kepada pejabat yang berwenang apabila menemukan
penyimpangan dalam pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal
12:
a. Guru, tenaga kependidikan, satuan
pendidikan, atau komite sekolah yang terbukti memaksa dan/atau melakukan
penjualan buku kepada peserta didik dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
b. Penerbit yang melanggar ketentuan
yang diatur dalam Peraturan Menteri ini, dikenakan sanksi administrative oleh
Menteri berupa pencabutan rekomendasi hasil penilaian.
Pasal
13:
Penulis
yang bukunya diterbitkan oleh penerbit yang dikenai sanksi administrative
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) dapat mengalihkan hak ciptanya
kepada penerbit lain.
BAB
III
PENUTUP
3.1
KESIMPULAN
Tujuan
pendidikan, khususnya Indonesia adalah membenyuk manusia seutuhnya yang
pancasilais, dimotori oleh pembangunan afeksi. Tujuan khusus ini hanya bias
ditangani dengan ilmu pendidikan Indonesia sesuai dengan kondisi Indonesia,
dengan penyelenggaraan pendidikan yang memakai konsep system. Kualitas sumber
daya manusia sangat dipengaruhi oleh pendidikan. Dengan demikian, dunia
pendidikan adalah bidang yang menjadi tulang punggung pelksanaan pembangunan
nasional.
Beberapa landasan pendidikan yang menjadi
pedoman adalah landasan hukum, filosofis, sosiologis, dan kultural yang sangat
memegang peran pentig dalam menentukan tujuan pendidikan. Selanjutnya landasan
ilmiah dan landasan teknologi akan mendorong pendidikan untuk menjemput masa
depan. Landasan hukum pendidikan pada dasarnya akan memberikan arah yang tepat
pada proses pelaksanaannya serta mengarahkan pendidikan sesuai tujuan
pendidikan nasional.
Adapun yang menjadi landasan hukum dalam
pelaksanaanpendidikan di Indonesia adalah sebagai berikut:
1.
Pembukaan UUD 1945
alenia 4
2.
Undang-Undang Dasar
1945 Pasal 31
3.
Keputusan Presiden
4.
Peraturan Pemerintah
5.
Keutusan Menteri
6.
Peraturan Menteri
7.
Undang-Undang
No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
8.
Undang-Undang
No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
9.
Undang-Undang
No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
10.
Undang-Undang
tentang Otonomi Daerah
11.
Peraturan
Menteri No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan
Menengah
12.
Peraturan
Menteri No. 23 Tahun 2006 tentang Kompetensi Kelulusan
13.
Peraturan
Menteri No. 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Peraturan Menteri No. 22 dan No.
23 Tahun 2006
14.
Keputusan
Menteri No. 34/U/03 tentang Pengangkatan Guru Bantu
15.
Keputusan
Menteri No. 3 tahun 2003 tentang Tunjangan Tenaga Kependidikan
16.
Peraturan
Menteri No. 18 Tahun 2007 tentang Sertifikasi bagi Guru dalam Jabatan
17.
Peraturan
Menteri No. 11 Tahun 2005 tentang Buku Teks Pelajaran
3.2
SARAN
Seorang pendidik sebaiknya dapat mendidik anak didiknya agar pengetahuan
yang mereka miliki dapat seimbang dengan sikap dan moral. Janganlah lelah untuk mengejar
pendidikan karena pendidikan dapat terus berlangsung selama proses dalam hidup
kita tetap berjalan. Proses pendidikan seharusnya ditunjang dengan
pendidik yang berkompeten sehingga pendidikan dapat membentuk kepribadian anak
didik menjadi baik.
DAFTAR PUSTAKA
Raharjo, Tri
Joko. 2018. LANDASAN PENDIDIKAN. Semarang: UNNES PRESS
Tidak ada komentar:
Posting Komentar