Selasa, 25 September 2018

Landasan Hukum Pendidikan




MAKALAH

LANDASAN PENDIDIKAN
“Landasan Hukum Pendidikan”




DAFTAR ISI

2.1.1 Arti Pendidikan………………………………….…………………………3
2.1.2 Tujuan Pendidikan…………….……………………………………………5
2.2.1 Landasan Pendidikan…….………………………………………………..6
2.2.2 Asas Pendidikan…………………………………………………………...7
2.3.1 Pengertian Landsan Hukum…………………………..…………………….8
2.3.2 Pengertian Pendidikan……………….……………………………………..8
2.3.3 Implikasi Konsep Pendidikan………………………………………………8
2.3.4 Landasan Hukum di Indonesia……………………………………………..9
3.2  Saran. 53

BAB I
PENDAHULUAN
1.1              Latar Belakang
Pendidikan pada dasarnya adalah proses komunikasi yang di dalamnya mengandung transformasi pengetahuan, nilai-nilai, dan keterampilan-keterampilan di dalam dan di luar sekolah berlangsung sepanjang hayat dari generasi ke generasi. Pendidikan sebagai suatu system tidak lain dari suatu totalitas fungsional yang terarah pada suatu tujuan, sehingga setiap subsistem yang ada dalam system tersusun dan tidak dapat dipisahkan dari rangkaian-rangkaian atau komponrn-komponrn yang berhubungan secara dinamis dalam suatu kesatuan.
Pendidikan meupakan usaha sadar yang sistematis selalu bertolak dari sejumlah landasan serta mengindahkan sejumlah asas-asas tertentu. Landasan serta asas tersebut sangat penting karena pendidikan merupakan pilar utama terhadap pengembangan manusia dan masyarakat suatu bangsa. Landasan pendidikan tersebut akan memberikan pijakan dan arah terhadap pembentukan manusia Indonesia, dan mendukung perkembangan masyarakat, Bangsa, dan Negara. Sedangkan asas-asas pokok pendidikan akan memberi corak pada hasil pendidikan akan member corak khusus dalam penyelenggaraan pendidikan itu sendiri dan pada gilirannya member corak pada hasil-hasil pendidikan itu yakni manusia dan masyarakat Indonesia.
Beberapa landasan pendidikan yang menjadi pedoman adalah landasan hokum, filosofis, sosiologis, dan cultural yang akan memegang peran penting dalam menentukan tujuan pendidikan. Selanjutnya landasan ilmiah dan landasan teknologi akan mendorong pendidikan untuk menjemput masa depaan. Landasan hokum pendidikan pada dasarnya akan memberikan arah yang tepat pada rposes pelaksanaannya serta mengarahkan pendidikan sesuai tujuab pendidikan nasional.
Adapun vfungsi dari pendidikan nasional adalah mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
1.2              Rumusan Masalah
1.         Apa arti dan tujuan pendidikan ?
2.         Apa saja landasan dan asas pendidikan ?
3.         Bagaimana landasan hukum pendidikan ?

1.3              Tujuan Masalah
1.         Dapat mengetahui arti dan tujuan pendidikan.
2.         Mengetahui macam-macam landasan dan asas pendidikan.
3.         Mengetahui landasan hokum pendidikan di Indonesia.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Arti dan Tujuan Pendidikan
2.1.1         Arti Pendidikan
 Menurut Sudjana (1996: 31) seperti yang tersirat dalam ‘human capital theory” mengemukakan bahwa manusia merupakansumber daya utama, berperan sebagai subyek baik dalam upaya meningkatan taraf hidup dirinya maupun dalam melestarikan dan memanfaatkan lingkungannya.
Menurut Lutan (1994) mengemukakan bahwa “pendidikan pada hakekatnya tetap sebagai proses membangkitkankekuatan dan harga diri rasa ketidakmampuan, ketidakberdayaan, keserbakekuarangan.
Sementara George F. Knlled Ledi dalam bukunya yang berjudul of Education (1967: 63), pendidikan dapat dipandang dalam arti teknis, atau dalam arti basil dan arti proses. Dalam arti luas pendidikan menunjuk pada suatu tindakan ataupengalaman yang mempunyai pengaruh yang berhubungan denganpertumbuhan atau perkembangan jiwa, watak, atau kemampuan fisik individu.
Menurut UU NO. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengenalian dirinya, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara.
Kamus Besar Bahasa Indonesia, pendidikan diartikan sebagai proses  pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam  usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan;  proses, cara, perbuatan mendidik. Pendidikan merupakan proses  perubahan sikap dan tingkah laku seseorang atau kelompok orang dalam  usaha untuk mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan  (Poerwodarminta, 1985: 702).
Melalui pendidikan yang demikian, akan tumbuh sebuah  kehidupan bermasyarakat dan berbangsa yang menjunjung tinggi moralitas kebaikan dan kejujuran dalam kehidupannya (Mulkhan, 2002: 347).
a.       Pendidikan sebagai Proses Transformasi Budaya
Pendidikan merupakan alat yang digunakan manusia untuk kelanjutan hidupnya (survival) baik dalam pengertian sebagai upaya  masyarakat untuk mewariskan nilai-nilai budaya dari satu generasi ke generasi berikutnya, ataupun dalam pengembangan potensi-potensi yang ada pada setiap individu agar dapat dipergunakan oleh dirinya sendiri dan seterusnya oleh masyarakat dalam menghadapi kendala lingkungan. Dalam hal ini tujuan pelaksanaan pendidikan harus berpangkal pada tujuan hidup manusia (Langgulung, 1992: 305). Sebagai proses transformasi budaya, pendidikan diartikan sebagai  kegiatan pewarisan budaya dari satu generasi ke generasi yang lain dan  nilai-nilai budaya tersebut mengalami proses transformasi dari generasi tua ke generasi muda.
b.      Pendidikan sebagai Proses Pembentukan Pribadi
Sebagai proses pembentukan pribadi, pendidikan diartikan sebagai suatu  kegiatan yang sistematis dan terarah kepada terbentuknya  kepribadian peserta didik. Proses pembentukan pribadi melalui dua sasaran yaitu pembentukan pribadi bagi mereka yang belum dewasa oleh mereka yang sudah dewasa dan bagi mereka yang sudah dewasa atas usaha sendiri. Karena pendidikan adalah usaha sadar untuk mengembangkan kemampuan dan kepribadian. Pendidikan dilihat sebagai suatu sistem adalah merupakan tempat berbagai masukan atau
input ditransformasikan menjadi output (Hasan, 2005: 95-96).
c.       Pendidikan sebagai Proses Penyiapan Warga negara
Pendidikan sebagai penyiapan warga negara diartikan sebagai  suatu kegiatan yang terencana untuk membekali peserta didik agar menjadi warga negara yang baik.
d.      Pendidikan sebagai Penyiapan Tenaga Kerja
Pendidikan sebagai penyiapan tenaga kerja diartikan sebagai  kegiatan membimbing peserta didik sehingga memiliki bekal dasar  untuk bekerja. Pembekalan dasar berupa pembentukan sikap,  pengetahuan, dan keterampilan kerja pada calon luaran. Ini menjadi misi penting dari pendidikan karena bekerja menjadi kebutuhan pokok  dalam kehidupan manusia.
Dapat disimpilkan bahwa arti pendidikan adalah proses sepanjang hayat dan mewujudkan pembentukan diri secara utuh dalam pengembangan segenap potensi dalam rangka pemenuhan semua komitmen manusia sebagai individu, makhluk sosial, dan sebagai makhluk Tuhan.
2.1.2         Tujuan Pendidikan
Menurut UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003 bab II pasal 3 Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab
Tujuan pendidikan di Indonesia bias djelaskan bahwa kebijaksanaan pembangunan sector pendidikan ditujukan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, mandiri, maju, tangguh, cerdas, kreatif, terampil, berdisiplin, beretos kerja, pofesional, bertanggungjawab, produkti, dan sehat jasmani rohani
Tujuan pendidikan dan pengajaran dapat dibedakan mulai dari tujuan umum, tujuan institusional, tujuan kurikuler, tujuan instruksional. Berikut penjelasannya:
1.      Tujuan umum pendidikan nasional yaitu manusia pancasila.
2.      Tujuan institusional yaitu tujuan yang menjadi tugas lembaga pendidikan tertentu untuk mencapainya. Apabila institusi dapat mencapai tujuannya, maka sasaran akhir tujuan nasional tercapai yaitu terwujudnya manusia pancasilais yang memiliki bekal khusus sesuai dengan misi khusus dimana seseorang mengggembleng diri.
3.      Tujuan kurikuler, yaitu tujuan yang ingin dicapai sesuai bidang studi atau tujuan dari mata pelajaran itu sendiri.
4.      Tujuan instruksional, yaitu tujuan pokok dari bahasan atau sub-sub pokok bahasan dari bidang studi mata pelajaran tersebut.
Tujuan pendidikan di Indonesia seperti telah diuraikan di atas adalah untuk membentuk manusia seutuhnya, dalam arti berkembangnya potensi-potensi individu secara harmonis, berimbang, dan terintegrasi. Bila ini dilaksanakan dengan baik tentu harapan mengenai tujuan pendidikan akan tercapai.

2.2  Landasan Dan Asas Pendidikan
2.2.1        Landasan Pendidikan
Dalam pelaksanaannya pendidikan sebagai suatu langkah dalam mencapai tujuanna tidak dapat lepas dari sejumlah landasan serta asas yang ada. Landasan dan asas pendidikan tersebut akan memberikan pijakan dan arah terhadap pembentukan manusia Indonesia. Sedangkan asas pokok pendidikan akan memberikan corak khusus dalam penyelenggaraan pendidikan. Beberapa macam landasan pendidikan yang perlu diperhatikan yaitu:
1.      Landasan hukum.
Landasan hukum menjadi dasar penyelenggaraan pendidikan yang terarah sesuai dengan tujuan yang diharapkan serta menjadi panduan sehingga tidak menyimpng dari Undang-Undang.
2.      Landasan filosofis.
Landasan filosofis merupakan landasan yang berdasarkan pada filsafat yang berarti hikmah, arif, dan bijaksana. Pendidikan dan filsafat memiliki kaitan erat karena filsafat mencoba merumuskan citra tentang manusia dan masyarakat, sedangkan pendidikan berusaha mewujudkan citra tersebut.
3.      Landasan sosiologis.
Sosiologi pendidikan merupakan analisis ilmiah tentang proses social dan pola-pola interaksi di dalam system pendidikan.
4.      Pendidikan cultural.
Pendidikan dan kebudayaan memiliki hubungan timbale balik, sebab kebudayaan dapat ikembangkan/dilestarikan dengan jalan mewariskan kebudayaan dari generasi ke generasi dengan jalan pendidikan, baik secara formal maupun informal. Kebudayaan merupakan hasil cipta dan karya manusia berupa norma, nilai, kepercayaan, tingkah laku, dan teknologi yang dipelajari dan dimiliki oleh semua anggota masyarakat tertentu. Dengan demikian maka pendidikan yang harus sejalan serta sesuai dengan kultur kebudayaan yang ada.
5.      Landasan psikologis.
Pendidikan selalu melibatkan aspek kejiwaan manusia. Pada umumnya landasan psikologis dalam kaitannya dengan pendidikan, yakni strategi disposisional, strategi behavioral, strategi humanistic. Strategi disposisional memberikan tekanan pada faktor perkembangan manusia, sedangkan strategi behavioral dan humanistic menekankan pada peranan faktor belajar.
6.      Landasan ilmiah dan teknologis.
Pendidikan serta IPTEK memiliki kaitan yang sangat erat, dimana IPTEK menjadi bagian utama dalam isi pengajaran, bahwa pendidikan berperan sangat penting dalam pewarisan dan pengembangan IPTEK.
2.2.2        Asas-Asas Pendidikan
Asas-asas pendidikan yang dapat dijadikan dasar berpikir dalam pelaksanaan pendidikan diantaranya adalah:
1.      Asas Tut Wuri Handayani, asas yang menjadi tuntutan dalam pendidikan di Indonesia yang memiliki arti bahwa seseorang harus menjadi contoh, membangkitkan kehendak, hasrat, dan motivasi serta mengikuti dengan awas (Ing Ngarsa Sung Tulodo, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani).
2.      Asas belajar sepanjang hayat. Pendidikan merupakan proses belajar yang berlaku mulai dari lahir hingga berakhirnya usia, dalam arti pendidikan tidak mengenal usia.
3.      Asas kemandirian dalam belajar. Pendidikan dapat membentuk jiwa mandiri sehingga dapat hidup di dalam kondisi apapun, pendidikan menjadikan manusia belajar akan hidup mandiri.



2.3  Landasan Hukum
            Negara Republik Indonesia mempunyai peraturan perundang-undangan yang bertingkat, mulai dari Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Ketetapan sampai dengan surat keputusan. Kegiatan pendidikan di Indonesia juga memiliki peraturan sebagai dasar dalam pelaksanaanya.
2.3.1         Pengertian Landasan Hukum
Landasan hukum dapat diartikan peraturan baku sebagai tempat berpijak/titik tolak dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu, dalam hal ini kegiatan pendidikan.
2.3.2         Pengertian Pendidikan
Pendidikan pada dasarnya tidak tercantum dalam UUD 1945 tetapi tercantum dalam beberapa UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yaitu “pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian dirinya, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangasa dan Negara.
2.3.3         Implikasi Konsep Pendidikan
Sebagai implikasi dari landasan hukum pendidikan, maka pengembangan konsep pendidikan di Indonesia adalah sebagai berikut:
1.      Ada perbedaan yang jelas antara pendidikan akademik dan pendidikan profesional. Pendidikan Akademik : Menyiapkan para ahli agar mampu mengembangkan ilmu, teknik atau seni di bidang masing-masing melalui aktualisasi diri secara utuh. Pendidikan Profesional : Menyiapkan anak didik agar ahli dalam menerapkan teori tertentu, jumlah mereka dibatasi sesuai kebutuhan, lulusan wajib bekerja di tempat tertentu.
2.      Pendidikan profesional tidak cukup hanya menyiapkan ahli dalam menerapkan statu teori, tetapi juga mempelajari cara membina tenaga pembantu dan mengusahakan alat-alat bekerja.
3.      Sebagai konsekuensi dari beragamnya kemampuan dan minat siswa serta dibutuhkannya tenaga verja menengah yang banyak maka perlu diciptakan berbagai ragam sekolah kejuruan.
4.      Untuk merealisasikan terwujudnya manusia Indonesia seutuhnya maka perlu perhatian yang sama terhadap pengembangan afeksi, kognisi dan psikomotor pada semua tingkat pendidikan. Dengan cara :
a.       Tidak menganak-tirikan pendidikan humaniora.
b.      Setiap bidang studi apapun dimasukan aspek afektif.
c.       Penguasaan aspek kognitif, afektif dan psikomotorik peserta didik harus diberi skor
5.      Pendidikan humaniora perlu lebih menekankan pada pelaksanaan dalam kehidupan seharí-hari agar pembudayaan nilai-nilai Pancasila akan lebih mudah dicapai.
6.      Melaksanakan kurikulum muatan lokal :
a.       Norma daerah
b.      Alat Peraga, alat belajar, media pendidikan daerah.
c.       Contoh pelajaran setempat
d.      Teori-teori cocok dengan daerah tempatan
e.       Partisipasi anak daerah pada usaha-usaha daerah.
f.       Pengembangan keterampilan disesuaikan dengan kebutuhan tenaga kerja daerah.
g.      Siswa diikutsertakan memecahkan masalah masyarakat setempat.Bidang studi cocok dengan kebutuhan daerah itu.
7.       Perlu diselenggarakan suatu kegiatan badan kerjasama antara sekolah masyarakat dan orang tua untuk menampung aspirasi, mengawasi pelaksanaan pendidikan, untuk kemajuan di bidang pendidikan.
2.3.4 Landasan-Landasan Hukum Di Indonesia
1.      Pembukaan UUD 1945 alinea 4
Dalam pembukaan UUD 1945, yang menyangkut pendidikan adalah alinea keempat, yang berbunyi : “Mencerdaskan kehidupan bangsa,...” Dengan demikian menjadi jelas bahwa mendidik adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Bangsa yang cerdas adalah bangsa yang dapat menggunakan akal budinya(mutiple-intelegence) di dalam menghadapi kehidupannya berdasarkan pertimbangan moral. Hal ini memiliki makna luas. Kecerdasan tidak terbatas pada kecerdasan intelektual saja, melainkan kecerdasan afektif. Maka pendidikan wajib mengembangkan multi-intelegensi.
2.      Undang-Undang Dasar 1945
Pasal-pasal yang berkaitan dengan pendidikan dalam Undang-Undang Dasar 1945 yaitu pasal 31 mengatur tentang pendidikan kewajiban pemerintah membiayai wajib belajar 9 tahun di SD dan SMP, anggaran pendidikan minimal 20% dari APBN dan PBD, dan system pendidikan nasional. Sedangkan pasal 32 mengatur tentang kebudayaan.
      Pasal 31 berisi:
a.         Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.
     Penjelasan Pasal 31 Ayat 1 menjelaskan bahwa warga negara di Indonesia mempunyai hak untuk mendapat pendidikan, yaitu diberikan hak untuk mengenyam pendidikan dari tingkat dasar sampai tingkat tinggi, karena hal ini sesuai dengan tujuan negara Indonesia yaitu untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, salah satunya dengan diberi pendidikan.
b.        Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.
c.         Pemerintah menguasahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur oleh undang-undang.
d.        Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.
e.         Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menunjang tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.

      Pasal 32:
a.         Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya.
b.        Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional.
3.      Keputusan Presiden
Ketentuan Undang-Undang Republik Indonesia tersebut dijabarkan dalam Keputusan Presiden, antara lain :
a.         Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2003, Tanggal 21 Januari 2003, Tentang Tunjangan tenaga Kependidikan.
b.        Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 034/U/2003, Tanggal 26 Maret 2003, tentang Guru Bantu.
4.      Peraturan Pemerintah
a.        19 Tahun 2017: Perubahan Pertama atas Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2008 tentang Guru.
b.      13 Tahun 2015: Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Perubahan pertama PP No. 32 Tahun 2013.
c.       32 Tahun 2013: Perubahan Pertama Atas Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
d.      66 Tahun 2010: Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan.
e.       17 Tahun 2010: Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan beserta penjelasannya, diubah oleh PP 66 Tahun 2010.
f.       74 Tahun 2008: Guru.
g.      19 Tahun 2005: Standar Nasional Pendidikan.
h.      25 Tahun 2000: Kewenangan Pemerintah dan kewenangan Propinsi sebagai daerah otonom.


5.      Keputusan Menteri
a.        Kepmendikbud 235/P/2018: Perpanjangan Masa Bakti Keanggotaan Badan Standar Nasional Pendidikan Periode Tahun 2014-2018 sampai dengan 31 Mei 2019.
b.      Kepmendikbud 220/P/2014: Pengangkatan Anggota Badan Standar Nasional Pendidikan Periode Tahun 2014-2018.
c.       Kepmendikbud 189/P/2013: Unit Implementasi Kurikulum 2013.
d.      Kepmendiknas 129a/U/2004: Standar Pelayanan Minimal Bidang Pendidikan.
6.      Peraturan Menteri
a.                    Permendikbud 20 Tahun 2018: Penguatan Pendidikan Karakter pada Satuan Pendidikan Formal.
b.                  Permenag 9 Tahun 2018: Buku Pendidikan Agama.
c.                   Permendikbud 4 Tahun 2018: Penilaian Hasil Belajar oleh Satuan Pendidikan dan Penilaian Hasil Belajar oleh Pemerintah.
d.                  Permendikbud 30 Tahun 2017: Pelibatan Keluarga pada Penyelenggaraan Pendidikan.
e.                   Permendikbud 23 Tahun 2017: Hari Sekolah.
f.                   Permendikbud 17 Tahun 2017: Penerimaan Peserta Didik Baru pada Taman Kanak-kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, Sekolah Menengah Kejuruan, atau bentuk lain yang sederajat.
g.                  Permendikbud 14 Tahun 2017: Ijazah dan Sertifikat Hasil Ujian Nasional.
Perkabalitbang 018/H/EP/2017: Bentuk, Spesifikasi, Pencetakan/Penggandaan, Pendistribusian, dan Pengisian Blangko Ijazah pada Satuan Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah Tahun Pelajaran 2016/2017.
h.                  Permendikbud 3 Tahun 2017: Penilaian Hasil Belajar oleh Pemerintah dan Penilaian Hasil Belajar oleh Satuan Pendidikan.
i.                    Permendikbud 75 Tahun 2016: Komite Sekolah.
j.                    Permendikbud 26 Tahun 2016: Standar Sarana dan Prasarana Lembaga Kursus dan Pelatihan Bahasa, Fotografi, Merangkai Bunga Kering dan Bunga Buatan, Pijat Pengobatan Refleksi, dan Teknisi Akuntansi.
k.                  Permendikbud 24 Tahun 2016: Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Pelajaran pada Kurikulum 2013 pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah.
l.                    Permendikbud 23 Tahun 2016: Standar Penilaian Pendidikan. (offsite)
m.                Permendikbud 22 Tahun 2016: Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah.
n.                  Permendikbud 21 Tahun 2016: Standar Isi Pendidikan Dasar dan Menengah.
o.                  Permendikbud 20 Tahun 2016: Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Dasar dan Menengah.
p.                  Permendikbud 8 Tahun 2016: Buku yang digunakan oleh Satuan Pendidikan.
q.                  Permendikbud 5 Tahun 2016: Standar Kompetensi Lulusan Kursus dan Pelatihan.
r.                    Permendikbud 79 Tahun 2015: Data Pokok Pendidikan.
s.                   Permendikbud 57 Tahun 2015: Penilaian Hasil Belajar oleh Pemerintah Melalui Ujian Nasional, dan Penilaian Hasil Belajar oleh Satuan Pendidikan Melalui Ujian Sekolah/Madrasah/Pendidikan Kesetaraan pada SMP/MTs atau yang Sederajat dan SMA/MA/SMK atau yang Sederajat.
t.                    Permendikbud 53 Tahun 2015: mencabut Permendikbud No. 104 Tahun 2014 tentang penilaian hasil belajar oleh pendidik pada pendidikan dasar dan pendidikan menengah.
u.                  Permendikbud 50 Tahun 2015: Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia.
v.                  Permendikbud 22 Tahun 2015: Renstra Kemendikbud Tahun 2015-2019.
w.                Permendikbud 11 Tahun 2015: Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, lengkap dengan lampirannya.
x.                  Permendikbud 1 Tahun 2015: Buku teks pelajaran dan buku panduan guru Kurikulum 2013 Kelompok Peminatan Pendidikan Menengah yang memenuhi syarat kelayakan untuk digunakan dalam pembelajaran.
y.                  Permendikbud 137 Tahun 2014: Standar Nasional Pendidikan Anak Usia Dini.
z.                   Permendikbud 131 Tahun 2014: Standar Kompetensi Lulusan Kursus dan Pelatihan.
aa.               Permendikbud 129 Tahun 2014: Sekolah rumah.
bb.              Permendikbud 127 Tahun 2014: Standar Sarana dan Prasarana Lembaga Kursus dan Pelatihan.
cc.               Permendikbud 119 Tahun 2014: Penyelenggaraan Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) pada jenjang pendidikan dasar dan pendidikan menengah.
dd.             Permendikbud 104 Tahun 2014: Penilaian hasil belajar oleh pendidik pada jenjang pendidikan dasar dan pendidikan menengah.
ee.               Permendikbud 79 Tahun 2014: Muatan lokal Kurikulum 2013.
ff.                Permendikbud 65 Tahun 2014: Buku teks pelajaran dan Buku Panduan Guru Kurikulum 2013 Kelompok Peminatan Pendidikan Menengah yang memenuhi syarat kelayakan untuk digunakan dalam pembelajaran.
gg.              Permendikbud 49 Tahun 2014: Standar Nasional Pendidikan Tinggi (lengkap dengan lampirannya).
hh.              Permendikbud 33 Tahun 2014: Perubahan atas Permendikbud No. 16 Tahun 2013 tentang perubahan atas Permendikbud No. 37 Tahun 2012 tentang Perubahan atas Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP).
ii.                  Permendikbud 96 Tahun 2013: Badan Standar Nasional Pendidikan.
jj.                  Permendikbud 81A Tahun 2013: Implementasi Kurikulum 2013.
kk.              Permendikbud 71 Tahun 2013: Buku teks pelajaran dan Buku Panduan untuk Pendidikan dasar dan Menengah.
ll.                  Permendikbud 70 Tahun 2013: Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah Menengah Kejuruan/Madrasah Aliyah Kejuruan.
mm.          Permendikbud 69 Tahun 2013: Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah.
nn.              Permendikbud 68 Tahun 2013: Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah.
oo.              Permendikbud 67 Tahun 2013: Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah.
pp.              Permendikbud 66 Tahun 2013: Standar Penilaian Pendidikan.
qq.              Permendikbud 65 Tahun 2013: Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah.
rr.                 Permendikbud 64 Tahun 2013: Standar Isi Pendidikan Dasar dan Menengah. Permendikbud ini mencabut Permendiknas 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
ss.                Permendikbud 54 Tahun 2013: Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Dasar dan Menengah.
tt.                 Permendikbud 16 Tahun 2013: Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP), perubahan pertama atas Permendikbud No. 37 Tahun 2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP).
uu.              Permendikbud 37 Tahun 2012: Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP).
vv.              Permendiknas 31 Tahun 2012: Standar Kompetensi Lulusan Kursus.
ww.          Permendiknas 47 Tahun 2010: Standar Kompetensi Lulusan Kursus.
xx.              Permendiknas 20 Tahun 2010: Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria di Bidang Pendidikan.
yy.              Permendiknas 69 Tahun 2009: Standar biaya operasi non-personalia tahun 2009.
zz.               Permendiknas 44 Tahun 2009: Standar Pengelola pendidikan pada Program Paket A, Paket B, dan Paket C.
aaa.            Permendiknas 43 Tahun 2009: Standar Tenaga administrasi pendidikan pada program Paket A, Paket B, dan Paket C.
bbb.          Permendiknas 42 Tahun 2009: Standar Pengelola Kursus.
ccc.            Permendiknas 41 Tahun 2009: Standar Pembimbing pada Kursus dan Pelatihan.
ddd.         Permendiknas 40 Tahun 2009: Standar Penguji pada kursus dan pelatihan.
eee.            Permendiknas 70 Tahun 2008: Uji Kompetensi bagi Peserta Didik Kursus dan Pelatihan dari Satuan Pendidikan Nonformal atau Warga Masyarakat yang Belajar Mandiri.
fff.             Permendiknas 66 Tahun 2008: Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Sumatera Barat, Jawa Tengah, dan Sulawesi Selatan.
ggg.          Permendiknas 40 Tahun 2008: Standar Sarana dan Prasarana untuk Sekolah Menengah Kejuruan/Madrasah Aliyah Kejuruan (SMK/MAK).
hhh.          Permendiknas 27 Tahun 2008: Standar kualifikasi akademik dan kompentensi Konselor.
iii.                Permendiknas 26 Tahun 2008: Standar tenaga laboratorium sekolah/madrasah.
jjj.                Permendiknas 25 Tahun 2008: Standar tenaga perpustakaan sekolah/madrasah.
kkk.          Permendiknas 24 Tahun 2008: Standar tenaga administrasi sekolah/madrasah.
lll.                Permendiknas 50 Tahun 2007: Standar Pengelolaan Pendidikan oleh Pemerintah Daerah.
mmm.    Permendiknas 20 Tahun 2007: Standar Penilaian Pendidikan.
nnn.          Permendiknas 16 Tahun 2007: Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru.
ooo.          Permendiknas 14 Tahun 2007: Standar Isi untuk Program Paket A, Program Paket B dan Program Paket C.
ppp.          Permendiknas 12 Tahun 2007: Standar Pengawas Sekolah/Madrasah.
qqq.          Permendiknas 13 Tahun 2007: Standar Kepala Sekolah/Madrasah.
rrr.               Permendiknas 22 Tahun 2006: Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Dicabut oleh Permendikbud 64 Tahun 2013: Standar Isi Pendidikan Dasar dan Menengah.
7.      Undang-Undang No.20 Tahun 2003, Tentang Sistem Pendidikan Nasional
Undang-undang ini selain memuat pembaharuan visi dan misi pendidikan nasional, juga terdiri dari 77 Pasal yang mengatur tentang ketentuan umum(istilah-istilah terkait dalam dunia pendidikan), dasar, fungsi dan tujuan pendidikan nasional, prinsip penyelenggaraan pendidikan, hak dan kewajiban warga negara, orang tua dan masyarakat, peserta didik, jalur jenjang dan jenis pendidikan, bahasa pengantar, stándar nasional pendidikan, kurikulum, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana pendidikan, pendanaan pendidikan, pengelolaan pendidikan, peran serta masyarakat dalam pendidikan, evaluasi akreditasi dan sertifikasi, pendirian satuan pendidikan, penyelenggaraan pendidikan oleh lembaga negara lain, pengawasan, ketentuan pidana, ketentuan peralihan dan ketentuan penutup.
8.      Undang-Undang NO. 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen.
Undang-Undang ini memuat 84 pasal yang mengatur tentang ketentuan umum, kedudukan fungsi dan tujuan, prinsip profesionalitas, seluruh peraturan tentang guru dan dosen dari kualifikasi akademik, hak dan kewajiban sampai organisasi profesi dan kode etik, sanksi bagi guru dan dosen yang tidak menjalankan sebagaimana mestinya, ketentun peralihan dan ketentuan hidup.
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen menegaskan bahwa guru dan dosen wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, dan memenuhi kualifikasi lain yang dipersyaratkan satuan pendidikan tinggi tempat bertugas, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Undang-Undang ini dianggap bisa menjadi payung hukum untuk guru dan dosen tanpa adanya perlakuan yang berbeda antara guru negeri dan swasta. Undang-Undang Guru dan Dosen secara gamblang dan jelas mengatur secara detail aspek-aspek yang selama ini belum diatur secara rinci. Semisal, kedudukan, fungsi dan tujuan dari guru, hak dan kewajiban guru, kompetensi dll. Namun sayang, masih ada sejumlah kelemahan dan kekurangan yang ada pada Undang-Undang Guru dan Dosen, dan masih menjadi permasalahan serta perdebatan yang tak kunjung usai. Dimulai dari bunyi pasal yang tidak jelas, sampai pada beberapa peningkatan mutu dan kesejahteraan pendidikan yang dituangkan dalam Undang-Undang tersebut. Masih banyak kalangan pesimis yang berpendapat bahwa pemerintah tidak akan rela merogoh uangnya untuk menukarnya dengan mutu pendidikan, apalagi mensejahterakan guru yang sudah akrab dengan penderitaan itu. Selain itu proses pelaksanaannya pun masih belum optimal, sasaran yang dapat dicapai hanya beberapa hal dari seluruh pernyataan yang tertuang dalam Undang-Undang tersebut.
9.      Undang-Undang No.19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan.
            Undang-undang ini memuat 97 Pasal yang mengatur tentang Ketentuan Umum, Lingkup, Fungsi dan Tujuan, Standar Isi, Standar Proses, Standar Kompetensi Lulusan, Standar Pendidikan dan Tenaga Pendidikan, Standar Sarana dan Prasarana, Standar Pengelolaan, Standar Pembiayaan, Standar Penilaian Pendidikan, Badan Standar Nasional Pendidikan, Evaluasi, Akreditasi, Sertifikasi, Penjamin Mutu, Ketentuan Peralihan, Ketentuan Penutup.
Menurut Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: “Standar nasional pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia”.
10.  Undang-Undang tentang otonomi daerah.
a.        Ketetapan MPR RI Nomor XV/MPR/1998. Peraturan perundang-undangan otonomi daerah di Indonesia yang pertama ialah Tap MPRI RI No. XV/MPR/1998. Menurut Tap MPRI RI No. XV/MPR/1998 yang mengatur ketetapan ini mengatur tentang penyelenggaraan otonomi daerah, pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sedikit banyak ketetapan MPR RI ini berisi tentang asas-asas otonomi daerah, terutama mengenai contoh penerapan asas desentralisasi dalam penyelenggaraan kedaulatan rakyat di Indonesia. Ketetapan MPRI RI yang dikeluarkan pada era demokrasi reformasi ini menunjukkan semangat pemerataan dan perimbangan dalam hal pengelolaan sumber daya nasional dengan berkeadilan. Dengan begitu, tidak akan terjadi ketimpangan pembangunan di antara satu daerah dengan daerah lainnya yang disebabkan oleh kekuasaan pemerintah pusat selaku pemegang kekuasaan sentralisasi. Ketetapan ini juga mengamanatkan agar penyelenggaraan otonomi daerah di seluruh wilayah Indonesia memiliki tujuan yaitu untuk mencapai kemakmuran masyarakat daerah dan bangsa secara keseluruhan.
b.      Ketetapan MPR RI Nomor IV/MPR/2000. Peraturan perundang-undangan otonomi daerah di Indonesia yang selanjutnya ialah Tap MPR RI No. IV/MPR/2000 yang membahas mengenai materi rekomendasi kebijakan dalam penyelenggaraan otonomi daerah. Ketetapan MPR RI ini dikeluarkan dua tahun setelah Tap MPR RI No. XV/MPR/1998. Pada tahun tersebut, terjadi pertimbangan untuk mengeluarkan Tap MPR RI yang menjabarkan secara lebih lanjut Tap MPR RI mengenai otonomi daerah yang sebelumnya. Ketetapan ini sendiri dikeluarkan dengan pertimbangan bahwa penyelenggaraan otonomi daerah selama tahun-tahun sebelumnya belum dilaksanakan seperti yang diharapkan sehingga banyak terjadi kegagalan. Berdasarkan kegagalan dalam penyelenggaraan otonomi daerah yang banyak terjadi itulah MPR RI mengeluarkan naskah rekomendasi kebijakan dalam penyelenggaraan otonomi daerah. Naskah tersebut berisi rumusan permasalahan penyelenggaraan otonomi daerah beserta dengan rekomendasi kebijakan yang merupakan solusi atas permasalah dalam penyelenggaraan otonomi daerah tersebut.
c.       UU No. 32 Tahun 2004. Peraturan perundang-undangan otonomi daerah yang selanjutnya yaitu UU No. 32 tahun 2004 yang mengatur tentang Pemerintahan Daerah. Undang-Undang ini merupakan UU pertama yang dikeluarkan berkenaan dengan otonomi daerah setelah dikeluarkannya Tap MPR RI No. XV/MPR/1998. UU ini secara lengkap membahas mengenai pemerintahan daerah yang merupakan ujung tombak penyelenggaraan otonomi daerah di Indonesia. Pemberlakuan dari UU ini mempertimbangkan bahwa efisiensi dan efektivitas dari penyelenggaraan pemerintahan daerah perlu ditingkatkan dengan lebih memperhatikan aspek hubungan struktural dan fungsional pemerintah pusat dan daerah, dan juga aspek potensi serta keanekaragaman daerah. UU ini juga merupakan amanat dari pasal-pasal dalam UUD 1945 yang membahas mengenai pemerintahan daerah. Setiap upaya penyelenggaraan otonomi daerah di Indonesia haruslah berpegangan pada UU ini agar tujuan pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dapat tercapai dengan baik dan benar sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
d.      UU No. 33 Tahun 2004. Peraturan perundang-undangan otonomi daerah di Indonesia yang selanjutnya yaitu UU No. 33 Tahun 2004 yang membahas mengenai materi  perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Dapat kita katakan bahwa UU ini merupakan penjabaran lebih lanjut dari Tap MPR RI No. XV/MPR/1998 yang secara khusus membahas perihal perimbangan keuangan pusat dan daerah. UU ini merupakan bentuk penyesuaian dari pelaksanaan perimbangan keuangan yang mengikuti perkembangan zaman serta dinamika yang terjadi di masyarakat Indonesia. UU ini memuat prinsip kebijakan perimbangan keuangan yang menyeluruh dalam rangka pendanaan dari penyelenggaraan ketiga asas otonomi daerah, yaitu desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan.
UU No. 23 Tahun 2014. Peraturan perundang-undangan otonomi daerah di Indonesia yang terakhir kita bahas yaitu UU No. 23 tahun 2014. UU ini merupakan revisi atau perubahan dari beberapa pasal dalam UU No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah. Di dalam UU ini, terdapat pengaturan mengenai pembagian wilayah negara, kekuasaan pemerintahan, urusan pemerintahan (baik yang berupa klasifikasi urusan pemerintahan, urusan pemerintahan absolut, dan urusan pemerintahan konkuren serta urusan pemerintahan umum). UU ini juga membahas mengenai adanya Forkopimda, yaitu forum koordinasi pemimpin daerah yang bermanfaat untuk menunjang kelancara pelaksanaan urusan pemerintahan umum. Selain itu, UU ini juga membahas kekhususan wewenang daerah provinsi di laut dan daerah provinsi yang berciri kepulauan. Penyampaian di atas merupakan penjelasan paling lengkap mengenai materi peraturan perundang-undangan otonomi daerah di Indonesia yang dapat penulis sampaikan kepada pembaca dalam kesempatan yang indah kali ini. Semoga dengan membaca artikel ini pembaca dapat memahami apa saja yang menjadi peraturan perundang-undangan otonomi daerah di indonesia, baik yang berupa ketetapan MPR RI maupun yang berupa Undang-Undang. Dari penyampaian di atas pula kita dapat mengetahui bahwa keberadaan peraturan perundang-undangan ini merupakan suatu hal yang menjadi kebutuhan negara ini dalam penyelenggaraan kedaulatan rakyat.
11.  Peraturan Menteri No. 22 tahun 2006 tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
STANDAR ISI UNTUK SATUAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL,
Menimbang  :  bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal 8 ayat (3), Pasal 10 ayat (3),  Pasal 11 ayat (4), Pasal 12 ayat (2), dan Pasal 18 ayat (3)  Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah;
Mengingat:a.  Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301);
b. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4496);
c.  Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tatakerja Kementrian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2005;
d. Keputusan Presiden  Nomor 187/M Tahun 2004 mengenai Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir  dengan Keputusan Presiden  Nomor 20/P Tahun 2005;
Memperhatikan : Surat Ketua Badan Standar Nasional Pendidikan Nomor 0141/BSNP/III/2006 tanggal 13 Maret 2006 dan Nomor 0212/BSNP/V/2006 tanggal 2 Mei;
MEMUTUSKAN: PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL TENTANG STANDAR ISI UNTUK SATUAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH.
Pasal 1:
a.       Standar Isi untuk satuan Pendidikan Dasar dan Menengah yang selanjutnya disebut Standar Isi mencakup lingkup materi minimal dan tingkat kompetensi  minimal untuk mencapai kompetensi lulusan minimal pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.
b.      Standar Isi  sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum pada Lampiran  Peraturan Menteri ini.
Pasal 2:
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
12.  Peraturan Menteri No.23 tahun 2006 Tentang standar kompetensi Lulusan
PELAKSANAAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 22 TAHUN 2006 TENTANG STANDAR ISI UNTUKSATUAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG STANDAR KOMPETENSI LULUSAN UNTUK SATUAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL.
Menimbang : bahwa agar Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dapat dilaksanakan di satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah secara baik, perlu menetapkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional tentang Pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah;
Mengingat : a. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301);
b. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4496);
c.   Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tatakerja Kementrian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2005;
d  Keputusan Presiden Nomor 187/M Tahun 2004 mengenai Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun 2005;
e.   Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah;
f.    Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah;
Menetapkan:  PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL TENTANG PELAKSANAAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 22 TAHUN 2006 TENTANG STANDAR ISI UNTUK SATUAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG STANDAR KOMPETENSI LULUSAN UNTUK SATUAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH.
Pasal 1:
a.       Satuan pendidikan dasar dan menengah mengembangkan dan menetapkan kurikulum tingkat satuanpendidikan dasar dan menengah sesuai kebutuhan satuan pendidikanyang bersangkutan berdasarkan pada :
1)      Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 36 sampai dengan Pasal 38;
2)      Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 5 sampai dengan Pasal 18, dan Pasal 25 sampai dengan Pasal 27;
3)      Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah;
4)      Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
b.      Satuan pendidikan dasar dan menengah dapat mengembangkan kurikulum dengan standar yang lebih tinggi dari Standar Isi sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Standar Kompentesi Lulusan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
c.       Pengembangan dan penetapan kurikulum tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah memperhatikan panduan penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah yangdisusun Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).
d.       Satuan pendidikan dasar dan menengah dapat mengadopsi atau mengadaptasi model kurikulum tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah yang disusun oleh BSNP.
e.       Kurikulum satuan pendidikan dasar dan menengah ditetapkan oleh kepala satuan pendidikan dasar dan menengah setelah memperhatikan pertimbangan dari Komite Sekolah atau Komite Madrasah.
Pasal 2:
a.       Satuan pendidikan dasar dan menengah dapat menerapkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah mulai tahun ajaran 2006/2007.
b.      Satuan pendidikan dasar dan menengah harus sudah mulai menerapkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah paling lambat tahun ajaran 2009/2010.
c.       Satuan pendidikan dasar dan menengah pada jenjang pendidikan dasar  dan menengah yang telah melaksanakan uji coba kurikulum 2004 secara menyeluruh dapat menerapkan secara menyeluruh Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah untuk semua tingkatan kelasnya mulai tahun ajaran 2006/2007.
d.      Satuan pendidikan dasar dan menengah yang belum melaksanakan uji coba kurikulum 2004, melaksanakan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah secara bertahap dalam waktu paling lama 3 tahun, dengan tahapan :
1)      Untuk sekolah dasar (SD), madrasah ibtidaiyah (MI), dan sekolah dasar luar biasa (SDLB):
a)      tahun I : kelas 1 dan 4;
b)      tahun II : kelas 1,2,4, dan 5;
c)      tahun III : kelas 1,2,3,4,5 dan 6.
2)      Untuk sekolah menengah pertama (SMP), madrasah tsanawiyah (MTs), sekolah menengah atas (SMA), madrasah aliyah (MA), sekolah menengah kejuruan (SMK), madrasah aliyah kejuruan (MAK), sekolah menengah pertama luar biasa (SMPLB), dan sekolah menengah atas luar biasa (SMALB) :
a.       tahun I : kelas 1;
b.      tahun II : kelas 1 dan 2;
c.       tahun III : kelas 1,2, dan 3.
e.       Penyimpangan terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan setelah mendapat izin Menteri Pendidikan Nasional.
Pasal 3:
a.       Gubernur dapat mengatur jadwal pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, untuk satuan pendidikan menengah dan satuan pendidikan khusus, disesuaikan dengan kondisi dan kesiapan satuan pendidikan di provinsi masing-masing.
b.       Bupati/walikota dapat mengatur jadwal pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, untuk satuan pendidikan dasar, disesuaikan dengan kondisi dan kesiapan satuan pendidikan di kabupaten/kota masing-masing.
c.       Menteri Agama dapat mengatur jadwal pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, untuk satuan pendidikan madrasah ibtidaiyah (MI), madrasah tsanawiyah (MTs), madrasah aliyah (MA), dan madrasah aliyah kejuruan (MAK), disesuaikan dengan kondisi dan kesiapan satuan pendidikan yang bersangkutan.
Pasal 4:
a.       BSNP melakukan pemantauan perkembangan dan evaluasi pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, pada tingkat satuan pendidikan, secara nasional.
b.      BSNP dapat mengajukan usul revisi Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah sesuai dengan keperluan berdasarkan pemantauan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 5:
a.       Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah:
1)      menggandakan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, serta mendistribusikannya kepada setiap satuan pendidikan secara nasional;
2)      melakukan usaha secara nasional agar sarana dan prasarana satuan pendidikan dasar dan menengah dapat mendukung penerapan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
Pasal 6:
a.       Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan:
1)      melakukan sosialisasi Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, dan panduan penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah yang disusun BSNP, terhadap guru, kepala sekolah, pengawas, dan tenaga kependidikan lainnya yang relevan melalui Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) dan/atau Pusat Pengembangan dan Penataran Guru (PPPG);
2)      melakukan sosialisasi Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, dan panduan penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah yang disusun BSNP kepada dinas pendidikan provinsi, dinas pendidikan kabupaten/kota, dan dewan pendidikan;
3)      membantu pemerintah provinsi dan kabupaten/kota dalam penjaminan mutu satuan pendidikan dasar dan menengah agar dapat memenuhi Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, melalui LPMP.
Pasal 7:
Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional:
a.       mengembangkan model-model kurikulum sebagai masukan bagi BSNP;
b.      mengembangkan dan mengujicobakan model-model kurikulum inovatif;
c.       mengembangkan dan mengujicobakan model kurikulum untuk pendidikan layanan khusus;
d.      bekerjasama dengan perguruan tinggi dan/atau LPMP melakukan pendampingan satuan pendidikan dasar dan menengah dalam pengembangan kurikulum satuan pendidikan dasar dan menengah;
e.       memonitor secara nasional penerapan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, mengevaluasinya, dan mengusulkan rekomendasi kebijakan kepada BSNP dan/atau Menteri;
f.       mengembangkan pangkalan data yang rinci tentang pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
Pasal 8:
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi:
a.       melakukan sosialisasi Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, di kalangan lembaga pendidikan tenaga keguruan (LPTK);
b.      memfasilitasi pengembangan kurikulum dan tenaga dosen LPTK yang mendukung pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
Pasal 9:
Sekretariat Jenderal melakukan sosialisasi Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, kepada pemangku kepentingan umum.
Pasal 10:
Departemen lain yang menyelenggarakan satuan pendidikan dasar dan menengah :
a.       melakukan sosialisasi Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah sesuai dengan kewenangannya dan berkoordinasi dengan Departemen Pendidikan Nasional;
b.      mengusahakan secara nasional sesuai dengan kewenangannya agar sarana, prasarana, dan sumber daya manusia satuan pendidikan yang
berada di bawah kewenangannya mendukung pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah;
c.       melakukan supervisi, memantau, dan mengevaluasi pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah sesuai dengan kewenangannya.
Pasal 11:
Dengan berlakunya Peraturan Menteri ini, Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan :
a.       Nomor 060/U/1993 tentang Kurikulum Pendidikan Dasar;
b.      Nomor 061/U/1993 tentang Kurikulum Sekolah Menengah Umum;
c.       Nomor 080/U/1993 tentang Kurikulum Sekolah Menengah Kejuruan;
d.      Nomor 0126/U/1994 tentang Kurikulum Pendidikan Luar Biasa; dinyatakan tidak berlaku bagi satuan pendidikan dasar dan menengah sejak satuan pendidikan dasar dan menengah yang bersangkutan melaksanakan Peraturan Menteri ini sebagaimana diatur dalam Pasal 2 dan Pasal 3.

Pasal 12:
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan
13.  Peraturan Menteri No. 24 tahun 2016 tentang Pelaksanaan Peraturan Menteri No. 22 dan No. 23 tahun 2006.
 PERUBAHAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 24 TAHUN 2006 TENTANG PELAKSANAAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 22 TAHUN 2006 TENTANG STANDAR ISI UNTUK SATUAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG STANDAR KOMPETEN ISI LULUSAN UNTUK SATUAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL.
Menimbang : bahwa dalam rangka perluasan akses sosialisasi Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan, perlu mengubah Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah;
Mengingat : 1. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar  Nasional Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4496);
2. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 94 Tahun 2006;
3. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 187/M Tahun 2004 mengenai Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 20/P Tahun 2005;
4. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah;
5. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah;
Menetapkan :PERUBAHAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 24 TAHUN 2006 TENTANG PELAKSANAAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 22 TAHUN 2006 TENTANG STANDAR ISI UNTUK SATUAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG STANDAR KOMPETENSI LULUSAN UNTUK SATUAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH.
Pasal I :
Beberapa Ketentuan dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah diubah sebagai berikut.
a.       Ketentuan dalam Pasal 1 ayat (4) diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 1:(4) Satuan pendidikan dapat mengadopsi atau mengadaptasi model kurikulum tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah yang disusun oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional bersama unit utama terkait.
b.      Ketentuan dalam Pasal 5 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 5: Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah:
1)      menggandakan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, panduan penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah, dan model kurikulum tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah, serta mendistribusikannya kepada setiap satuan pendidikan secara nasional;
2)      melakukan bimbingan teknis, supervisi, dan evaluasi pelaksanaan kurikulum yang didasarkan pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusanuntuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
3)      melakukan usaha secara nasional agar sarana dan prasarana satuan pendidikan dasar dan menengah dapat mendukung penerapan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
Pasal 2:
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
14.  Keputusan Menteri No. 34/U/03 tentang Pengangkatan Guru Bantu.
 PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 141 TAHUN 2014 TENTANG PENGHENTIAN  PERJANJIAN KERJA SAMA GURU BANTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang: a. bahwa pengangkatan Guru Bantu pada tahun 2003 dan 2004  berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 034/U/2003 tentang Guru Bantu dimaksudkan untuk mengatasi kekurangan guru,
b. bahwa berdasarkan data surat perjanjian kerja sama guru bantu secara nasional, guru bantu yang diangkat pada satuan pendidikan tempat guru tersebut diangkat sebagian besar telah berpindah ke satuan pendidikan lain;
c  bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan b perlu menetapkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tentang Penghentian Perjanjian Kerja Sama Guru Bantu;
Mengingat: a  Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia   Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301);
       b. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
c.  Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4586);
d. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 4916);
e.  Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
f.    Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang
      Guru (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor
      194, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4941);
g.   Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5105) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2010 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5157);
h.  Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 13Tahun 2013;
i.  Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 14Tahun 2014;
j. Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009 mengenai Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu II, sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 56/P Tahun 2014;
Menetapkan:PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANTENTANG PENGHENTIAN PERJANJIAN KERJA SAMAGURU BANTU.
Pasal 1:
a.       Perjanjian kerja samaguru bantu secara nasional dihentikan dan dinyatakan berakhir pada tanggal 31 Desember 2015.
b.      Dengan berakhirnya perjanjian kerja sama guru bantu secara nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1), honorarium guru bantu dihentikan.
Pasal 2:
c.       Berdasarkan kewenangannya, pemerintah daerah atau masyarakat penyelenggara pendidikan dapat mengoptimalkan peran guru bantu.
d.      Berdasarkan analisis kebutuhan, optimalisasi peran guru bantu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengangkatan guru bantu sebagai calon pegawai negeri sipil atau sebagai guru tetap pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat.
e.       Pelaksanaan optimalisasi peran guru bantu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibebankan pada anggaran pendapatan dan belanja daerah atau anggaran yayasan penyelenggara pendidikan.
Pasal 3:
Dengan berlakunya Peraturan Meteri ini, Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 034/U/2003 tentang Guru Bantu dicabut dan dinyatakan tidak berlaku sejak tanggal 1 Januari 2016
Pasal 4:
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Rep ublik Indonesia.
15.  Keputusan Menteri No. 3 tahun 2003 tentang Tunjangan Tenaga Kependidikan.
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2003 TENTANG TUNJANGAN TENAGA KEPENDIDIKAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang: bahwa tunjangan tenaga kependidikan sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Presiden Nomor 23 Tahun 1995 tentang Tunjangan Tenaga Kependidikan sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 101 Tahun 2000, sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan, oleh karena itu dipandang perlu mengatur kembali tunjangan tenaga kependidikan dengan Keputusan Presiden;
Mengingat:
a.    Pasal 4 ayat (1) UndangUndang Dasar 1945;
b.   Undang undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian  (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3041) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3890);
c.    Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Tahun 1989 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3390),
d.   Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839);
e.    Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1977 tentang Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 1977 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3098) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2001 (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 49);
f.    Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1979 tentang Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 1979 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3149) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1994 (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 1);
g.   Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1990 tentang Pendidikan Pra Sekolah (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 35, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3411);
h.   Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1990 tentang Pendidikan Dasar (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3412) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 1998 (Lembaran Negara Tahun 1998 Nomor 90, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3763),
i.     Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1990 tentang Pendidikan Menengah (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3413) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 1998 (Lembaran Negara Tahun 1998 Nomor 91, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3764);
j.     Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1991 tentang Pendidikan Luar Biasa (Lembaran Negara Tahun 1991 Nomor 94, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3460);
k.   Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1991 tentang Pendidikan Luar Sekolah (Lembaran Negara Tahun 1991 Nomor 95, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3461),
l.     Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1992 tentang Tenaga Kependidikan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3484) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2000 (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 91, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3974);
m. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3547);
n.   Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2000 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 193, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4014);
Menetapkan: KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG TUNJANGAN TENAGA KEPENDIDIKAN.
Pasal 1:
Dalam Keputusan Presiden ini yang dimaksud dengan Tunjangan Tenaga Kependidikan adalah tunjangan yang diberikan kepada :
a.       Guru yang ditugaskan pada :
1)      Taman Kanak: kanak, Raudlatul Athfal/Bustanul Athfal, dan yang sederajat;
2)      Sekolah Dasar, Sekolah Dasar Luar Biasa, Madrasah Ibtidaiyah, dan yang sederajat;
3)      Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama, Madrasah Tsanawiyah, dan yang sederajat;
4)      Sekolah Menengah, Sekolah Luar Biasa, Madrasah Aliyah, dan yang sederajat.
b.      Pamong Belajar yang ditugaskan pada :
1)      Sanggar Kegiatan Belajar; dan
2)      Balai Pengembangan Kegiatan Belajar.
c.       Penilik yang diberi tugas secara penuh untuk melakukan kegiatan penilikan Pendidikan Luar Sekolah pada Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota atau Dinas yang bertanggung jawab di bidang Pendidikan Luar Sekolah.
d.      Guru yang diberi tugas tambahan sebagai Kepala Taman Kanak-kanak, Raudlatul Athfal/Bustanul Athfal, dan yang sederajat.
e.       Guru yang diberi tugas tambahan sebagai Kepala Sekolah Dasar, Sekolah Dasar Luar Biasa, Madrasah Ibtidaiyah, dan yang sederajat.
f.       Guru yang diberi tugas tambahan sebagai Kepala Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama, Madrasah Tsanawiyah, dan yang sederajat.
g.      Guru yang diberi tugas tambahan sebagai Kepala Sekolah Menengah, Sekolah Luar Biasa, Madrasah Aliyah, dan yang sederajat;
h.      Pengawas Sekolah dan Pengawas Mata Pelajaran Pendidikan Agama pada Taman Kanak-kanak, Raudlatul Athfal/Bustanul Athfal, Sekolah Dasar, Sekolah Dasar Luar Biasa, Madrasah Ibtidaiyah, dan yang sederajat;
i.        Pengawas Mata Pelajaran/Rumpun Mata Pelajaran dan Pengawas Bimbingan dan Konseling pada Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama, Madrasah Tsanawiyah, Sekolah Menengah, Madrasah Aliyah, dan yang sederajat;
j.        Pengawas Pendidikan Luar Biasa pada Sekolah Luar Biasa.
Pasal 2:
Kepala Sekolah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1, bukan jabatan struktural.
Pasal 3:
a.       Pegawai Negeri Sipil yang diangkat dan ditugaskan secara penuh sebagai Tenaga Kependidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1, diberikan Tunjangan Tenaga Kependidikan setiap bulan.
b.      Besarnya Tunjangan Tenaga Kependidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran Keputusan Presiden ini.
Pasal 4:
Pemberian Tunjangan Tenaga Kependidikan dihentikan apabila Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 diangkat dalam jabatan struktural atau dalam jabatan fungsional lain atau karena hal lain yang mengakibatkan pemberian tunjangan dihentikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 5:
a.       Ketentuan pelaksanaan Keputusan Presiden ini, diatur lebih lanjut oleh Menteri Keuangan dan Kepala Badan Kepegawaian Negara, baik secara bersama maupun sendiri-sendiri menurut bidang tugasnya masing-masing.
b.      Ketentuan pelaksanaan yang ditetapkan sebelum berlakunya Keputusan Presiden ini dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan/atau belum diubah berdasarkan Keputusan Presiden ini.
Pasal 6:
Dengan berlakunya Keputusan Presiden ini, maka Keputusan Presiden Nomor 23 Tahun 1995 tentang Tunjangan Tenaga Kependidikan sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 101 Tahun 2000 dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 7:
Keputusan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan dan mempunyai daya laku surut sejak tanggal 1 Oktober 2002
16.  Peraturan Menteri No. 18 tahun 2007 tentang Sertifikasi bagi Guru dalam Jabatan.
 PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2007 TENTANG SERTIFIKASI BAGI GURU DALAM JABATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN NASIONA
Menimbang: a. bahwa berdasarkan Pasal 82 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005    tentang Guru dan Dosen, Pemerintah wajib mulai melaksanakan program sertifikasi pendidik paling lama dalam waktu 12 bulan terhitung sejak berlakunya Undang-Undang tersebut;
b. bahwa Peraturan Pemerintah yang diamanatkan dalam Pasal 11 Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen belum terbit;
c. bahwa tugas pemerintahan dalam program sertifikasi bagi guru tidak boleh berhenti dengan alasan belum ditetapkannya peraturan pemerintah yang menjadi dasar pelaksanaan sertifikasi bagi guru;
d. bahwa dalam rangka mengisi kekosongan hukum pelaksanaan program sertifikasi bagi guru dalam jabatan perlu menetapkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional tentang Sertifikasi bagi Guru dalam Jabatan;
Mengingat: a. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (Lembaran   Negara Tahun 2005 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4586);
b. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Kementerian Negara RI, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 94 Tahun 2006;
c. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 187/M/2004 mengenai Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun 2005.
Menetapkan: PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL TENTANG SERTIFIKASI BAGI GURU DALAM JABATAN.
Pasal 1:
a.       Sertifikasi bagi guru dalam jabatan adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru dalam jabatan.
b.      Sertifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diikuti oleh guru dalam jabatan yang telah memiliki kualifikasi akademik sarjana (S1) atau diploma empat (D-IV).
c.       Sertifikasi bagi guru dalam jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang menyelenggarakan program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi dan ditetapkan oleh Menteri Pendidikan Nasional.
Pasal 2:
a.       Sertifikasi bagi guru dalam jabatan dilaksanakan melalui uji kompetensi untuk memperoleh sertifikat pendidik.
b.      Uji kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam bentuk penilaian portofolio.
c.       Penilaian portofolio sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan pengakuan atas pengalaman profesional guru dalam bentuk penilaian terhadap kumpulan dokumen yang mendeskripsikan:
kualifikasi akademik;
1)      pendidikan dan pelatihan;
2)      pengalaman mengajar;
3)      perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran;
4)      penilaian dari atasan dan pengawas;
5)      prestasi akademik;
6)      karya pengembangan profesi;
7)      keikutsertaan dalam forum ilmiah;
8)      pengalaman organisasi di bidang kependidikan dan sosial; dan
9)      penghargaan yang relevan dengan bidang pendidikan.
d.      Guru dalam jabatan yang lulus penilaian portofolio sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mendapat sertifikat pendidik.
e.       Guru dalam jabatan yang tidak lulus penilaian portofolio dapat:
1)      melakukan kegiatan-kegiatan untuk melengkapi dokumen portofolio agar mencapai nilai lulus; atau
2)      mengikuti pendidikan dan pelatihan profesi guru yang diakhiri dengan ujian;
3)      sesuai persyaratan yang ditentukan oleh perguruan tinggi penyelenggara sertifikasi.
f.       Ujian sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b mencakup kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional.
g.      Guru dalam jabatan yang lulus pendidikan dan pelatihan profesi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b mendapat sertifikat pendidik.
h.      Guru dalam jabatan yang belum lulus pendidikan dan pelatihan profesi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b diberi kesempatan untuk mengulang ujian materi pendidikan dan pelatihan yang belum lulus.
Pasal 3:
a.       Perguruan tinggi penyelenggara sertifikasi bagi guru dalam jabatan memberi Nomor Pokok Mahasiswa peserta sertifikasi.
b.      Perguruan tinggi penyelenggara sertifikasi bagi guru dalam jabatan wajib melaporkan setiap perubahan berkenaan dengan mahasiswa peserta sertifikasi kepada Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi.
c.       Perguruan tinggi penyelenggara sertifikasi bagi guru dalam jabatan wajib melaporkan guru dalam jabatan yang sudah mendapat sertifikat pendidik kepada Direktur Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PMPTK) untuk memperoleh Nomor Registrasi Guru.
Pasal 4:
a.       Menteri Pendidikan Nasional menetapkan jumlah dan kuota peserta sertifikasi bagi guru dalam jabatan setiap tahun.
b.      Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya menentukan peserta sertifikasi berdasarkan kuota yang ditetapkan oleh Menteri Pendidikan Nasional.
c.       Penentuan peserta sertifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berpedoman pada kriteria yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal PMPTK.
Pasal 5
Dalam melaksanakan sertifikasi guru dalam jabatan mengacu pada pedoman sertifikasi guru dalam jabatan yang ditetapkan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi.
Pasal 6
a.       Guru Pegawai Negeri Sipil yang diangkat oleh Pemerintah Daerah yang telah memiliki sertifikat pendidik, nomor registrasi guru dari Departemen Pendidikan Nasional, dan melaksanakan beban kerja guru sekurang-kurangnya 24 (dua puluh empat) jam tatap muka dalam satu minggu berhak atas tunjangan profesi pendidik sebesar satu kali gaji pokok yang dibayarkan melalui Dana Alokasi Umum terhitung mulai bulan Januari pada tahun berikutnya setelah memperoleh sertifikat pendidik.
b.      Guru Pegawai Negeri Sipil yang diangkat oleh Pemerintah yang telah memiliki sertifikat pendidik, nomor registrasi guru dari Departemen Pendidikan Nasional, dan melaksanakan beban kerja guru sekurang-kurangnya 24 (dua puluh empat) jam tatap muka dalam satu minggu berhak atas tunjangan profesi pendidik sebesar satu kali gaji pokok yang dibayarkan melalui APBN terhitung mulai bulan Januari pada tahun berikutnya setelah memperoleh sertifikat pendidik.
c.       Guru Non Pegawai Negeri Sipil yang diangkat oleh badan hukum penyelenggara pendidikan yang telah memiliki sertifikat pendidik, nomor registrasi guru dari Departemen Pendidikan Nasional, dan melaksanakan beban kerja guru sekurang-kurangnya 24 (dua puluh empat) jam tatap muka dalam satu minggu berhak atas tunjangan profesi pendidik setara dengan satu kali gaji pokok guru Pegawai Negeri Sipil yang dibayarkan melalui Dana Dekonsentrasi terhitung mulai bulan Januari pada tahun berikutnya setelah memperoleh sertikat pendidik.
d.      Guru yang melaksanakan beban kerja di luar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) memperoleh tunjangan profesi setelah mendapat persetujuan tertulis dari Menteri Pendidikan Nasional atau pejabat yang ditunjuk.
Pasal 7:
Guru yang terdaftar sebagai calon peserta sertifikasi guru pada tahun 2006 dan telah memiliki sertifikat pendidik dan nomor registrasi guru dari Departemen Pendidikan Nasional sebelum Oktober 2007 memperoleh tunjangan profesi pendidik terhitung mulai 1 Oktober 2007.
Pasal 8
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.


17.  Peraturan Menteri No. 11 tahun 2005 tentang Buku Teks Pelajaran.
PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG BUKU TEKS PELAJARANDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL
Menimbang : a. bahwa buku teks pelajaran berperan penting dan strategis dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan dasar dan menengah, sehingga perlu ada kebijakan pemerintah mengenai buku teks pelajaran bagi peserta didik;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan pada huruf a, perlu menetapkan Peraturan   Menteri tentang Buku Teks Pelajaran;
Mengingat :   a.  Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945;
 b. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4301);
d. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Badan Standardisasi Nasional Pendidikan (Lembaran Negara Tahun 2005 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4496);
e. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedukukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan Organisasi dan Tata Kerja Departemen;
f. Keputusan Presiden Nomor 187/M Tahun 2004 mengenai Kabinet Indonesia Bersatu;
Pasal 1:
Buku teks pelajaran adalah buku acuan wajib untuk digunakan di sekolah yang memuat materi pembelajaran dalam rangka peningkatan keimanan dan ketakwaan, budi pekerti dan kepribadian, kemampuan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, kepekaan dan kemampuan estetis, potensi fisik dan kesehatan yang disusun berdasarkan standar nasional pendidikan.
Pasal 2:
a.       Buku teks pelajaran digunakan sebagai acuan wajib oleh guru dan peserta didik dalam proses pembelajaran.
b.      Selain buku teks pelajaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) guru menggunakan buku panduan pendidikan dan dapat menggunakan buku pengayaan, dan buku referensi dalam proses pembelajaran.
c.       Untuk menambah pengetahuan dan wawasan peserta didik, guru dapat menganjurkan peserta didik untuk membaca buku pengayaan dan buku referensi.
Pasal 3:
a.       Buku teks pelajaran untuk setiap mata pelajaran yang digunakan pada satuan pendidikan dasar dan menengah dipilih daari buku-buku teks pelajaran yang telah ditetapkan oleh Menteri berdasarkan rekomendasi penilaian kelayakan dari Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).
b.      Buku teks pelajaran untuk mata pelajaran muatan local yang digunakan pada satuan pendidikan dasar dan menengah dipilih dari buku-buku tek pelajaran yang ditetapkan oleh Gubernur atau Bupati/Walikota sesuai kewenangan masing-masing dengan berpedoman pada standar buku teks pelajaran yang ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 4:
Pada kulit buku teks pelajaran yang telah ditetapkan oleh Menteri berdasarkan rekomendasi penilaian kelayakan dari Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), penerbit wajib mencantumkan label harga.
Pasal 5:
a.       Buku teks pelajaran yang akan digunakan oleh satuan pendidikan dasar dan menengah dipilih melalui rapat guru dengan pertimbangan Komite Sekolah dari buku-buku teks pelajaran yang telah ditetapkan oleh Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1).
b.      Buku teks pelajaran bermuatan local yang akan digunakan oleh satuan pendidikan dasar dan menengah dipilih melalui rapat guru dengan pertimbangan Komite Sekolah dari buku-buku teks pelajaran bermuatan local yang telah ditertapkan oleh Gubernur atau Bupati/Walikota sesuai kewenangan masing-masing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2).
c.       Rapat guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) menetapkan buku-buku teks pelajaran yang akan digunakan oleh satuan pendidikan, tidak berasal dari satu penerbit.
Pasal 6:
a.       Dalam hal Menteri belum menetapkan buku teks pelajaran tertentu, rapat guru dengan pertimbangan Komite Sekolah dapat memilih buku-buku yang ada, dengan mempertimbangkan mutu buku.
b.      Dalam hal Gubernur atau Bupati/Walikota sesuai kewenangan masing-masing belum menetapkan buku-buku teks pelajaran muatan local, rapat guru dengan pertimbangan Komite Sekolah dapat memilih buku yang ada dengan mempertimbangkan mutu buku.
Pasal 7:
a.       Satuan pendidikan menetapkan masa pakai buku teks pelajaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 paling sedikit 5 tahun.
b.      Buku teks pelajaran tidak dipakai lagi oleh satuan pendidikan apabila: ada perubahan standar nasional pendidikan, buku teks pelajaran dinyatakan tidak layak lagi oleh Menteri.
Pasal 8:
a.       Guru dapat menganjurkan kepada peserta didik yang mampu untuk memiliki buku teks pelajaran.
b.      Anjuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat tidak memaksa atau tidak mewajibkan.
c.       Untuk memiliki buku teks pelajaran, peserta didik atau orangtua/walinya membelinya di pasar.
d.      Untuk membantu peserta didik yang tidak mampu memiliki akses ke buku teks pelajaran, satuan pendidikan wajib menyediakan paling sedikit 10 (sepuluh) eksemplar buku teks pelajaran untuk setiap mata pelajaran pada setiap kelas, untuk dijadikan koleksi perpustakaan.
Pasal 9:
Guru, tenaga kependidikan, satuan pendidikan, atau Komite Sekolah tidak dibenarkan melakukan penjualan buku kepada peserta didik.
Pasal 10:
a.       Pengadaan buku teks pelajaran, buku panduan guru, buku pengayaan dan buku referensi untuk perpustakaan yang dilakukan oleh satuan pendidikan wajib mendapat pertimbangan Komite Sekolah.
b.      Untuk daerah yang pasar bukunya belum berkembang atau tidak berfungsi, pendadaan buku perpustakaan dapat dilakukan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah.
c.       Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat dapat membantu pengadaan buku teks pelajaran kepada satuan pendidikan dalam bentuk hibah uang/subsidi.
Pasal 11:
a.       Pengawasan terhadap pengadaan buku teks pelajaran dilakukan oleh pengawas fungsional, komite sekolah, dan/atau masyarakat.
b.      Pengawas fungsional, komite sekolah, dan/atau masyarakat melaporkan kepada pejabat yang berwenang apabila menemukan penyimpangan dalam pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 12:
a.       Guru, tenaga kependidikan, satuan pendidikan, atau komite sekolah yang terbukti memaksa dan/atau melakukan penjualan buku kepada peserta didik dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
b.      Penerbit yang melanggar ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri ini, dikenakan sanksi administrative oleh Menteri berupa pencabutan rekomendasi hasil penilaian.
Pasal 13:
Penulis yang bukunya diterbitkan oleh penerbit yang dikenai sanksi administrative sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) dapat mengalihkan hak ciptanya kepada penerbit lain.




BAB III
PENUTUP

3.1              KESIMPULAN
      Tujuan pendidikan, khususnya Indonesia adalah membenyuk manusia seutuhnya yang pancasilais, dimotori oleh pembangunan afeksi. Tujuan khusus ini hanya bias ditangani dengan ilmu pendidikan Indonesia sesuai dengan kondisi Indonesia, dengan penyelenggaraan pendidikan yang memakai konsep system. Kualitas sumber daya manusia sangat dipengaruhi oleh pendidikan. Dengan demikian, dunia pendidikan adalah bidang yang menjadi tulang punggung pelksanaan pembangunan nasional.
     Beberapa landasan pendidikan yang menjadi pedoman adalah landasan hukum, filosofis, sosiologis, dan kultural yang sangat memegang peran pentig dalam menentukan tujuan pendidikan. Selanjutnya landasan ilmiah dan landasan teknologi akan mendorong pendidikan untuk menjemput masa depan. Landasan hukum pendidikan pada dasarnya akan memberikan arah yang tepat pada proses pelaksanaannya serta mengarahkan pendidikan sesuai tujuan pendidikan nasional.
     Adapun yang menjadi landasan hukum dalam pelaksanaanpendidikan di Indonesia adalah sebagai berikut:
1.    Pembukaan UUD 1945 alenia 4
2.    Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31
3.    Keputusan Presiden
4.    Peraturan Pemerintah
5.    Keutusan Menteri
6.    Peraturan Menteri
7.    Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
8.    Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
9.    Undang-Undang No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
10.                        Undang-Undang tentang Otonomi Daerah
11.                        Peraturan Menteri No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah
12.                        Peraturan Menteri No. 23 Tahun 2006 tentang Kompetensi Kelulusan
13.                        Peraturan Menteri No. 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Peraturan Menteri No. 22 dan No. 23 Tahun 2006
14.                        Keputusan Menteri No. 34/U/03 tentang Pengangkatan Guru Bantu
15.                        Keputusan Menteri No. 3 tahun 2003 tentang Tunjangan Tenaga Kependidikan
16.                        Peraturan Menteri No. 18 Tahun 2007 tentang Sertifikasi bagi Guru dalam Jabatan
17.                        Peraturan Menteri No. 11 Tahun 2005 tentang Buku Teks Pelajaran

3.2              SARAN
     Seorang pendidik sebaiknya  dapat mendidik anak didiknya agar pengetahuan yang mereka miliki dapat seimbang dengan sikap dan moral. Janganlah lelah untuk mengejar pendidikan karena pendidikan dapat terus berlangsung selama proses dalam hidup kita tetap berjalan. Proses pendidikan seharusnya ditunjang dengan pendidik yang berkompeten sehingga pendidikan dapat membentuk kepribadian anak didik menjadi baik.


DAFTAR PUSTAKA




Raharjo, Tri Joko. 2018. LANDASAN PENDIDIKAN. Semarang: UNNES PRESS

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar