BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Tujuan pendidikan secara umum adalah
menghasilkan manusia yang mampu mandiri secara intelektual. Kemandirian secara
intelektual dapat terjadi melalui prises pembelajaran. Pembelajaran merupakan
suatu proses pengorganisasian kegiatan belajar yang merupakan upaya pendidik untuk
membantu peserta didik melakukan kegiatan belajar sehingga diperoleh hasil
belajar yang diinginkan. Dimyati dan Mudjiono (2002: 157), mengatakan:
“pembelajaran adalah proses yang diselenggarakan oleh guru untuk membelajarkan
siswa dalam belajar bagaimana belajar memperoleh dan memproses pengetahuan,
keterampilan, dan sikap-sikap. Banyak
diantara siswa memperoleh prestasi rendah, kurang sesuai dengan harapan.
Kebiasaan belajar siswa seperti itu tidak sesuai dengan tujuan pendidikan. Oleh
sebab itu, harus diatasi dan diubah ke arah yang lebih baik agar menghasilkan
lulusan yang mampu belajar secara mandiri, mampu mengatur tingkah lakunya
secara dinamis dan fleksibel dalam menghadapi berbagai tantangan dalam
kehidupannya. Masalah belajar adalah masalah keyakinan
diri, untuk itu siswa membutuhkan keyakinan diri self-efficacy. Gambaran
mengenai peranan self efficacy. Ketika siswa mengalami situasi yang tidak
menyenangkan, maka keyakinan akan kemampuannya untuk mengorganisir dan
mengontrol penggunaan kemampuannya, khususnya dalam keterampilannya pada mata
pelajaran matematika dapat digunakan sebagai motivator, sehingga siswa akan
memperbesar usahanya agar dapat mencapai prestasi seperti yang diharapkannya.
Semakin tinggi self-efficacy yang di miliki individu, maka akan semakin tinggi
pula motivasi individu tersebut untuk memperbesar usahanya agar mencapai hasil
yang lebih optimal.
Indonesia
sendiri, banyak di antara para pendidik, khususnya dibidang matematika belum
sadar bahkan belum mengetahui fakta bahwa salah satu aspek psikologi yang
dinamakan self efficacy ini dapat mempengaruhi pencapaian prestasi seorang
siswa. Semakin tinggi self eficacy yang dimiliki seorang siswa, maka akan
semakin baik prestasi yang mampu dicapainya. Begitu juga sebaliknya, semakin rendah
self efficacy yang dimiliki seorang siswa, maka akan semakin rendah pula
prestasi yang mampu dicapai siswa tersebut. Hasil penelitian yang dilakukan
Betz dan Hacket pada tahun 1983 (Pajares, 2002:11) melaporkan bahwa dengan self
efficacy yang tinggi, maka pada umumnya seorang siswa akan lebih mudah dan
berhasil melampaui latihan-latihan matematika yang di berikan kepadanya,
sehingga hasil akhir dari pembelajaran tersebut yang tercermin dalam prestasi
akademiknya juga cenderung akan lebih tinggi di bandingkan siswa yang memiliki
self efficacy rendah. Selain itu menurut Hacket di tahun 1985 dan Reyes tahun
1984 (Pajares, 2002:10) self efficacy juga dapat membuat seseorang lebih mudah
dan lebih merasa mampu untuk mengerjakan soal-soal matematika yang dihadapinya,
bahkan soal matematika yang lebih rumit atau spesifik sekalipun. Penelitian
mengenai self efficacy di bidang matematika sudah dilakukan oleh beberapa ahli.
Diantara pada tahun 1982 oleh Colin (Bandura, 1997 :214) dalam penelitian yang
menyeleksi anak-anak sekolah yang menilai diri mereka masuk kedalam efficacy
tinggi dan efficacy rendah dalam tiap level kemampuan matematika. Self-efficacy
dibutuhkan siswa agar mereka mampu meyakinkan dirinya sendiri untuk mampu menyesuaikan,
mengorganisasi,
terutama bila menghadapi tugas-tugas yang sulit. Sehingga penulis tertarik
untuk membahas tentang Self-efficacy.
1.2
Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Self-efficacy dan
pendapat para pakar mengenai Self-efficacy?
2. Bagaimana contoh Self-efficacy dalam pembelajaran matematika SD?
3. Apa saja indikator cara mengukur
kemampuan pada Self-efficac !
4. Penelitian
yang terkait dengan Self-efficacy!
1.3
Tujuan
1. Mengetahui pengertian Self-efficacy dan
pendapat para pakar mengenai Self-efficacy.
2. Mengerti contoh Self-efficacy dalam pembelajaran matematika SD.
3. Memahami indikator cara mengukur
kemampuan pada Self-efficac.
4. Mengetahui penelitian yang terkait dengan Self-efficacy!
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Self-efficacy dan
pendapat para pakar mengenai Self-efficacy
Self-efficacy
merupakan salah satu kemampuan pengaturan diri
individu. Konsep self-efficacy pertama kali dikemukakan oleh Bandura. Self-efficacy
mengacu pada persepsi tentang kemampuan individu untuk mengorganisasi dan
mengimplementasi tindakan untuk menampilkan kecakapan tertentu (Bandura, 1986)
Baron. Menurut Bandura (J. Strecher, V. Et al. , 1986), SE memiliki tiga
dimensi yaitu magnitude, strength dan generality. Setiap dimensi ini memberi
implikasi penting bagi performen seseorang. Magnitude mengacu pada pengurutan tugas-tugas
menurut tingkat kesulitannya. Strength mengacu pada kepercayaan yang ada dalam
diri seseorang yang dapat diwujudkan untuk meraih performa tertentu. Generality
mengacu pada keleluasaan dari SE yang dimiliki seeorang yang dapat diterapkan
dalam situasi lain. Menurut Bandura, Persepsi SE dapat dibentuk dengan
menginterpretasi informasi dari empat sumber yaitu: Pengalaman otentik:
merupakan sumber yang paling berpengaruh, karena kegagalan atau keberhasilan
pengalaman yang lalu akan menurunkan atau meningkatkan SE seseorang, pengalaman
orang lain: merupakan sumber informasi yang diperlukan untuk membuat
pertimbangan tentang kemampuan diri sendiri, pendekatan sosial atau verbal:
merupakan pendekatan yang dilakukan dengan cara meyakinkan seseorang bahwa ia
memiliki/tidak memiliki kemampuan untuk melakukan sesuatu; (4) Indeks
psikologis: merupakan status fisik dan emosi yang akan mempengaruhi kemampuan
seseorang (Zeldin, 2000).
Byrne (2000) mengemukakan bahwa self-efficacy
merupakan penilaian individu terhadap kemampuan atau kompetensinya untuk
melakukan suatu tugas, mencapai suatu tujuan, dan menghasilkan sesuatu. Di
samping itu, Schultz (1994) mendefinisikan self-efficacy sebagai
perasaan kita terhadap kecukupan, efisiensi, dan kemampuan kita dalam mengatasi
kehidupan.
Menurut
Zimmerman (2000), keyakinan Self-efficacy akan membuat siswa termotivasi untuk
belajar melalui penggunaan pengaturan diri sebagai proses penetapan tujuan,
self-monitoring, evaluasi diri, dan strategi yang digunakan. Hal ini sesuai
dengan pendapat Bandura (1997) yang mengatakan bahwa SE yang merupakan konstruksi
sentral yang akan mempengaruhi seseorang dalam pengambilan keputusan, dan
mempengaruhi tindakan yang akan dilakukannya. Seseorang cenderung akan
menjalankan sesuatu apabila ia merasa kompeten dan percaya diri. Selain itu
akan menentukan seberapa jauh upaya yang dilakukannya, berapa lama ia bertahan
apabila mendapat masalah, dan seberapa fleksibel dalam situasi yang kurang
menguntungkan. Makin besar SE seseorang, makin besar upaya, ketekunan, dan
fleksibilitasnya.
L. Feltz dan
D. Lirgg (2001) mengatakan bahwa keyakinan SE tidak untuk melakukan penilaian
tentang kemampuan seseorang secara objektif, melainkan suatu penilaian tentang
apa yang dapat dicapai seseorang dengan keterampilan yang dimilikinya. Dengan
kata lain, penilaian SE adalah apa yang seseorang pikirkan tentang apa yang
dapat ia lakukan, bukan apa yang ia miliki. Selanjutnya dikatakan bahwa
penilaian SE adalah produk dari sebuah proses kompleks self-appraisal dan
self-persuasi yang mengandalkan pengolahan kognitif atas berbagai sumber informasi
efficacy.
Berdasarkan
persamaan pendapat para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa self-efficacy
merupakan keyakinan atau kepercayaan individu mengenai kemampuan dirinya
untuk untuk mengorganisasi, melakukan suatu tugas, mencapai suatu tujuan, menghasilkan
sesuatu dan mengimplementasi tindakan untuk menampilkan kecakapan tertentu. SE
juga mempengaruhi pola pikir dan reaksi emosionalnya. Seseorang dengan SE yang
rendah akan mudah menyerah, cenderung menjadi stres, depresi, dan mempunyai
suatu visi yang sempit tentang apa yang terbaik untuk menyelesaikan masalah
itu. Sedangkan SE yang tinggi, akan membantu seseorang dalam menciptakan suatu
perasaan tenang dalam menghadapi masalah atau aktivitas yang sukar.
Jadi dapat disimpulkan bahwa self efficacy adalah perasaan,
keyakinan, persepsi,
kepercayaan terhadap kemampuan
mengatasi suatu situasi tertentu yang nantinya akan berpengaruh pada cara
individu mengatasi situasi tersebut.
Menurut Bandura (1997: 80-115) menyatakan bahwa ada
empat sumber utama yang mempengaruhi Self-Efficacy seseorang yaitu:
a.
Pengalaman
keberhasilan seseorang dalam menghadapi tugas tertentu pada waktu sebelumnya.
Apabila seseorang pernah mengalami keberhasilan dimasa lalu maka semakin tinggi
pula Self-Efficacy, sebaliknya apabila seseorang mengalami kegagalan
dimasa lalu maka semakin rendah pula Self-Efficacy orang tersebut.
b.
Pengalaman
orang lain. Individu yang melihat orang lain berhasil dalam melakukan aktifitas
yang sama dan memiliki kemampuan yang sebanding dapat meningkatkan Self-Efficacy
nya, sebaliknya jika orang yang dilihat gagal maka Self-Efficacy individu
tersebut menurun.
c.
Persuasi
verbal, yaitu informasi tentang kemampuan seseorang yang disampaikan secara
verbal oleh orang yang berpengaruh sehingga dapat meningkatkan keyakinan bahwa
kemampuan-kemampuan yang dimiliki dapat membantu untuk mencapai apa yang
diinginkan.
d.
Kondisi
fisiologis yaitu keadaan fisik (sakit, rasa lelah dan lain-lain) dan kondisi
emosional (suasana hati, stress dan lain-lain). Keadaan yang menekan tersebut
dapat mempengaruhi keyakinan akan kemampuan dirinya dalam menghadapi tugas.
Jika ada hal negatif, seperti lelah, kurang sehat, cemas, atau tertekan, akan
mengurangi tingkat Self-Efficacy seseorang. Sebaliknya, jika seseorang
dalam kondisi prima, hal ini akan berkontribusi positif bagi perkembangan Self-Efficacy.
2.2
Contoh
Self-Efficacy dalam Pembelajaran Matematika SD
a.
Guru mengulang pembelajaran yang lalu.
b.
Menyampaikan tujuan pembelajaran agar tercapai tujuan
pembelajaran.
c.
Menyuruh siswa untuk mencatat apa saja yang telah
disampaikan oleh guru disetiap pertemuan.
d.
Mendorong siswa/memotivasi siswa untuk berusaha lebih
keras dalam belajar.
e.
Memuji siswa atas kemampuan khusus mereka.
f.
Menunjukkan perhatian kepada siswa terhadap
perkembangan mereka dalam belajar.
g.
Menggunakan contoh siswa sebagai orang yang mampu
menguasai materi untuk mrnunjukkan bahwa mereka telah menguasainya dan siswa
lain pun mampu menguasai materi.
2.3
Indikator
Cara Mengukur Kemampuan pada Self-Efficac
Menurut Bandura (1997: 42-43), dimensi-dimensi Self-Efficacy
yang digunakan sebagai dasar bagi pengukuran terhadap Self-Efficacy individu
adalah :
a.
Magnitude.
Dimensi
ini berkaitan dengan tingkat kesulitan tugas yang diyakini oleh seseorang untuk
dapat diselesaikan. Jika individu dihadapkan pada masalah atau tugas-tugas yang
disusun menurut tingkat kesulitan tertentu maka Self-Efficacy nya akan
jatuh pada tugas-tugas yang mudah, sedang, dan sulit sesuai dengan batas
kemampuan yang dirasakan untuk memenuhi tuntutan perilaku yang dibutuhkan bagi
masing-masing tingkatnya tersebut. Dimensi kesulitan memiliki implikasi
terhadap pemilihan tingkah laku yang dicoba atau yang akan dihindari. Individu
akan mencoba tingkah laku yang dirasa mampu dilakukan dan akan menghindari
tingkah laku yang dirasa berada di luar batas kemampuannya.
b.
Strenght
Dimensi
ini berkaitan dengan tingkat kekuatan atau kelemahan keyakinan individu tentang
kemampuan yang dimilikinya. Individu dengan Self-Efficacy kuat mengenai
kemampuannya cenderung pantang menyerah dan ulet dalam meningkatkan usahanya
walaupun menghadapi rintangan. Sebaliknya individu dengan Self-Efficacy lemah
cenderung mudah terguncang oleh hambatan kecil dalam menyelesaikan tugasnya.
c.
Generality
Dimensi
ini merupakan dimensi yang berkaitan dengan keluasan bidang tugas yang
dilakukan. Dalam mengatasi atau menyelesaikan masalah/tugas-tugasnya, beberapa
individu memiliki keyakinan terbatas pada suatu aktivitas dan situasi tertentu
dan beberapa menyebar pada serangkaian aktivitas dan situasi yang bervariasi.
2.4
Penelitian
yang
Terkait dengan Self-Efficacy
SELF-EFFICACY SISWA DALAM PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA
Agus Subaidi
Program Studi Pendidikan Matematika, FKIP,
Universitas Madura
Alamat: Jalan Raya Panglegur 3,5 KM Pamekasan
Abstrak
Self efficacy mempengaruhi bagaimana individu berpikir, merasa, memotivasi diri, dan
bertindak. Self-Efficacy adalah keyakinan seorang individu mengenai
kemampuannya dalam mengorganisasi dan menyelesaikan suatu tugas yang
diperlukan untuk mencapai hasil tertentu. Dimensi-dimensi Self-Efficacy yang
digunakan sebagai dasar bagi pengukuran terhadap Self-Efficacy individu
adalah magnitude,strength, dan generality. Self-Efficacy yang
kuat atau tinggi sangat dibutuhkan siswa dalam pemecahan masalah matematika
tersebut sehingga dapat mencapai keberhasilan dalam pembelajaran tersebut.
Siswa dengan Self-Efficacy yang tinggi akan lebih mampu bertahan
menghadapi masalah matematika tersebut, mudah memecahkan tugas dan masalah
matematika tersebut, dan kegagalan memecahkan masalah matematika tersebut
dianggap karena kurangnya usaha atau belajar. Sebaliknya siswa dengan Self-Efficacy
yang lemah atau rendah cenderung rentan dan mudah menyerah menghadapi
masalah matematika tersebut, mengalami kesulitan dalam memecahkan tugas dan
masalah matematika tersebut, dan kegagalan memecahkan masalah matematika
tersebut dianggap karena kurangnya kemampuan matematikanya.
Kata-kata Kunci: Self efficacy, Pemecahan Masalah Matematika
PENDAHULUAN
Self-Efficacy (keyakinan diri) siswa merupakan salah satu dimensi
penting dalam pemecahan masalah matematika. Menurut Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional No. 54 Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Lulusan
untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, dalam pembelajaran matematika Self-Efficacy
dituntut untuk dikembangkan. Pengembangan Self-Efficacy dalam
kurikulum matematika tersebut antara lain disebutkan bahwa pelajaran
matematika harus menanamkan sikap menghargai kegunaan matematika dalam
kehidupan. Penanaman sikap tersebut, yakni merasa ingin mengetahui,
perhatian, minat dalam mempelajari matematika, bersikap ulet dan percaya diri
dalam pemecahan masalah.
Pentingnya pengembangan Self-Efficacy siswa dalam pemecahan
masalah matematika dikarenakan: (1) proses pembelajaran matematika dikelas
sangat dipengaruhi oleh Self-Efficacy siswa terhadap pelajaran
matematika (Shadiq, 2007: 1), (2) Self-Efficacy siswa membentuk
kemampuan matematika siswa dalam pemecahan masalah matematika (Bandura, 1993:
119), (3) pelajaran matematika diasumsikan oleh kebanyakan siswa sebagai
pelajaran yang sulit, membuat stress, dan membosankan, dimana dengan Self-Efficacy
yang tinggi permasalahan tersebut bisa direduksi bahkan dapat dieliminir
siswa (Leonard dan Supardi, 2010: 342).
Berdasarkan pengalaman penulis selama menjadi
pengajar matematika di sekolah dan bimbingan belajar, banyak siswa memiliki Self-Efficacy
rendah. Hal tersebut ditunjukkan dengan perilaku menyerah saat menemui
kesulitan dalam mempelajari atau memecahkan masalah. Perilaku tersebut juga
muncul saat siswa mendapatkan informasi tentang suatu materi bahwasannya
materi tersebut sulit maka siswa cenderung tidak memiliki keyakinan dapat
mempelajarinya atau bahkan memecahkan masalah-masalah yang berkaitan dengan
masalah tersebut. Hal ini sesuai dengan pernyataan Bandura bahwa siswa yang
memiliki Self-Efficacy rendah mengalami kesulitan dalam memecahkan
tugas dan menganggap tugas tersebut sebagai ancaman terhadap dirinya. Siswa
yang memiliki aspirasi rendah dan komitmen yang lemah pada tujuan cenderung
menyerah. Sebaliknya individu yang memiliki Self-Efficacy tinggi,
aspirasi tinggi, dan komitmen yang tinggi pada tujuan, tugas yang sulit
dianggap sebagai tantangan untuk dipecahkan dari pada dianggap sebagai
ancaman yang harus dihindari (Bandura, 1993: 144-145). Fakta empiriknya,
pentingnya Self-Efficacy siswa dalam pemecahan masalah matematika
tampak terlihat dalam berbagai penelitian ilmiah kalangan akademisi. Albert
Bandura dan Schunk (1981) dalam penelitiannya memperlihatkan bahwa semakin
tinggi keyakinan diri (Self-Efficacy) maka semakin cepat siswa
tersebut memecahkan tugas pelajaran matematika, bertahan memecahkan soal
pelajaran matematika, dan cermat dalam komputasi pelajaran matematika
(Prakoso, 1996: 12). Keyakinan diri ini, dalam pelajaran matematika terbentuk
karena sikap positif terhadap matematika, dimana dengan sikap positif ini
dapat memecahkan masalah matematika sesuai dengan kemampuan aktualnya
(Bandura, 1993: 119). Barry J. Zimmerman dalam penelitiannya memaparkan bahwa
Self-Efficacy berpengaruh secara signifikan terhadap motivasi belajar
dan pembelajaran siswa. Self-Efficacy mendorong siswa responsif untuk
memperbaiki metode pembelajarannya dan dapat memprediksi hasil yang
dicapainya. Self-Efficacy tentang kemampuan akademiknya memainkan
peran essensial dalam membentuk motivasi belajar untuk mencapai kemampuan
akademik (Zimmerman, 2000: 89).
Sampai pada saat ini, mengikuti perspektif teori
kognitif sosial (social cognitif theory) atau teori pembelajaran
sosial (social learning theory) Albert Bandura tampak bahwa Self-Efficacy
sangat penting bagi siswa sekolah menengah untuk pemecahan masalah
matematika. Artinya, Self-Efficacy yang kuat atau tinggi sangat
dibutuhkan siswa dalam pemecahan masalah matematika tersebut sehingga dapat
mencapai keberhasilan dalam pembelajaran tersebut. Siswa dengan Self-Efficacy
yang tinggi akan lebih mampu bertahan menghadapi masalah matematika
tersebut, mudah memecahkan tugas dan masalah matematika tersebut, dan
kegagalan memecahkan masalah matematika tersebut dianggap karena kurangnya
usaha atau belajar.
Sebaliknya siswa dengan Self-Efficacy yang
lemah atau rendah cenderung rentan dan mudah menyerah menghadapi masalah
matematika tersebut, mengalami kesulitan dalam memecahkan tugas dan masalah
matematika tersebut, dan kegagalan memecahkan masalah matematika tersebut
dianggap karena kurangnya kemampuan matematikanya. Akibat hal tersebut, siswa
tidak bisa mencapai keberhasilan belajar dalam pembelajaran pelajaran
tersebut. Kemampuan matematika siswa dapat dibentuk melalui pembentukan Self-Efficacy.
Tantangan dan frustasi yang menjadi krusial penghambat kemampuan matematika
siswa dapat diatasi melalui pembentukan Self-Efficacy (Borovik dan
Gardiner, 2006: 2).
1. Pengertian Self-Efficacy
Menurut Bandura (1997: 3), Self-Efficacy adalah
keyakinan seorang individu mengenai kemampuannya dalam mengorganisasi dan
menyelesaikan suatu tugas yang diperlukan untuk mencapai hasil tertentu.
Sedangkan menurut Kusaeri (2011: 22-23) sikap menjadi dasar bertindak, dan
tindakan menjadi ungkapan sikap itu. Ini berarti bahwa Self-Efficacy seorang
siswa akan menjadi dasar siswa tersebut melakukan tindakan dalam menghadapi
suatu masalah tertentu dan hasil tindakannya merupakan ungkapan Self-Efficacy
siswa tersebut. Menurut Robbins (2003:127), Self-Efficacy merupakan
faktor yang ikut mempengaruhi kinerja seseorang dalam mencapai suatu tujuan
tertentu.
Ditinjau dari akademik, Self-Efficacy akademik
mengacu pada keyakinan individu bahwa ia mampu melakukan tindakan tertentu
(Schunk, 1991). Selanjutnya Schunk menyatakan bahwa Self-Efficacy bukanlah
satu-satunya pengaruh pada perilaku/tindakan. Perilaku atau tindakan
merupakan fungsi dari banyak variabel. Berdasarkan pendapat-pendapat di atas
dapat disimpulkan bahwa Self-Efficacy adalah keyakinan seseorang
terhadap keterampilan dan kemampuan dirinya dalam mengorganisasi dan
menyelesaikan permasalahan untuk hasil yang terbaik dalam suatu tugas
tertentu.
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Self-Efficacy
Menurut Bandura (1997: 80-115) menyatakan bahwa ada empat utama yang
mempengaruhi Self-Efficacy seseorang yaitu:
a.
Pengalaman keberhasilan seseorang dalam menghadapi tugas tertentu pada waktu
sebelumnya. Apabila seseorang pernah mengalami keberhasilan dimasa lalu maka
semakin tinggi pula Self-Efficacy, sebaliknya apabila seseorang
mengalami kegagalan dimasa lalu maka semakin rendah pula Self-Efficacy orang
tersebut.
b.
Pengalaman orang lain. Individu yang melihat orang lain berhasil dalam
melakukan aktifitas yang sama dan memiliki kemampuan yang sebanding dapat
meningkatkan Self-Efficacy nya, sebaliknya jika orang yang dilihat
gagal maka Self-Efficacy individu tersebut menurun.
c.
Persuasi verbal, yaitu informasi tentang kemampuan seseorang yang disampaikan
secara verbal oleh orang yang berpengaruh sehingga dapat meningkatkan
keyakinan bahwa kemampuan-kemampuan yang dimiliki dapat membantu untuk
mencapai apa yang diinginkan.
d.
Kondisi fisiologis yaitu keadaan fisik (sakit, rasa lelah dan lain-lain) dan
kondisi emosional (suasana hati, stress dan lain-lain). Keadaan yang menekan
tersebut dapat mempengaruhi keyakinan akan kemampuan dirinya dalam menghadapi
tugas. Jika ada hal negatif, seperti lelah, kurang sehat, cemas, atau
tertekan, akan mengurangi tingkat Self-Efficacy seseorang. Sebaliknya,
jika seseorang dalam kondisi prima, hal ini akan berkontribusi positif bagi
perkembangan Self-Efficacy.
3. Indikator Self-Efficacy
Menurut Bandura (1997: 42-43), dimensi-dimensi Self-Efficacy
yang digunakan sebagai dasar bagi pengukuran terhadap Self-Efficacy individu
adalah :
a.
Magnitude.
Dimensi
ini berkaitan dengan tingkat kesulitan tugas yang diyakini oleh seseorang
untuk dapat diselesaikan. Jika individu dihadapkan pada masalah atau
tugas-tugas yang disusun menurut tingkat kesulitan tertentu maka Self-Efficacy
nya akan jatuh pada tugas-tugas yang mudah, sedang, dan sulit sesuai
dengan batas kemampuan yang dirasakan untuk memenuhi tuntutan perilaku yang
dibutuhkan bagi masing-masing tingkatnya tersebut. Dimensi kesulitan memiliki
implikasi terhadap pemilihan tingkah laku yang dicoba atau yang akan
dihindari. Individu akan mencoba tingkah laku yang dirasa mampu dilakukan dan
akan menghindari tingkah laku yang dirasa berada di luar batas kemampuannya.
b. Strenght
Dimensi
ini berkaitan dengan tingkat kekuatan atau kelemahan keyakinan individu
tentang kemampuan yang dimilikinya. Individu dengan Self-Efficacy kuat
mengenai kemampuannya cenderung pantang menyerah dan ulet dalam meningkatkan
usahanya walaupun menghadapi rintangan. Sebaliknya individu dengan Self-Efficacy
lemah cenderung mudah terguncang oleh hambatan kecil dalam menyelesaikan
tugasnya.
c. Generality
Dimensi
ini merupakan dimensi yang berkaitan dengan keluasan bidang tugas yang
dilakukan. Dalam mengatasi atau menyelesaikan masalah/tugas-tugasnya,
beberapa individu memiliki keyakinan terbatas pada suatu aktivitas dan
situasi tertentu dan beberapa menyebar pada serangkaian aktivitas dan situasi
yang bervariasi.
4. Self-efficacy Siswa dalam Pemecahan Masalah Matematika
Self efficacy adalah hal penting bagi setiap orang untuk menghadapi
suatu masalah yang dihadapi. Hal ini diperkuat dengan bukti bahwa self
efficacy sangat mempengaruhi kehidupan. Self efficacy juga sangat
mempengaruhi kepercayaan diri, sedangkan kepercayaan diri adalah satu
diantara aspek-aspek kepribadian yang penting dalam kehidupan manusia, yang
terbentuk melalui proses belajar dalam interaksinya dengan lingkungan.
Kepercayaan diri merupakan aspek kepribadian manusia yang berfungsi penting
untuk mengaktualisasikan potensi yang dimiliki manusia.
Penelitian yang dilakukan Belz dan Hacket pada tahun
1983, (Pajares, 2002:11) melaporkan bahwa dengan self efficacy yang
tinggi, maka pada umumnya seorang siswa akan lebih mudah dan berhasil
melampaui latihan-latihan yang diberikan padanya, sehingga hasil akhir dari
pembelajaran tersebut yang tercermin dalam prestasi akademiknya juga
cenderung akan lebih tinggi dibandingkan siswa yang memiliki self-efficacy
lebih rendah.
Sedangkan menurut siswono (2008) ada beberapa faktor yang mempengaruhi
kemampuan dalam pemecahan masalah :
1.
Pengalaman awal, yaitu pengalaman terhadap tugas-tugas menyelesaikan soal
cerita atau soal aplikasi. Pengalaman awal seperti ketakutan (phobia)
terhadap matematika dapat menghambat kemampuan siswa dalam pemecahan masalah.
2. Latar
belakang matematika yaitu kemampuan siswa terhadap konsep-konsep matematika
yang berbeda-beda tingkatnya dapat memicu perbedaan kemampuan siswa dalam
memecahkan masalah.
3.
Keinginan dan motivasi yaitu dorongan yang kuat dari dalam diri(internal),
seperti menumbuhkan keyakinan saya “bisa” maupun eksternal, seperti diberikan
soal-soal yang menarik,menantang, kontekstual dapat mempengaruhi hasil
pemecahan masalah.
4.
Struktur Masalah yaitu struktur masalah yang diberikan kepada siswa
(pemecahan masalah), seperti format secara verbal atau gambar, kompleksitas
(tingkat kesulitan soal), konteks (latar belakang cerita atau tema), bahasa
soal, maupun pola masalah satu dengan masalah yang lain dapat mengganggu
kemampuan siswa dalam memecahkan masalah.
Dari keempat faktor yang mempengaruhi pemecahan
masalah tersebut, tampak salah satunya adalah keyakinan dan motivasi, dimana
keyakinan dan motivasi ini sangat terkait dengan Self-Efficacy. Hal
ini menunjukkan bahwa Self-Efficacy memiliki dampak langsung terhadap
kemampuan matematika. Oleh karena itu, seorang guru perlu mengetahui dan
mengarahkan agar siswa memiliki Self-Efficacy sehingga siswa mampu
memecahkan masalah matematika.
PENUTUP
Self-efficacy sangat berperan penting dalam segala hal, terutama
bagi siswa yang sedang memecahkan masalah matematika. Dengan adanya rasa self-efficacy
yang tinggi dalam diri siswa diharapkan dapat berhasil dalam memecahkan
masalah matematika. Untuk menanamkan self-efficacy siswa yang
tinggi, maka guru perlu menciptakan suasana belajar yang menyenangkan,
mengaktifkan dan mengembangkan keyakinan diri serta selalu memberi motivasi
yg baik.
|
||||||||||
Kemampuan Self-Efficacy dalam Pembelajaran Matematika
Asri Damayanti, Iis Ismayati, dan Muhammad Rayhan
Zaky
Universitas Negeri Jakarta
adamayanti14@gmail.com;iis.ismayati1@gmail.com;rayhan.zaky17@yahoo.com
ABSTRACT
Self-efficacy is
abelief or confidence
intheability of individual people to organize, implementaction sto
display certains kills, performa task,
achieve a goal, and produce some thing in life to
overcome.
Students with ahigh self-efficacy have
agreat desiretodo his dutie sand will
strive to do
the jobeven though they will find difficulties. Believe in
the
self-ability is necessary. High self-efficacy helps create a
sense of calmin approaching difficultt asks and activities. From the
statements above,it can be concluded that the high erself-efficacy, the higher the
individual students’ abilityin the face of learning mathematics, and conversely
the lower self-efficacy is the individual student's
abilityin dealing with mathematis learning would
be lower.
Key Words : Self Efficacy, Learning Mathematics
ABSTRAK
Self-efficacy
merupakan
keyakinan atau kepercayaan individu mengenai kemampuan individu untuk
mengorganisasi, mengimplementasi tindakan untuk menampilkan kecakapan
tertentu, melakukan suatu tugas, mencapai suatu tujuan, dan menghasilkan
sesuatu dalam mengatasi kehidupan. Siswa dengan self-efficacy yang tinggi mempunyai keinginan yang besar untuk
mengerjakan tugas-tugasnya dan akan berusaha keras untuk
mengerjakan tugas tersebut meskipun ia kesulitan.Keyakinan akan kemampuan di dalam diri sangat diperlukan. Self-efficacy yang
tinggi membantu membuat perasaan tenang dalam mengerjakan tugas dan melakukan kegiatan yang sulit. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi self-efficacy individu maka akan
semakin tinggi kemampuan siswa dalam menghadapi pembelajaran matematika, dan
sebaliknya semakin rendah self-efficacy
maka kemampuan siswa dalam menghadapi pembelajaran matematika akan
semakin rendah.
Kata Kunci
:Self
Efficacy,
Pembelajaran matematika.
A.
PENDAHULUAN
Matematika merupakan subjek atau mata pelajaran yang penting untuk dipelajari. Kleinedan Thomas dalam tesisnya menyatakan berdasarkan National Mathematics Advisory
Panel (NMAP, 2008),
“leading societies
have commanded mathematical skills that have brought them advantages in
medicine and health, in technology and commerce, in navigation and
exploration, in defense and finance, and in the ability to understand past
failures and to forecast future developments”.
(Kleine and Thomas 2013)
Matematika,
merupakan kemampuan
yang penting untuk dikuasai dalam kehidupan sehari-hari. Pemikiran matematika adalah sesuatu yang kita lakukan, mulai dari perhitungan yang sederhana hingga kompleks. Adam dalam disertasinya mengungkapkan National Numeracy
Strategy (Department for Education and Employment (DfEE), 1999) menyatakan bahwa dasar yang kuat dalam berhitung dasar membantu anak untuk
berhasil dalam bidang studi lainnya dalam
kurikulum dan mengembangkan
kemampuan matematika yang penting untuk
pendidikan yang lebih tinggi dan
pekerjaan.
Del
Siegle dan Mc Coach menyatakan mengapa ada siswa yang antusias sedangkan yang lainnya tidak tertarik untuk belajar? Mengapa sebagian siswa percaya akan kemampuan dirinya dalam bermatematika dan sebagian lainnya merasa tidak mampu? Hal ini berpengaruh terhadap kepercayaan diri seseorang pada kemampuan dirinya. Contohnya, jika siswa percaya akan kemampuan dirinya, mereka akan lebih banyak bertanya atau menjawab pertanyaan lebih sering dari pada siswa yang tidak percaya akan kemampuan dirinya, mereka akan lebih banyak diam dan cenderung takut. Tentunya hal ini akan mempengaruhi proses belajar mengajar.
Mengapa hal itu bisa terjadi? Bandura (1997) menyatakan Self-Efficacy merupakan hal yang mendasari siswa termotivasi sehingga sukses dalam bidang yang spesifik dan juga mempunyai peran penting dalam prestasi akademiknya. Selain itu Pajares & Millers (1994) juga menyatakan bahwa faktanya Self-Efficacy merupakan predictor yang menentukan mathematics performance
yang lebih kuat dari faktor-faktor lainnya seperti self-concept, anxiety,
perceived usefulness of mathematics, jenis kelamin, atau latar belakang matematika.
Bandura
(1977) pertama kali mengenalkanconstruct ofself-efficacy pada akhir tahun 1970-an. Penelitian selama 30 tahun lalu telah mengungkapkan hubungan positif antaraself-efficacy belief dengan prestasi akademik dan ketekunan.
B.
PEMBAHASAN
1.
Self-efficacy
Self-efficacy merupakan
salah satu kemampuan pengaturan diri individu. Konsep self-efficacy pertama
kali dikemukakan oleh Bandura. Self-efficacy mengacu pada persepsi
tentang kemampuan individu untuk mengorganisasi dan mengimplementasi tindakan
untuk menampilkan kecakapan tertentu (Bandura, 1986). Baron dan Byrne (2000)
mengemukakan bahwa self-efficacy merupakan penilaian individu terhadap
kemampuan atau kompetensinya untuk melakukan suatu tugas, mencapai suatu
tujuan, dan menghasilkan sesuatu. Schultz (1994) mendefinisikan self-efficacy
sebagai perasaan kita terhadap kecukupan, efisiensi, dan kemampuan kita
dalam mengatasi kehidupan. Di samping itu, menurut Zimmerman (2000), self-efficacy
merupakan penilaian pribadi tentang kemampuan seseorang untuk mengatur
dan melaksanakan program kerja dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan,
dan ia berusaha menilai tingkat, keumuman, dan kekuatan dari seluruh kegiatan
dan konteks.
Berdasarkan persamaan
pendapat para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa self-efficacy merupakan
keyakinan atau kepercayaan individu mengenai kemampuan individu untuk
mengorganisasi, mengimplementasi tindakan untuk menampilkan kecakapan
tertentu, melakukan suatu tugas, mencapai suatu tujuan, menghasilkan sesuatu
dalam mengatasi kehidupan.
Bagaimana self-efficacy
berkembang? Self-efficacy tidak muncul begitu saja, ia tumbuh melalui suatu
proses. Keyakinan ini mulai terbentuk pada anak usia dini sebagai anak-anak
berurusan dengan berbagai macam pengalaman, tugas, dan situasi. Namun,
pertumbuhan self-efficacy tidak
berakhir selama masa muda, tapi terus berkembang sepanjang hidup dalam memperoleh keterampilan baru, pengalaman, dan pemahaman. Pengalaman awal self-efficacy berpusat dalam keluarga.
Anak mendapatkan pengetahuan mengenai kemampuannya pada saat ia mengembangkan kemampuan sensorik, motorik dan menguasi bahasa. Kemudian pengalaman tersebut bertambah
dalam lingkungan sosialnya. Dalam
mengembangkan kecakapan dukungan orangtua amat besar pengaruhnya, orangtua yang respon
terhadap perilaku anaknya dan memberikan
pengayaan lingkungan fisik serta memberikan kebebasan bergerak untuk bereksplorasi, maka
anaknya akan mengalami percepatan dalam
perkembangan kognitifnya. Teman sebaya sebagai peer group memberikan dorongan untuk mengembangkan dan meningkatkan self-efficacy seseorang,
adanya model self-efficacy,
informasi penilaian serta pembuktian self-efficacy, teman sebaya menjadi agen utama dalam pengembangan dan validasiself-efficacy. Pertumbuhan
self-efficacy berlangsung pula
sepanjang masa transisi
remaja. Remaja belajar bertanggungjawab dalam hampir semua dimensi kehidupannya, karena setiap
individu pada dasarnya dihadapkan pada
suatu krisis, dan krisis itulah yang menjadi tugas bagi seseorang untuk dapat dilaluinya dengan baik.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi self-efficacy menurut
Bandura (1997) yaitu:
a.
Pengalaman Keberhasilan (mastery experiences)
Keberhasilan
yang sering didapatkan akan meningkatkan self-efficacy
yang dimiliki seseorang sedangkan kegagalan akan menurunkan self-efficacy nya. Apabila
keberhasilan yang didapat seseorang banyak karena faktor-faktor di luar
dirinya, biasanya tidak akan membawa pengaruh terhadap peningkatan self-efficacy dirinya. Akan tetapi,
jika keberhasilan tersebut didapatkan dengan melalui hambatan yang besar dan
merupakan hasil perjuangannya sendiri, maka hal itu akan membawa pengaruh
pada peningkatan self-efficacy nya.
Jadi, ketika seseorang mengeluarkan usaha yang besar
dalam melaksanakan tugas yang dirasakan sulit, kesuksesan tidak akan dengan
kuat mempengaruhi self-efficacy dirinya di mana kegagalan akan
menurunkanself-efficacynya.
b.
Pengalaman Orang Lain (Vicarious Experiences)
Pengalaman keberhasilan orang lain yang memiliki
kemiripan dengan individu dalam mengerjakan suatu tugas biasanya akan
meningkatkan self-efficacy seseorang
dalam mengerjakan tugas yang sama. Self-efficacy
tersebut didapat melalui social
models yang biasanya terjadi pada diri seseorang yang kurang pengetahuan
tentang kemampuan dirinya sehingga mendorong seseorang untuk
melakukan modeling. Namun self-efficacy yang didapat tidak akan
terlalu berpengaruh bila model yang diamati tidak memiliki kemiripan atau
berbeda dengan model. Biasanya orang membuat
perbandingan dengan orang lain dalam hal usia, jenis kelamin, ras, tingkat
pendidikan dan sosial ekonomi, penandaan etnik, dan prediksi kemampuan
sendiri mereka dalam mengerjakan tugas. Meski tidak sebesar pengaruh seperti
pada Mastery Experiece (Past Experience), modeling ini
berpengaruh sangat kuat pada self-efficacy ketika seseorang tidak
meyakini dirinya sendiri.
c.
Persuasi Sosial (Social
Persuation)
Informasi tentang kemampuan yang disampaikan secara
verbal oleh seseorang yang berpengaruh biasanya digunakan untuk meyakinkan
seseorang bahwa ia cukup mampu melakukan suatu tugas. Persuasi
positif meningkatkan self-efficacy, sedangkan persuasi negatif
menurunkan self-efficacy. Secara umum lebih udah menurunkanself-efficacy
seseorang dari pada meningkatkannya.
d.
Keadaan Fisiologis dan Emosional (Physiological and Emotional States)
Kecemasan
dan stress yang terjadi dalam diri seseorang ketika melakukan tugas sering
diartikan sebagai suatu kegagalan. Pada umumnya seseorang cenderung akan
mengharapkan keberhasilan dalam kondisi yang tidak diwarnai oleh ketegangan
dan tidak merasakan adanya keluhan atau gangguan somatik lainnya. Self-efficacy biasanya ditandai oleh
rendahnya tingkat stress dan kecemasan sebaliknya self-efficacy yang rendah ditandai oleh tingkat stress dan
kecemasan yang tinggi pula.
Pertumbuhan
self-efficacy juga bergantung
kepada faktor pribadi. Faktor yang berpengaruh terhadap pribadi pada saat
menjalankan suatu tugas berkaitan dengan 3 unsur pokok, yaitu:
1. Stucture Permanent Characteristic.
Yaitu dalam suatu kecakapan dan karakterisrik individu yang telah menetap dalam
kepribadiannya yang merupakan hasil interaksi antara hereditas dan
lingkungan. Dalam hal ini termasuk
pendidikan, pengalaman, struktur masyarakat, jenis kelamin, danfalsafah
hidup.
2. Temporary State. Keadaan dalam
diri individu yang bersifat sementara, seperti sakit, marah, sedih, gembira,
lapar dan sebagainya merupakan keadaan yang dapat mempengaruhi self-efficacy. Orang yang sakit
biasanya mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap penampilan. Mereka
akan merasa ragu terhadap kemampuannya untuk berhasil karena terganggu oleh
keadaan sakit yang dideritanya. Sebaliknya orang sehat akan berbuat lebih
baik dalam menalankan satu kegiatan tertentu.
3. Activity in Process. Kegiatan
yang sedang berlangsung. Orang yang sedang terlibat satu kegiatan akan terbagi
konsentrasi pemikirannya bila dihadapkan dengan kegiatan lain dalam waktu
yang bersamaan. Pada saat dia memutuskan perhatiannya untuk menyelesaikan
satu tugas, maka tugas yang lainnya akan terabaikan, paling tidak hasilnya
tidak akan maksimal.
Berikut ini perbedaan individu dengan self-efficacy tinggi dan orang dengan
rasa self-efficacy yang rendah:
Tabel 1.Perbedaanantara
Orang denganSelf-Efficacy yang Tinggidengan Orang denganSelf-Efficacy
yang Rendah
Bandura
(1997) menyebutkan bahwa ada beberapa manfaat dari self-efficacy yaitu:
a.
Pilihan Perilaku
Dengan
adanya self-efficacy yang dimiliki
individu, hal tersebut mempengaruhi
tindakan apa yang akan ia lakukan dalam menghadapi suatu tugas
untuk mencapai tujuan yang diinginkannya.
b.
Pilihan Karir
Self-efficacy merupakan mediator yang cukup
berpengaruh terhadap pemilihan karir seseorang. Bila seseorang merasa mampu
melaksanakan tugas-tugas dalam karir tertentu maka biasanya ia akan memilih
karir tesebut.
c.
Kuantitas Usaha dan Keinginan untuk Bertahan pada
Suatu Tugas
Individu
yang memiliki self-efficacy yang
tinggi biasanya akan berusaha keras untuk menghadapi kesulitan dan bertahan
dalam mengerjakan suatu tugas bila mereka telah mempunyai keterampilan
prasyarat. Sedangkan individu yang mempunyai self-efficacy yang rendah akan terganggu oleh keraguan terhadap
kemampuan diri dan mudah menyerah bila menghadapi kesulitan dalam mengerjakan
tugas tersebut.
d.
Kualitas Usaha
Penggunaan
strategi dalam memproses suatu tugas secara lebih mendalam dan keterlibatan
kognitif dalam belajar memiliki hubungan yang erat dengan self-efficacy yang tinggi. Suatu
penelitian dari Pintrich dan De Groot menemukan bahwa siswa yang memiliki self-efficacy tinggi cenderung akan
memperlihatkan penggunaan kognitif dan strategi belajar yang lebih
bervariasi.. Hal ini dimaksudkan untuk menumbuhkan kepercayaan dalam diri
individu bahwa yang bersangkutan memiliki kemampuan untuk berhasil dengan
sukses melakukan sesuatu dan mampu menghadapi berbagai tantangan kehidupan
yang ada di dalam lingkungan sekitar.
2. Pembelajaran Matematika
Pembelajaran
merupakan proses yang dilakukan seseorang untuk memperoleh perubahan perilaku
maupun sikap sebagai hasil pengalaman dalam interaksi dengan lingkungannya
untuk mencapai tujuan tertentu.
Dalam Kamus Istilah Pendidikan dan Umum yang disusun oleh M. Sastrapradja menyatakan: "pengajaran adalah cara mengajar atau mengajarkan”. Oemar Hamalik
juga menambahkan bahwa: “pembelajaran adalah suatukombinasi yang tersusun
meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang
saling mempengaruhi dalam mencapai tujuanpembelajaran”.
Pengertian pembelajaran
matematika menurut Tim MKPBM (200: 8-9) terbagi dua
macam:
1) Pengertian pembelajaran
matematika secara sempit, yaitu proses pembelajaran dalam lingkup
persekolahan, sehingga terjadi proses sosialisasi individu siswa dengan
lingkungan sekolah, seperti guru, sumber atau fasilitas, dan teman sesama
siswa.
2) Pengertian pembelajaran
matematika secara luas, yaitu upaya penataan lingkungan yang memberi nuansa
agar program belajar matematika tumbuh dan berkembang secara optimal.
Nickson (Jajang, 2005:5) berpendapat bahwa pembelajaran matematika adalah pemberian bantuan kepada siswa untuk membangun konsep-konsep dan prinsip-prinsip matematika dengan kemampuan sendiri melalui proses internalisasi (arahan terbimbing) sehingga konsep atau prinsip itu terbangun.
Dari beberapa pendapat tentang pengertian pembelajaran matematika, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika merupakan serangkaian aktivitas guru dalam memberikan pengajaran terhadap siswa untuk membangun konsep-konsep dan prinsip-prinsip matematika dengan kemampuan sendiri melalui proses internalisasi, sehingga konsep atau prinsip itu terbangun dengan metode atau pendekatan mengajar dan aplikasinya agar dapat meningkatkan kompetensi dasar dan kemampuan siswa.
Pada dasarnya tujuan matematika
merupakan sasaran yang ingin dicapai sebagai hasil dari proses pembelajaran
matematika, yaitu siswa telah memiliki sejumlah pengetahuan dan kemampuan di
bidang matematika yang telah dipelajari, sehingga siswa tersebut dapat
menggunakannya dalam memecahkan masalah yang berhubungan dengan matematika
atau dalam kehidupan sehari-hari.
Pembelajaran di banyaks ekolah belum diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan,
menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Pada sisi lain, dalam proses pembelajaran banyak pendidik belum dapat memberikan keteladanan bagi peserta didiknya. Hal ini berdampak pada tujuan pendidikan nasional di atas, termasuk tujuan pembelajaran matematika, yang belum begitu tercapai secara optimal. Keberhasilan peserta didik menyelesaikan pendidikannya di suatu satuan pendidikan lebih banyak diwarnai oleh deskripsi aspek-aspek kognitif dan/atau aspek psikomotorik; aspek afektif belum begitu banyak mewarnai peta keberhasilan mereka selama menempuh pendidikan dan pembelajaran.
3. Peran Self-efficacy
dalam Pembelajaran Matematika
Pajares dan Kranzler (1995) menyebutkan bahwa self-efficacy
adalah suatu alat yang berguna dalam pembelajaran matematika. Self-efficacy matematis didefinisikan
sebagai suatu penilaian situasional dari suatu keyakinan individu dalam
kemampuannya untuk berhasil membentuk atau menyelesaikan tugas-tugas atau
masalah-masalah matematis tertentu. Artinya ketika kepada siswa diberikan
suatu masalah matematika ia dapat meyakini dirinya tentang kemampuannya dalam
menyelesaikan masalah tersebut.
Kemampuan
self-efficacy ini juga dituntut
dalam kurikulum matematika sekolah menengah pertama. Tuntutan pengembangan
kemampuan self-efficacy yang
tertulis dalam kurikulum matematika antara lain menyebutkan bahwa pelajaran
matematika harus menanamkan sikap menghargai kegunaan matematika dalam
kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam
mempelajari matematika serta sikap ulet dan percaya diri.
Menurut The SEA’s program (2004) dalam jurnal “Pengaruh Self-efficacy Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematik” oleh
Hamidahmenyebutkan bahwa gejala siswa yang memiliki self-efficacy rendah, tampak kurang
percaya diri, meragukan kemampuan akademisnya, tidak berusaha mencapai nilai
tinggi di bidang akademik antara lain: (1)
meragukan kemampuannya (self-doubt);
(2) malu dan menghindari tugas-tugas sulit; (3) kurang memiliki aspirasi,
komitmennya rendah dalam mencapai tujuan; (4) menghindar, melihat tugas-tugas
sebagai rintangan, dan merasa rugi menyelesaikannya; (5) usaha kurang optimal dan cepat
menganggap sulit; (6) lambat memperbaiki self-efficacy apabila
mengalami kegagalan; (7) merasa tidak memiliki cukup kemampuan dan bersikap
defensif serta tidak belajar dari banyak kegagalan yang dialaminya; (8) mudah
menyerah, malas, stres, dan depresi; (9) meragukan kemampuan ini mendorong
mereka percaya pada hal-hal yang tidak rasional dan yang tidak mendasar pada
kenyataan; (10) cenderung takut, tidak aman
dan manipulatif; (11) cepat
menyerah, merasa tidak akan pernah berhasil; dan (12) meyakini seakan-akan segalanya "telah
gagal''. Pikiran tidak rasional ini berkembang menjadi pikiran negatif (self–scripts)
yang terus dipelihara oleh orang yang rendah diri.
Mereka
yang memiliki rasa keberhasilan lebih tinggi tentang kemampuan yang
dimilikinya diperkirakan akan memiliki kemungkinan sukses yang lebih tinggi.
Beberapa reaksi psikologis menyarankan bahwa sekolah harus mengajarkan dan
meningkatkan self-efficacy siswanya.
Self-efficacy yang
dimiliki siswa mempengaruhi tindakan
apa yang akan ia lakukan dalam menghadapi suatu tugas untuk mencapai tujuan
yang diinginkannya.
Siswa dengan self-efficacy yang
rendah mungkin menghindari pelajaran yang banyak tugasnya, khususnya untuk
tugas-tugas yang menantang, sedangkan siswa dengan self-efficacy yang tinggi mempunyai keinginan yang besar untuk
mengerjakan tugas-tugasnya. Individu yang memiliki self-efficacy yang tinggi akan
berusaha keras untuk mengerjakan tugas menantang tersebut meskipun ia
kesulitan, namun mereka akan bertahan dalam mengerjakan tugas tersebut.
Sebaliknya siswa dengan self-efficacy
yang rendah akan terganggu oleh keraguan terhadap kemampuan diri dan mudah
menyerah bila menghadapi kesulitan dalam mengerjakan tugas tersebut. Jadi, self-efficacyyang
tinggi membantu membuat perasaan tenang dalam mengerjakan tugas dan melakukan kegiatan yang sulit.
Sebaliknya, orang yang meragukan kemampuan dirinya, mereka bisa percaya bahwa
sesuatu itu lebih sulit daripada yang sesungguhnya.
Oleh karena itu, keyakinan akan kemampuan di dalam diri
sangat diperlukan. Kenyataan yang terjadi dalam dunia pendidikan seringkali ditemukan
siswa yang kurang percaya diri, tidak yakin dengan kemampuannya, atau pasrah
saja menerima nasib. Kondisi ini jika dibiarkan tentulah akan dapat berakibat
buruk terhadap masa depan siswa di kelas berlanjut di luar kelas. Sebagai
orang yang terlibat dalam dunia pendidikan sudah seharusnya guru mencari
suatu cara untuk dapat mengatasi masalah ini.
Self-efficacy dan achievement siswa meningkat saat
mereka menetapkan tujuan yang spesifik, untuk jangka pendek, dan menantang.
Meminta siswa untuk menetapkan tujuan jangka panjang adalah hal yang baik
seperti: “Saya ingin malanjutkan ke perguruan tinggi”, tetapi akan sangat
lebih baik kalau mereka juga membuat tujuan jangka pendek tentang apa yang
harus dilakukan seperti: “Saya harus mendapatka nilai A untuk tes matematika
yang akan datang”. Dengan adanya tujuan jangka pendek ini diharapkan
keyakinan siswa akan meningkat, sehingga mereka pun akan lebih berusaha keras
dalam mencapai tujuan tersebut.
Self-efficacy dapat
dibangkitkan dari diri siswa melalui empat sumber; yaitu :
(1)
Pengalaman otentik (authentic mastery
experience),
(2)
Pengalaman orang lain (vicarious
experience),
(3)
Pendekatan sosial atau verbal (verbal
persuasion),
(4)
Aspek psikologi (physiological
affective states).
Menurut
Del Siegle dan D. Betsy McCoach dalam Journal of Advance Academics
menyatakan instruksi-instruksi yang dapat digunakan untuk meningkatkan self-efficacy siswa, diantaranya:
1. Mengulang
pelajaran yang lalu, menyampaikan tujuan pembelajaran, memperhatikan jalannya
pembelajaran agar tercapai tujuan pembelajaran, dan mengulang tujuan
pembelajaran di akhir pelajaran.
2. Menyuruh
siswa untuk mencatat apa saja yang telah mereka setiap harinya pada kalender
dan hal-hal baru apa saja yang telah mereka dapatkan hari itu atau sesuatu
yang istimewa.
3. Mendorong
siswa yang kurang mampu dalam menggunakan kegagalan mereka untuk berusaha
lebih keras.
4. Menggambarkan
perhatian siswa terhadap pertumbuhan mereka dan memuji mereka atas kemampuan
khusus mereka.
5. Menggunakan
contoh siswa sebagai orang yang sudah mampu menguasai materi untuk
menunjukkan bahwa mereka telah menguaasinya dan siswa lain pun mampu
menguasainya seperti mereka.
C.
KESIMPULAN
Self-efficacy merupakan
salah satu kemampuan pengaturan diri individu. self-efficacy merupakan
keyakinan atau kepercayaan individu mengenai kemampuan individu untuk
mengorganisasi, mengimplementasi tindakan untuk menampilkan kecakapan
tertentu, melakukan suatu tugas, mencapai suatu tujuan, menghasilkan sesuatu
dalam mengatasi kehidupan. Self-efficacy tidak muncul begitu saja, ia tumbuh melalui
suatu proses.
Pembelajaran matematika merupakan serangkaian aktivitas guru dalam memberikan pengajaran terhadap siswa untuk membangun konsep-konsep danp rinsip-prinsip matematika dengan kemampuan sendiri melalui proses internalisasi, sehingga konsep atau prinsip itu terbangun dengan metode atau pendekatan mengajar dan aplikasinya agar dapat meningkatkan kompetensi dasar dan kemampuan siswa.
Kemampuan
self-efficacy dituntut dalam
kurikulum matematika. Self-efficacy yang dimiliki siswa mempengaruhi
tindakan apa yang akan ia lakukan dalam mencapai tujuan yang diinginkannya. Oleh karena itu, keyakinan akan kemampuan di dalam diri
sangat diperlukan. Mereka yang memiliki rasa keberhasilan lebih tinggi
tentang kemampuan yang dimilikinya diperkirakan akan memiliki kemungkinan
sukses yang lebih tinggi. Beberapa reaksi psikologis menyarankan bahwa
sekolah harus mengajarkan dan meningkatkan self-efficacy siswanya.
Secara umum disimpulkan bahwa self-efficacy
yang
dimiliki seseorang memberi pengaruh yang besar terhadap pembelajaran
matematika. Hal ini dimaksudkan bahwa semakin tinggi self-efficacy seseorang, maka semakin tinggi kemampuannya dalam
pembelajaran matematika. Sebaliknya semakin rendah self-efficacy seseorang maka semakin rendah kemampuan dalam
pembelajaran matematika.
Disarankan, dalam pembelajaran di kelas khususnya pembelajaran matematika
agar memperhatikan cara apasaja yang diperlukan untuk memunculkan dan
meningkatkan self-efficacy
siswa.
Lebih lanjut, seorang guru disarankan menciptakan proses pembelajaran yang
mampu meningkatkan self-efficacy siswa.
DAFTAR PUSTAKA
Kleine, Megan, and Kracht Thomas. "Predicting
Students’ Confidence: How Teacher Feedback and Other Sources Influence
Self-Efficacy in Mathematics Classroom." Theses and
Dissertations--Educational, School, and Counseling Psychology, 2013: 1.
Masraroh, Latifatul. Efektivitas Bimbingan Kelompok
Teknik Modeling untuk Meningkatkan Self Efficacy Akademik Siswa di Kelas X
SMA. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia, 2012.
Siegle, Del, and D. Betsy McCoach. "Increasing
Student Mathematics Self Efficacy Through Teacher Training." Journal
of Advance Academics Vol.18 No.2, 2007: 278.
|
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Self-efficacy merupakan
salah satu kemampuan pengaturan diri individu. self-efficacy merupakan
keyakinan atau kepercayaan individu mengenai kemampuan individu untuk
mengorganisasi, mengimplementasi tindakan untuk menampilkan kecakapan tertentu,
melakukan suatu tugas, mencapai suatu tujuan, menghasilkan sesuatu dalam
mengatasi kehidupan. Self-efficacy tidak muncul begitu saja, ia tumbuh melalui suatu
proses.
Pembelajaran matematika merupakan serangkaian aktivitas guru dalam memberikan pengajaran terhadap siswa untuk membangun konsep-konsep dan prinsip-prinsip matematika dengan kemampuan sendiri melalui proses internalisasi, sehingga konsep atau prinsip itu terbangun dengan metode atau pendekatan mengajar dan aplikasinya
agar dapat meningkatkan kompetensi dasar dan kemampuan siswa.
Kemampuan
self-efficacy dituntut dalam
kurikulum matematika. Self-efficacy yang dimiliki siswa mempengaruhi tindakan
apa yang akan ia lakukan dalam mencapai tujuan yang diinginkannya. Oleh karena itu, keyakinan akan kemampuan di dalam diri
sangat diperlukan. Mereka yang memiliki
rasa keberhasilan lebih tinggi tentang kemampuan yang dimilikinya diperkirakan
akan memiliki kemungkinan sukses yang lebih tinggi. Beberapa reaksi psikologis
menyarankan bahwa sekolah harus mengajarkan dan meningkatkan self-efficacy
siswanya.
Secara umum disimpulkan bahwa self-efficacy
yang
dimiliki seseorang memberi pengaruh yang besar terhadap pembelajaran
matematika. Hal ini dimaksudkan bahwa semakin tinggi self-efficacy seseorang, maka semakin tinggi kemampuannya dalam
pembelajaran matematika. Sebaliknya semakin rendah self-efficacy seseorang maka semakin rendah kemampuan dalam
pembelajaran matematika.
Disarankan, dalam pembelajaran di kelas khususnya pembelajaran matematika
agar memperhatikan cara apasaja yang diperlukan untuk memunculkan dan
meningkatkan self-efficacy
siswa. Lebih
lanjut, seorang guru disarankan menciptakan proses pembelajaran yang mampu meningkatkan self-efficacy siswa.
DAFTAR PUSTAKA
Alwisol. 2007. Hubungan
Antara Self-Efficacy Dengan Kecemasan. UMM press:
Malang. http://etheses.uin-malang.ac.id/1236/6/11410061
Bab_2.pdf. 24 September 2018.
Damayanti
Asri, Iis Ismayati, dan Muhammad Rayhan Zaky. Kemampuan Self-Efficacy dalam Pembelajaran
Matematika. UNJ. https://www.academia.edu/10432252/
KemampuanSelf-Efficacy_dalam_Pembelajaran_Matematika. 26
September 2018.
Subaidi, agus. 2016. Self-Efficacy Siswa Dalam Pemecahan Masalah
Matematika. IGMA. Volume
1, Nomor 2, Maret 2016. https://www.academia.edu/33825605/self-efficacy_siswa_dalam_pemecahan_masalah_matematika.pdf. 24 September 2018.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar