Rabu, 14 November 2018

Teori Self Efficacy



BAB I

PENDAHULUAN

1.1              Latar Belakang

Tujuan pendidikan secara umum adalah menghasilkan manusia yang mampu mandiri secara intelektual. Kemandirian secara intelektual dapat terjadi melalui prises pembelajaran. Pembelajaran merupakan suatu proses pengorganisasian kegiatan belajar yang merupakan upaya pendidik untuk membantu peserta didik melakukan kegiatan belajar sehingga diperoleh hasil belajar yang diinginkan. Dimyati dan Mudjiono (2002: 157), mengatakan: “pembelajaran adalah proses yang diselenggarakan oleh guru untuk membelajarkan siswa dalam belajar bagaimana belajar memperoleh dan memproses pengetahuan, keterampilan, dan sikap-sikap. Banyak diantara siswa memperoleh prestasi rendah, kurang sesuai dengan harapan. Kebiasaan belajar siswa seperti itu tidak sesuai dengan tujuan pendidikan. Oleh sebab itu, harus diatasi dan diubah ke arah yang lebih baik agar menghasilkan lulusan yang mampu belajar secara mandiri, mampu mengatur tingkah lakunya secara dinamis dan fleksibel dalam menghadapi berbagai tantangan dalam kehidupannya. Masalah belajar adalah masalah keyakinan diri, untuk itu siswa membutuhkan keyakinan diri self-efficacy. Gambaran mengenai peranan self efficacy. Ketika siswa mengalami situasi yang tidak menyenangkan, maka keyakinan akan kemampuannya untuk mengorganisir dan mengontrol penggunaan kemampuannya, khususnya dalam keterampilannya pada mata pelajaran matematika dapat digunakan sebagai motivator, sehingga siswa akan memperbesar usahanya agar dapat mencapai prestasi seperti yang diharapkannya. Semakin tinggi self-efficacy yang di miliki individu, maka akan semakin tinggi pula motivasi individu tersebut untuk memperbesar usahanya agar mencapai hasil yang lebih optimal.
Indonesia sendiri, banyak di antara para pendidik, khususnya dibidang matematika belum sadar bahkan belum mengetahui fakta bahwa salah satu aspek psikologi yang dinamakan self efficacy ini dapat mempengaruhi pencapaian prestasi seorang siswa. Semakin tinggi self eficacy yang dimiliki seorang siswa, maka akan semakin baik prestasi yang mampu dicapainya. Begitu juga sebaliknya, semakin rendah self efficacy yang dimiliki seorang siswa, maka akan semakin rendah pula prestasi yang mampu dicapai siswa tersebut. Hasil penelitian yang dilakukan Betz dan Hacket pada tahun 1983 (Pajares, 2002:11) melaporkan bahwa dengan self efficacy yang tinggi, maka pada umumnya seorang siswa akan lebih mudah dan berhasil melampaui latihan-latihan matematika yang di berikan kepadanya, sehingga hasil akhir dari pembelajaran tersebut yang tercermin dalam prestasi akademiknya juga cenderung akan lebih tinggi di bandingkan siswa yang memiliki self efficacy rendah. Selain itu menurut Hacket di tahun 1985 dan Reyes tahun 1984 (Pajares, 2002:10) self efficacy juga dapat membuat seseorang lebih mudah dan lebih merasa mampu untuk mengerjakan soal-soal matematika yang dihadapinya, bahkan soal matematika yang lebih rumit atau spesifik sekalipun. Penelitian mengenai self efficacy di bidang matematika sudah dilakukan oleh beberapa ahli. Diantara pada tahun 1982 oleh Colin (Bandura, 1997 :214) dalam penelitian yang menyeleksi anak-anak sekolah yang menilai diri mereka masuk kedalam efficacy tinggi dan efficacy rendah dalam tiap level kemampuan matematika. Self-efficacy dibutuhkan siswa agar mereka mampu meyakinkan dirinya sendiri untuk mampu menyesuaikan, mengorganisasi, terutama bila menghadapi tugas-tugas yang sulit. Sehingga penulis tertarik untuk membahas tentang Self-efficacy.
1.2              Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian Self-efficacy dan pendapat para pakar mengenai Self-efficacy?
2.      Bagaimana contoh Self-efficacy dalam pembelajaran matematika SD?
3.      Apa saja indikator cara mengukur kemampuan pada Self-efficac !
4.      Penelitian yang terkait dengan Self-efficacy!
1.3              Tujuan
1.      Mengetahui pengertian Self-efficacy dan pendapat para pakar mengenai Self-efficacy.
2.      Mengerti contoh Self-efficacy dalam pembelajaran matematika SD.
3.      Memahami indikator cara mengukur kemampuan pada Self-efficac.
4.      Mengetahui penelitian yang terkait dengan Self-efficacy!



BAB II

PEMBAHASAN


2.1              Pengertian Self-efficacy dan pendapat para pakar mengenai Self-efficacy

Self-efficacy merupakan salah satu kemampuan pengaturan diri individu. Konsep self-efficacy pertama kali dikemukakan oleh Bandura. Self-efficacy mengacu pada persepsi tentang kemampuan individu untuk mengorganisasi dan mengimplementasi tindakan untuk menampilkan kecakapan tertentu (Bandura, 1986) Baron. Menurut Bandura (J. Strecher, V. Et al. , 1986), SE memiliki tiga dimensi yaitu magnitude, strength dan generality. Setiap dimensi ini memberi implikasi penting bagi performen seseorang. Magnitude mengacu pada pengurutan tugas-tugas menurut tingkat kesulitannya. Strength mengacu pada kepercayaan yang ada dalam diri seseorang yang dapat diwujudkan untuk meraih performa tertentu. Generality mengacu pada keleluasaan dari SE yang dimiliki seeorang yang dapat diterapkan dalam situasi lain. Menurut Bandura, Persepsi SE dapat dibentuk dengan menginterpretasi informasi dari empat sumber yaitu: Pengalaman otentik: merupakan sumber yang paling berpengaruh, karena kegagalan atau keberhasilan pengalaman yang lalu akan menurunkan atau meningkatkan SE seseorang, pengalaman orang lain: merupakan sumber informasi yang diperlukan untuk membuat pertimbangan tentang kemampuan diri sendiri, pendekatan sosial atau verbal: merupakan pendekatan yang dilakukan dengan cara meyakinkan seseorang bahwa ia memiliki/tidak memiliki kemampuan untuk melakukan sesuatu; (4) Indeks psikologis: merupakan status fisik dan emosi yang akan mempengaruhi kemampuan seseorang (Zeldin, 2000).
 Byrne (2000) mengemukakan bahwa self-efficacy merupakan penilaian individu terhadap kemampuan atau kompetensinya untuk melakukan suatu tugas, mencapai suatu tujuan, dan menghasilkan sesuatu. Di samping itu, Schultz (1994) mendefinisikan self-efficacy sebagai perasaan kita terhadap kecukupan, efisiensi, dan kemampuan kita dalam mengatasi kehidupan.
Menurut Zimmerman (2000), keyakinan Self-efficacy akan membuat siswa termotivasi untuk belajar melalui penggunaan pengaturan diri sebagai proses penetapan tujuan, self-monitoring, evaluasi diri, dan strategi yang digunakan. Hal ini sesuai dengan pendapat Bandura (1997) yang mengatakan bahwa SE yang merupakan konstruksi sentral yang akan mempengaruhi seseorang dalam pengambilan keputusan, dan mempengaruhi tindakan yang akan dilakukannya. Seseorang cenderung akan menjalankan sesuatu apabila ia merasa kompeten dan percaya diri. Selain itu akan menentukan seberapa jauh upaya yang dilakukannya, berapa lama ia bertahan apabila mendapat masalah, dan seberapa fleksibel dalam situasi yang kurang menguntungkan. Makin besar SE seseorang, makin besar upaya, ketekunan, dan fleksibilitasnya.
L. Feltz dan D. Lirgg (2001) mengatakan bahwa keyakinan SE tidak untuk melakukan penilaian tentang kemampuan seseorang secara objektif, melainkan suatu penilaian tentang apa yang dapat dicapai seseorang dengan keterampilan yang dimilikinya. Dengan kata lain, penilaian SE adalah apa yang seseorang pikirkan tentang apa yang dapat ia lakukan, bukan apa yang ia miliki. Selanjutnya dikatakan bahwa penilaian SE adalah produk dari sebuah proses kompleks self-appraisal dan self-persuasi yang mengandalkan pengolahan kognitif atas berbagai sumber informasi efficacy.
Berdasarkan persamaan pendapat para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa self-efficacy merupakan keyakinan atau kepercayaan individu mengenai kemampuan dirinya untuk untuk mengorganisasi, melakukan suatu tugas, mencapai suatu tujuan, menghasilkan sesuatu dan mengimplementasi tindakan untuk menampilkan kecakapan tertentu. SE juga mempengaruhi pola pikir dan reaksi emosionalnya. Seseorang dengan SE yang rendah akan mudah menyerah, cenderung menjadi stres, depresi, dan mempunyai suatu visi yang sempit tentang apa yang terbaik untuk menyelesaikan masalah itu. Sedangkan SE yang tinggi, akan membantu seseorang dalam menciptakan suatu perasaan tenang dalam menghadapi masalah atau aktivitas yang sukar.
Jadi dapat disimpulkan bahwa self efficacy adalah perasaan, keyakinan, persepsi,
kepercayaan terhadap kemampuan mengatasi suatu situasi tertentu yang nantinya akan berpengaruh pada cara individu mengatasi situasi tersebut.
            Menurut Bandura (1997: 80-115) menyatakan bahwa ada empat sumber utama yang mempengaruhi Self-Efficacy seseorang yaitu:
a.       Pengalaman keberhasilan seseorang dalam menghadapi tugas tertentu pada waktu sebelumnya. Apabila seseorang pernah mengalami keberhasilan dimasa lalu maka semakin tinggi pula Self-Efficacy, sebaliknya apabila seseorang mengalami kegagalan dimasa lalu maka semakin rendah pula Self-Efficacy orang tersebut.
b.      Pengalaman orang lain. Individu yang melihat orang lain berhasil dalam melakukan aktifitas yang sama dan memiliki kemampuan yang sebanding dapat meningkatkan Self-Efficacy nya, sebaliknya jika orang yang dilihat gagal maka Self-Efficacy individu tersebut menurun.
c.       Persuasi verbal, yaitu informasi tentang kemampuan seseorang yang disampaikan secara verbal oleh orang yang berpengaruh sehingga dapat meningkatkan keyakinan bahwa kemampuan-kemampuan yang dimiliki dapat membantu untuk mencapai apa yang diinginkan.
d.      Kondisi fisiologis yaitu keadaan fisik (sakit, rasa lelah dan lain-lain) dan kondisi emosional (suasana hati, stress dan lain-lain). Keadaan yang menekan tersebut dapat mempengaruhi keyakinan akan kemampuan dirinya dalam menghadapi tugas. Jika ada hal negatif, seperti lelah, kurang sehat, cemas, atau tertekan, akan mengurangi tingkat Self-Efficacy seseorang. Sebaliknya, jika seseorang dalam kondisi prima, hal ini akan berkontribusi positif bagi perkembangan Self-Efficacy.

2.2              Contoh Self-Efficacy dalam Pembelajaran Matematika SD
a.       Guru mengulang pembelajaran yang lalu.
b.      Menyampaikan tujuan pembelajaran agar tercapai tujuan pembelajaran.
c.       Menyuruh siswa untuk mencatat apa saja yang telah disampaikan oleh guru disetiap pertemuan.
d.      Mendorong siswa/memotivasi siswa untuk berusaha lebih keras dalam belajar.
e.       Memuji siswa atas kemampuan khusus mereka.
f.       Menunjukkan perhatian kepada siswa terhadap perkembangan mereka dalam belajar.
g.      Menggunakan contoh siswa sebagai orang yang mampu menguasai materi untuk mrnunjukkan bahwa mereka telah menguasainya dan siswa lain pun mampu menguasai materi.

2.3              Indikator Cara Mengukur Kemampuan pada Self-Efficac
Menurut Bandura (1997: 42-43), dimensi-dimensi Self-Efficacy yang digunakan sebagai dasar bagi pengukuran terhadap Self-Efficacy individu adalah :
a.       Magnitude.
Dimensi ini berkaitan dengan tingkat kesulitan tugas yang diyakini oleh seseorang untuk dapat diselesaikan. Jika individu dihadapkan pada masalah atau tugas-tugas yang disusun menurut tingkat kesulitan tertentu maka Self-Efficacy nya akan jatuh pada tugas-tugas yang mudah, sedang, dan sulit sesuai dengan batas kemampuan yang dirasakan untuk memenuhi tuntutan perilaku yang dibutuhkan bagi masing-masing tingkatnya tersebut. Dimensi kesulitan memiliki implikasi terhadap pemilihan tingkah laku yang dicoba atau yang akan dihindari. Individu akan mencoba tingkah laku yang dirasa mampu dilakukan dan akan menghindari tingkah laku yang dirasa berada di luar batas kemampuannya.
b.       Strenght
Dimensi ini berkaitan dengan tingkat kekuatan atau kelemahan keyakinan individu tentang kemampuan yang dimilikinya. Individu dengan Self-Efficacy kuat mengenai kemampuannya cenderung pantang menyerah dan ulet dalam meningkatkan usahanya walaupun menghadapi rintangan. Sebaliknya individu dengan Self-Efficacy lemah cenderung mudah terguncang oleh hambatan kecil dalam menyelesaikan tugasnya.
c.        Generality
Dimensi ini merupakan dimensi yang berkaitan dengan keluasan bidang tugas yang dilakukan. Dalam mengatasi atau menyelesaikan masalah/tugas-tugasnya, beberapa individu memiliki keyakinan terbatas pada suatu aktivitas dan situasi tertentu dan beberapa menyebar pada serangkaian aktivitas dan situasi yang bervariasi.

2.4              Penelitian yang Terkait dengan Self-Efficacy
SELF-EFFICACY SISWA DALAM PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA
Agus Subaidi
Program Studi Pendidikan Matematika, FKIP, Universitas Madura
Alamat: Jalan Raya Panglegur 3,5 KM Pamekasan

Abstrak
Self efficacy mempengaruhi bagaimana individu berpikir, merasa, memotivasi diri, dan bertindak. Self-Efficacy adalah keyakinan seorang individu mengenai kemampuannya dalam mengorganisasi dan menyelesaikan suatu tugas yang diperlukan untuk mencapai hasil tertentu. Dimensi-dimensi Self-Efficacy yang digunakan sebagai dasar bagi pengukuran terhadap Self-Efficacy individu adalah magnitude,strength, dan generality. Self-Efficacy yang kuat atau tinggi sangat dibutuhkan siswa dalam pemecahan masalah matematika tersebut sehingga dapat mencapai keberhasilan dalam pembelajaran tersebut. Siswa dengan Self-Efficacy yang tinggi akan lebih mampu bertahan menghadapi masalah matematika tersebut, mudah memecahkan tugas dan masalah matematika tersebut, dan kegagalan memecahkan masalah matematika tersebut dianggap karena kurangnya usaha atau belajar. Sebaliknya siswa dengan Self-Efficacy yang lemah atau rendah cenderung rentan dan mudah menyerah menghadapi masalah matematika tersebut, mengalami kesulitan dalam memecahkan tugas dan masalah matematika tersebut, dan kegagalan memecahkan masalah matematika tersebut dianggap karena kurangnya kemampuan matematikanya.
Kata-kata Kunci: Self efficacy, Pemecahan Masalah Matematika

PENDAHULUAN
Self-Efficacy (keyakinan diri) siswa merupakan salah satu dimensi penting dalam pemecahan masalah matematika. Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 54 Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, dalam pembelajaran matematika Self-Efficacy dituntut untuk dikembangkan. Pengembangan Self-Efficacy dalam kurikulum matematika tersebut antara lain disebutkan bahwa pelajaran matematika harus menanamkan sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan. Penanaman sikap tersebut, yakni merasa ingin mengetahui, perhatian, minat dalam mempelajari matematika, bersikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Pentingnya pengembangan Self-Efficacy siswa dalam pemecahan masalah matematika dikarenakan: (1) proses pembelajaran matematika dikelas sangat dipengaruhi oleh Self-Efficacy siswa terhadap pelajaran matematika (Shadiq, 2007: 1), (2) Self-Efficacy siswa membentuk kemampuan matematika siswa dalam pemecahan masalah matematika (Bandura, 1993: 119), (3) pelajaran matematika diasumsikan oleh kebanyakan siswa sebagai pelajaran yang sulit, membuat stress, dan membosankan, dimana dengan Self-Efficacy yang tinggi permasalahan tersebut bisa direduksi bahkan dapat dieliminir siswa (Leonard dan Supardi, 2010: 342).
Berdasarkan pengalaman penulis selama menjadi pengajar matematika di sekolah dan bimbingan belajar, banyak siswa memiliki Self-Efficacy rendah. Hal tersebut ditunjukkan dengan perilaku menyerah saat menemui kesulitan dalam mempelajari atau memecahkan masalah. Perilaku tersebut juga muncul saat siswa mendapatkan informasi tentang suatu materi bahwasannya materi tersebut sulit maka siswa cenderung tidak memiliki keyakinan dapat mempelajarinya atau bahkan memecahkan masalah-masalah yang berkaitan dengan masalah tersebut. Hal ini sesuai dengan pernyataan Bandura bahwa siswa yang memiliki Self-Efficacy rendah mengalami kesulitan dalam memecahkan tugas dan menganggap tugas tersebut sebagai ancaman terhadap dirinya. Siswa yang memiliki aspirasi rendah dan komitmen yang lemah pada tujuan cenderung menyerah. Sebaliknya individu yang memiliki Self-Efficacy tinggi, aspirasi tinggi, dan komitmen yang tinggi pada tujuan, tugas yang sulit dianggap sebagai tantangan untuk dipecahkan dari pada dianggap sebagai ancaman yang harus dihindari (Bandura, 1993: 144-145). Fakta empiriknya, pentingnya Self-Efficacy siswa dalam pemecahan masalah matematika tampak terlihat dalam berbagai penelitian ilmiah kalangan akademisi. Albert Bandura dan Schunk (1981) dalam penelitiannya memperlihatkan bahwa semakin tinggi keyakinan diri (Self-Efficacy) maka semakin cepat siswa tersebut memecahkan tugas pelajaran matematika, bertahan memecahkan soal pelajaran matematika, dan cermat dalam komputasi pelajaran matematika (Prakoso, 1996: 12). Keyakinan diri ini, dalam pelajaran matematika terbentuk karena sikap positif terhadap matematika, dimana dengan sikap positif ini dapat memecahkan masalah matematika sesuai dengan kemampuan aktualnya (Bandura, 1993: 119). Barry J. Zimmerman dalam penelitiannya memaparkan bahwa Self-Efficacy berpengaruh secara signifikan terhadap motivasi belajar dan pembelajaran siswa. Self-Efficacy mendorong siswa responsif untuk memperbaiki metode pembelajarannya dan dapat memprediksi hasil yang dicapainya. Self-Efficacy tentang kemampuan akademiknya memainkan peran essensial dalam membentuk motivasi belajar untuk mencapai kemampuan akademik (Zimmerman, 2000: 89).
Sampai pada saat ini, mengikuti perspektif teori kognitif sosial (social cognitif theory) atau teori pembelajaran sosial (social learning theory) Albert Bandura tampak bahwa Self-Efficacy sangat penting bagi siswa sekolah menengah untuk pemecahan masalah matematika. Artinya, Self-Efficacy yang kuat atau tinggi sangat dibutuhkan siswa dalam pemecahan masalah matematika tersebut sehingga dapat mencapai keberhasilan dalam pembelajaran tersebut. Siswa dengan Self-Efficacy yang tinggi akan lebih mampu bertahan menghadapi masalah matematika tersebut, mudah memecahkan tugas dan masalah matematika tersebut, dan kegagalan memecahkan masalah matematika tersebut dianggap karena kurangnya usaha atau belajar.
Sebaliknya siswa dengan Self-Efficacy yang lemah atau rendah cenderung rentan dan mudah menyerah menghadapi masalah matematika tersebut, mengalami kesulitan dalam memecahkan tugas dan masalah matematika tersebut, dan kegagalan memecahkan masalah matematika tersebut dianggap karena kurangnya kemampuan matematikanya. Akibat hal tersebut, siswa tidak bisa mencapai keberhasilan belajar dalam pembelajaran pelajaran tersebut. Kemampuan matematika siswa dapat dibentuk melalui pembentukan Self-Efficacy. Tantangan dan frustasi yang menjadi krusial penghambat kemampuan matematika siswa dapat diatasi melalui pembentukan Self-Efficacy (Borovik dan Gardiner, 2006: 2).
1. Pengertian Self-Efficacy
Menurut Bandura (1997: 3), Self-Efficacy adalah keyakinan seorang individu mengenai kemampuannya dalam mengorganisasi dan menyelesaikan suatu tugas yang diperlukan untuk mencapai hasil tertentu. Sedangkan menurut Kusaeri (2011: 22-23) sikap menjadi dasar bertindak, dan tindakan menjadi ungkapan sikap itu. Ini berarti bahwa Self-Efficacy seorang siswa akan menjadi dasar siswa tersebut melakukan tindakan dalam menghadapi suatu masalah tertentu dan hasil tindakannya merupakan ungkapan Self-Efficacy siswa tersebut. Menurut Robbins (2003:127), Self-Efficacy merupakan faktor yang ikut mempengaruhi kinerja seseorang dalam mencapai suatu tujuan tertentu.
Ditinjau dari akademik, Self-Efficacy akademik mengacu pada keyakinan individu bahwa ia mampu melakukan tindakan tertentu (Schunk, 1991). Selanjutnya Schunk menyatakan bahwa Self-Efficacy bukanlah satu-satunya pengaruh pada perilaku/tindakan. Perilaku atau tindakan merupakan fungsi dari banyak variabel. Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa Self-Efficacy adalah keyakinan seseorang terhadap keterampilan dan kemampuan dirinya dalam mengorganisasi dan menyelesaikan permasalahan untuk hasil yang terbaik dalam suatu tugas tertentu.
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Self-Efficacy
Menurut Bandura (1997: 80-115) menyatakan bahwa ada empat utama yang mempengaruhi Self-Efficacy seseorang yaitu:
a. Pengalaman keberhasilan seseorang dalam menghadapi tugas tertentu pada waktu sebelumnya. Apabila seseorang pernah mengalami keberhasilan dimasa lalu maka semakin tinggi pula Self-Efficacy, sebaliknya apabila seseorang mengalami kegagalan dimasa lalu maka semakin rendah pula Self-Efficacy orang tersebut.
b. Pengalaman orang lain. Individu yang melihat orang lain berhasil dalam melakukan aktifitas yang sama dan memiliki kemampuan yang sebanding dapat meningkatkan Self-Efficacy nya, sebaliknya jika orang yang dilihat gagal maka Self-Efficacy individu tersebut menurun.
c. Persuasi verbal, yaitu informasi tentang kemampuan seseorang yang disampaikan secara verbal oleh orang yang berpengaruh sehingga dapat meningkatkan keyakinan bahwa kemampuan-kemampuan yang dimiliki dapat membantu untuk mencapai apa yang diinginkan.
d. Kondisi fisiologis yaitu keadaan fisik (sakit, rasa lelah dan lain-lain) dan kondisi emosional (suasana hati, stress dan lain-lain). Keadaan yang menekan tersebut dapat mempengaruhi keyakinan akan kemampuan dirinya dalam menghadapi tugas. Jika ada hal negatif, seperti lelah, kurang sehat, cemas, atau tertekan, akan mengurangi tingkat Self-Efficacy seseorang. Sebaliknya, jika seseorang dalam kondisi prima, hal ini akan berkontribusi positif bagi perkembangan Self-Efficacy.
3. Indikator Self-Efficacy
Menurut Bandura (1997: 42-43), dimensi-dimensi Self-Efficacy yang digunakan sebagai dasar bagi pengukuran terhadap Self-Efficacy individu adalah :
a. Magnitude.
Dimensi ini berkaitan dengan tingkat kesulitan tugas yang diyakini oleh seseorang untuk dapat diselesaikan. Jika individu dihadapkan pada masalah atau tugas-tugas yang disusun menurut tingkat kesulitan tertentu maka Self-Efficacy nya akan jatuh pada tugas-tugas yang mudah, sedang, dan sulit sesuai dengan batas kemampuan yang dirasakan untuk memenuhi tuntutan perilaku yang dibutuhkan bagi masing-masing tingkatnya tersebut. Dimensi kesulitan memiliki implikasi terhadap pemilihan tingkah laku yang dicoba atau yang akan dihindari. Individu akan mencoba tingkah laku yang dirasa mampu dilakukan dan akan menghindari tingkah laku yang dirasa berada di luar batas kemampuannya.
b. Strenght
Dimensi ini berkaitan dengan tingkat kekuatan atau kelemahan keyakinan individu tentang kemampuan yang dimilikinya. Individu dengan Self-Efficacy kuat mengenai kemampuannya cenderung pantang menyerah dan ulet dalam meningkatkan usahanya walaupun menghadapi rintangan. Sebaliknya individu dengan Self-Efficacy lemah cenderung mudah terguncang oleh hambatan kecil dalam menyelesaikan tugasnya.
c. Generality
Dimensi ini merupakan dimensi yang berkaitan dengan keluasan bidang tugas yang dilakukan. Dalam mengatasi atau menyelesaikan masalah/tugas-tugasnya, beberapa individu memiliki keyakinan terbatas pada suatu aktivitas dan situasi tertentu dan beberapa menyebar pada serangkaian aktivitas dan situasi yang bervariasi.
4. Self-efficacy Siswa dalam Pemecahan Masalah Matematika
Self efficacy adalah hal penting bagi setiap orang untuk menghadapi suatu masalah yang dihadapi. Hal ini diperkuat dengan bukti bahwa self efficacy sangat mempengaruhi kehidupan. Self efficacy juga sangat mempengaruhi kepercayaan diri, sedangkan kepercayaan diri adalah satu diantara aspek-aspek kepribadian yang penting dalam kehidupan manusia, yang terbentuk melalui proses belajar dalam interaksinya dengan lingkungan. Kepercayaan diri merupakan aspek kepribadian manusia yang berfungsi penting untuk mengaktualisasikan potensi yang dimiliki manusia.
Penelitian yang dilakukan Belz dan Hacket pada tahun 1983, (Pajares, 2002:11) melaporkan bahwa dengan self efficacy yang tinggi, maka pada umumnya seorang siswa akan lebih mudah dan berhasil melampaui latihan-latihan yang diberikan padanya, sehingga hasil akhir dari pembelajaran tersebut yang tercermin dalam prestasi akademiknya juga cenderung akan lebih tinggi dibandingkan siswa yang memiliki self-efficacy lebih rendah.
Sedangkan menurut siswono (2008) ada beberapa faktor yang mempengaruhi kemampuan dalam pemecahan masalah :
1. Pengalaman awal, yaitu pengalaman terhadap tugas-tugas menyelesaikan soal cerita atau soal aplikasi. Pengalaman awal seperti ketakutan (phobia) terhadap matematika dapat menghambat kemampuan siswa dalam pemecahan masalah.
2. Latar belakang matematika yaitu kemampuan siswa terhadap konsep-konsep matematika yang berbeda-beda tingkatnya dapat memicu perbedaan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah.
3. Keinginan dan motivasi yaitu dorongan yang kuat dari dalam diri(internal), seperti menumbuhkan keyakinan saya “bisa” maupun eksternal, seperti diberikan soal-soal yang menarik,menantang, kontekstual dapat mempengaruhi hasil pemecahan masalah.
4. Struktur Masalah yaitu struktur masalah yang diberikan kepada siswa (pemecahan masalah), seperti format secara verbal atau gambar, kompleksitas (tingkat kesulitan soal), konteks (latar belakang cerita atau tema), bahasa soal, maupun pola masalah satu dengan masalah yang lain dapat mengganggu kemampuan siswa dalam memecahkan masalah.
Dari keempat faktor yang mempengaruhi pemecahan masalah tersebut, tampak salah satunya adalah keyakinan dan motivasi, dimana keyakinan dan motivasi ini sangat terkait dengan Self-Efficacy. Hal ini menunjukkan bahwa Self-Efficacy memiliki dampak langsung terhadap kemampuan matematika. Oleh karena itu, seorang guru perlu mengetahui dan mengarahkan agar siswa memiliki Self-Efficacy sehingga siswa mampu memecahkan masalah matematika.
PENUTUP
Self-efficacy sangat berperan penting dalam segala hal, terutama bagi siswa yang sedang memecahkan masalah matematika. Dengan adanya rasa self-efficacy yang tinggi dalam diri siswa diharapkan dapat berhasil dalam memecahkan masalah matematika. Untuk menanamkan self-efficacy siswa yang tinggi, maka guru perlu menciptakan suasana belajar yang menyenangkan, mengaktifkan dan mengembangkan keyakinan diri serta selalu memberi motivasi yg baik.

Kemampuan Self-Efficacy dalam Pembelajaran Matematika
Asri Damayanti, Iis Ismayati, dan Muhammad Rayhan Zaky
Universitas Negeri Jakarta
adamayanti14@gmail.com;iis.ismayati1@gmail.com;rayhan.zaky17@yahoo.com

ABSTRACT

Self-efficacy is abelief or confidence intheability of individual people to organize, implementaction sto display certains kills, performa task, achieve a goal, and produce some thing in life to overcome. Students with ahigh self-efficacy have agreat desiretodo his dutie sand will strive to do the jobeven though they will find difficulties. Believe in the self-ability is necessary. High self-efficacy helps create a sense of calmin approaching difficultt asks and activities. From the statements above,it can be concluded that the high erself-efficacy, the higher the individual students’ abilityin the face of learning mathematics, and conversely the lower self-efficacy is the individual student's abilityin dealing with mathematis learning would be lower.
Key Words : Self Efficacy, Learning Mathematics
ABSTRAK
Self-efficacy merupakan keyakinan atau kepercayaan individu mengenai kemampuan individu untuk mengorganisasi, mengimplementasi tindakan untuk menampilkan kecakapan tertentu, melakukan suatu tugas, mencapai suatu tujuan, dan menghasilkan sesuatu dalam mengatasi kehidupan. Siswa dengan self-efficacy yang tinggi mempunyai keinginan yang besar untuk mengerjakan tugas-tugasnya dan akan berusaha keras untuk mengerjakan tugas tersebut meskipun ia kesulitan.Keyakinan akan kemampuan di dalam diri sangat diperlukan. Self-efficacy yang tinggi membantu membuat perasaan tenang dalam mengerjakan tugas dan melakukan kegiatan yang sulit. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi self-efficacy individu maka akan semakin tinggi kemampuan siswa dalam menghadapi pembelajaran matematika, dan sebaliknya semakin rendah self-efficacy maka kemampuan siswa dalam menghadapi pembelajaran matematika akan semakin rendah. 
Kata Kunci :Self Efficacy, Pembelajaran matematika.



A.           PENDAHULUAN
Matematika merupakan subjek atau mata pelajaran yang penting untuk dipelajari. Kleinedan Thomas dalam tesisnya menyatakan berdasarkan National Mathematics Advisory Panel (NMAP, 2008),
“leading societies have commanded mathematical skills that have brought them advantages in medicine and health, in technology and commerce, in navigation and exploration, in defense and finance, and in the ability to understand past failures and to forecast future developments”.
(Kleine and Thomas 2013)
Matematika, merupakan kemampuan yang penting untuk dikuasai dalam kehidupan sehari-hari. Pemikiran matematika adalah sesuatu yang kita lakukan, mulai dari perhitungan yang sederhana hingga kompleks. Adam dalam disertasinya mengungkapkan National Numeracy Strategy (Department for Education and Employment (DfEE), 1999) menyatakan bahwa dasar yang kuat dalam berhitung dasar membantu anak untuk berhasil dalam bidang studi lainnya dalam kurikulum dan mengembangkan kemampuan matematika yang penting untuk pendidikan yang lebih tinggi dan pekerjaan. (Adams 2007). Ketika Matematika disebutkan, banyak orang akan bicara bahwa mereka tidak memiliki kemampuan bermatematika yang baik, takut terhadap matematika atau tidak suka dengan matematika. (Diane Kay Borton Kahle 2008)
Del Siegle dan Mc Coach menyatakan mengapa ada siswa yang antusias sedangkan yang lainnya tidak tertarik untuk belajar? Mengapa sebagian siswa percaya akan kemampuan dirinya dalam bermatematika dan sebagian lainnya merasa tidak mampu? Hal ini berpengaruh terhadap kepercayaan diri seseorang pada kemampuan dirinya. Contohnya, jika siswa percaya akan kemampuan dirinya, mereka akan lebih banyak bertanya atau menjawab pertanyaan lebih sering dari pada siswa yang tidak percaya akan kemampuan dirinya, mereka akan lebih banyak diam dan cenderung takut. Tentunya hal ini akan mempengaruhi proses belajar mengajar.(Siegle and McCoach 2007)
Mengapa hal itu bisa terjadi? Bandura (1997) menyatakan Self-Efficacy merupakan hal yang mendasari siswa termotivasi sehingga sukses dalam bidang yang spesifik dan juga mempunyai peran penting dalam prestasi akademiknya. Selain itu Pajares & Millers (1994) juga menyatakan bahwa faktanya Self-Efficacy merupakan predictor yang menentukan mathematics performance yang lebih kuat dari faktor-faktor lainnya seperti self-concept, anxiety, perceived usefulness of mathematics, jenis kelamin, atau latar belakang matematika.(Kleine and Thomas 2013)
Bandura (1977) pertama kali mengenalkanconstruct ofself-efficacy pada akhir tahun 1970-an. Penelitian selama 30 tahun lalu telah mengungkapkan hubungan positif antaraself-efficacy belief dengan prestasi akademik dan ketekunan.(Siegle and McCoach 2007). Dalam Latifatul, Bandura menyatakan bahwa self-efficacy merupakan salah satu potensi yang ada pada faktor kognitif manusia, self-efficacy berpengaruh besar terhadap perilaku manusia. Hal yang ditekankan dalam self-efficacy dapat dipandang sebagai keyakinan seseorang dan kemampuan melakukan serangkaian tindakan dalam situasi tertentu. Keyakinan ini tidak berkaitan dengan seberapa banyak kemampuan yang dimiliki siswa, namun keyakinan apa yang dapat dilakukan dengan kemampuan yang dimiliki dalam berbagai kondisi. (Masraroh 2012). Permasalahan yang muncul dalam tulisan ini adalah bagaimana pengaruh kemampuan self-efficacy dalam pembelajaran matematika?
B.            PEMBAHASAN
1.        Self-efficacy
Self-efficacy merupakan salah satu kemampuan pengaturan diri individu. Konsep self-efficacy pertama kali dikemukakan oleh Bandura. Self-efficacy mengacu pada persepsi tentang kemampuan individu untuk mengorganisasi dan mengimplementasi tindakan untuk menampilkan kecakapan tertentu (Bandura, 1986). Baron dan Byrne (2000) mengemukakan bahwa self-efficacy merupakan penilaian individu terhadap kemampuan atau kompetensinya untuk melakukan suatu tugas, mencapai suatu tujuan, dan menghasilkan sesuatu. Schultz (1994) mendefinisikan self-efficacy sebagai perasaan kita terhadap kecukupan, efisiensi, dan kemampuan kita dalam mengatasi kehidupan. Di samping itu, menurut Zimmerman (2000), self-efficacy merupakan penilaian pribadi tentang kemampuan seseorang untuk mengatur dan melaksanakan program kerja dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan, dan ia berusaha menilai tingkat, keumuman, dan kekuatan dari seluruh kegiatan dan konteks.
Berdasarkan persamaan pendapat para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa self-efficacy merupakan keyakinan atau kepercayaan individu mengenai kemampuan individu untuk mengorganisasi, mengimplementasi tindakan untuk menampilkan kecakapan tertentu, melakukan suatu tugas, mencapai suatu tujuan, menghasilkan sesuatu dalam mengatasi kehidupan.
Bagaimana self-efficacy berkembang?  Self-efficacy tidak muncul begitu saja, ia tumbuh melalui suatu proses. Keyakinan ini mulai terbentuk pada anak usia dini sebagai anak-anak berurusan dengan berbagai macam pengalaman, tugas, dan situasi. Namun, pertumbuhan self-efficacy tidak berakhir selama masa muda, tapi terus berkembang sepanjang hidup dalam memperoleh keterampilan baru, pengalaman, dan pemahaman. Pengalaman awal self-efficacy berpusat dalam keluarga.
Anak mendapatkan pengetahuan mengenai kemampuannya pada saat ia mengembangkan kemampuan sensorik, motorik dan menguasi bahasa. Kemudian pengalaman tersebut bertambah dalam lingkungan sosialnya. Dalam mengembangkan kecakapan dukungan orangtua amat besar pengaruhnya, orangtua yang respon terhadap perilaku anaknya dan memberikan pengayaan lingkungan fisik serta memberikan kebebasan bergerak untuk bereksplorasi, maka anaknya akan mengalami percepatan dalam perkembangan kognitifnya. Teman sebaya sebagai peer group memberikan dorongan untuk mengembangkan dan meningkatkan self-efficacy seseorang, adanya model self-efficacy, informasi penilaian serta pembuktian self-efficacy, teman sebaya menjadi agen utama dalam pengembangan dan validasiself-efficacy. Pertumbuhan self-efficacy berlangsung pula sepanjang masa transisi remaja. Remaja belajar bertanggungjawab dalam hampir semua dimensi kehidupannya, karena setiap individu pada dasarnya dihadapkan pada suatu krisis, dan krisis itulah yang menjadi tugas bagi seseorang untuk dapat dilaluinya dengan baik.
Faktor-faktor yang mempengaruhi self-efficacy menurut Bandura (1997) yaitu:
a.         Pengalaman Keberhasilan (mastery experiences)
Keberhasilan yang sering didapatkan akan meningkatkan self-efficacy yang dimiliki seseorang sedangkan kegagalan akan menurunkan self-efficacy nya. Apabila keberhasilan yang didapat seseorang banyak karena faktor-faktor di luar dirinya, biasanya tidak akan membawa pengaruh terhadap peningkatan self-efficacy dirinya. Akan tetapi, jika keberhasilan tersebut didapatkan dengan melalui hambatan yang besar dan merupakan hasil perjuangannya sendiri, maka hal itu akan membawa pengaruh pada peningkatan self-efficacy nya. Jadi, ketika seseorang mengeluarkan usaha yang besar dalam melaksanakan tugas yang dirasakan sulit, kesuksesan tidak akan dengan kuat mempengaruhi self-efficacy dirinya di mana kegagalan akan menurunkanself-efficacynya.
b.        Pengalaman Orang Lain (Vicarious Experiences)
Pengalaman keberhasilan orang lain yang memiliki kemiripan dengan individu dalam mengerjakan suatu tugas biasanya akan meningkatkan self-efficacy seseorang dalam mengerjakan tugas yang sama. Self-efficacy tersebut didapat melalui social models yang biasanya terjadi pada diri seseorang yang kurang pengetahuan tentang kemampuan dirinya sehingga mendorong seseorang untuk melakukan modeling. Namun self-efficacy yang didapat tidak akan terlalu berpengaruh bila model yang diamati tidak memiliki kemiripan atau berbeda dengan model. Biasanya orang membuat perbandingan dengan orang lain dalam hal usia, jenis kelamin, ras, tingkat pendidikan dan sosial ekonomi, penandaan etnik, dan prediksi kemampuan sendiri mereka dalam mengerjakan tugas. Meski tidak sebesar pengaruh seperti pada Mastery Experiece (Past Experience), modeling ini berpengaruh sangat kuat pada self-efficacy ketika seseorang tidak meyakini dirinya sendiri.
c.         Persuasi Sosial (Social Persuation)
Informasi tentang kemampuan yang disampaikan secara verbal oleh seseorang yang berpengaruh biasanya digunakan untuk meyakinkan seseorang bahwa ia cukup mampu melakukan suatu tugas. Persuasi positif meningkatkan self-efficacy, sedangkan persuasi negatif menurunkan self-efficacy. Secara umum lebih  udah menurunkanself-efficacy seseorang dari pada meningkatkannya.
d.        Keadaan Fisiologis dan Emosional (Physiological and Emotional States)
Kecemasan dan stress yang terjadi dalam diri seseorang ketika melakukan tugas sering diartikan sebagai suatu kegagalan. Pada umumnya seseorang cenderung akan mengharapkan keberhasilan dalam kondisi yang tidak diwarnai oleh ketegangan dan tidak merasakan adanya keluhan atau gangguan somatik lainnya. Self-efficacy biasanya ditandai oleh rendahnya tingkat stress dan kecemasan sebaliknya self-efficacy yang rendah ditandai oleh tingkat stress dan kecemasan yang tinggi pula.
Pertumbuhan self-efficacy juga bergantung kepada faktor pribadi. Faktor yang berpengaruh terhadap pribadi pada saat menjalankan suatu tugas berkaitan dengan 3 unsur pokok, yaitu:
1. Stucture Permanent Characteristic. Yaitu dalam suatu kecakapan dan karakterisrik individu yang telah menetap dalam kepribadiannya yang merupakan hasil interaksi antara hereditas dan lingkungan. Dalam hal ini termasuk pendidikan, pengalaman, struktur masyarakat, jenis kelamin, danfalsafah hidup.
2. Temporary State. Keadaan dalam diri individu yang bersifat sementara, seperti sakit, marah, sedih, gembira, lapar dan sebagainya merupakan keadaan yang dapat mempengaruhi self-efficacy. Orang yang sakit biasanya mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap penampilan. Mereka akan merasa ragu terhadap kemampuannya untuk berhasil karena terganggu oleh keadaan sakit yang dideritanya. Sebaliknya orang sehat akan berbuat lebih baik dalam menalankan satu kegiatan tertentu.
3. Activity in Process. Kegiatan yang sedang berlangsung. Orang yang sedang terlibat satu kegiatan akan terbagi konsentrasi pemikirannya bila dihadapkan dengan kegiatan lain dalam waktu yang bersamaan. Pada saat dia memutuskan perhatiannya untuk menyelesaikan satu tugas, maka tugas yang lainnya akan terabaikan, paling tidak hasilnya tidak akan maksimal.
Berikut ini perbedaan individu dengan self-efficacy tinggi dan orang dengan rasa self-efficacy yang rendah:
Orang dengan rasa self-efficacy tinggi
Orang dengan rasa self-efficacy rendah
Lihat masalah yang menantang sebagai tugas yang harus dikuasai
Menghindari tugas-tugas yang menantang
Mengembangkan minat lebih dalam kegiatan di mana mereka berpartisipasi
Percayalah bahwa tugas sulit dan situasi yang di luar kemampuan mereka
Membentuk rasa kuat komitmen terhadap kepentingan dan kegiatan mereka
Fokus pada kegagalan pribadi dan hasil negatif
Segera pulih dari kemunduran dan kekecewaan
Cepat kehilangan keyakinan pada kemampuan pribadi
Tabel 1.Perbedaanantara Orang denganSelf-Efficacy yang Tinggidengan Orang denganSelf-Efficacy yang Rendah
Bandura (1997) menyebutkan bahwa ada beberapa manfaat dari self-efficacy yaitu:
a.    Pilihan Perilaku
Dengan adanya self-efficacy yang dimiliki individu, hal tersebut mempengaruhi  tindakan apa yang akan ia lakukan dalam menghadapi suatu tugas
untuk mencapai tujuan yang diinginkannya.
b.    Pilihan Karir
Self-efficacy merupakan mediator yang cukup berpengaruh terhadap pemilihan karir seseorang. Bila seseorang merasa mampu melaksanakan tugas-tugas dalam karir tertentu maka biasanya ia akan memilih karir tesebut.
c.    Kuantitas Usaha dan Keinginan untuk Bertahan pada Suatu Tugas
Individu yang memiliki self-efficacy yang tinggi biasanya akan berusaha keras untuk menghadapi kesulitan dan bertahan dalam mengerjakan suatu tugas bila mereka telah mempunyai keterampilan prasyarat. Sedangkan individu yang mempunyai self-efficacy yang rendah akan terganggu oleh keraguan terhadap kemampuan diri dan mudah menyerah bila menghadapi kesulitan dalam mengerjakan tugas tersebut.
d.   Kualitas Usaha
Penggunaan strategi dalam memproses suatu tugas secara lebih mendalam dan keterlibatan kognitif dalam belajar memiliki hubungan yang erat dengan self-efficacy yang tinggi. Suatu penelitian dari Pintrich dan De Groot menemukan bahwa siswa yang memiliki self-efficacy tinggi cenderung akan memperlihatkan penggunaan kognitif dan strategi belajar yang lebih bervariasi.. Hal ini dimaksudkan untuk menumbuhkan kepercayaan dalam diri individu bahwa yang bersangkutan memiliki kemampuan untuk berhasil dengan sukses melakukan sesuatu dan mampu menghadapi berbagai tantangan kehidupan yang ada di dalam lingkungan sekitar.
2.      Pembelajaran Matematika
Pembelajaran merupakan proses yang dilakukan seseorang untuk memperoleh perubahan perilaku maupun sikap sebagai hasil pengalaman dalam interaksi dengan lingkungannya untuk mencapai tujuan tertentu.
Dalam Kamus Istilah Pendidikan dan Umum yang disusun oleh M. Sastrapradja menyatakan: "pengajaran adalah cara mengajar atau mengajarkan”. Oemar Hamalik juga menambahkan bahwa: “pembelajaran adalah suatukombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi dalam mencapai tujuanpembelajaran”.
Pengertian pembelajaran matematika menurut Tim MKPBM (200: 8-9) terbagi dua macam:
1) Pengertian pembelajaran matematika secara sempit, yaitu proses pembelajaran dalam lingkup persekolahan, sehingga terjadi proses sosialisasi individu siswa dengan lingkungan sekolah, seperti guru, sumber atau fasilitas, dan teman sesama siswa.
2) Pengertian pembelajaran matematika secara luas, yaitu upaya penataan lingkungan yang memberi nuansa agar program belajar matematika tumbuh dan berkembang secara optimal.
Nickson (Jajang, 2005:5) berpendapat bahwa pembelajaran matematika adalah pemberian bantuan kepada siswa untuk membangun konsep-konsep dan prinsip-prinsip matematika dengan kemampuan sendiri melalui proses internalisasi (arahan terbimbing) sehingga konsep atau prinsip itu terbangun.
Dari beberapa pendapat tentang pengertian pembelajaran matematika, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika merupakan serangkaian aktivitas guru dalam memberikan pengajaran terhadap siswa untuk membangun konsep-konsep dan prinsip-prinsip matematika dengan kemampuan sendiri melalui proses internalisasi, sehingga konsep atau prinsip itu terbangun dengan metode atau pendekatan mengajar dan aplikasinya agar dapat meningkatkan kompetensi dasar dan kemampuan siswa.
Pada dasarnya tujuan matematika merupakan sasaran yang ingin dicapai sebagai hasil dari proses pembelajaran matematika, yaitu siswa telah memiliki sejumlah pengetahuan dan kemampuan di bidang matematika yang telah dipelajari, sehingga siswa tersebut dapat menggunakannya dalam memecahkan masalah yang berhubungan dengan matematika atau dalam kehidupan sehari-hari.
Pembelajaran di banyaks ekolah belum  diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Pada sisi lain,  dalam proses pembelajaran banyak pendidik belum dapat memberikan keteladanan bagi peserta didiknya. Hal ini berdampak pada tujuan pendidikan nasional di atas, termasuk tujuan pembelajaran matematika, yang belum begitu tercapai secara optimal. Keberhasilan peserta didik menyelesaikan pendidikannya di suatu satuan pendidikan lebih banyak diwarnai  oleh deskripsi aspek-aspek kognitif dan/atau aspek psikomotorik; aspek afektif belum begitu banyak mewarnai peta keberhasilan mereka selama menempuh pendidikan dan pembelajaran.
3.      Peran Self-efficacy dalam Pembelajaran Matematika
Pajares dan Kranzler (1995) menyebutkan bahwa self-efficacy adalah suatu alat yang berguna dalam pembelajaran matematika. Self-efficacy matematis didefinisikan sebagai suatu penilaian situasional dari suatu keyakinan individu dalam kemampuannya untuk berhasil membentuk atau menyelesaikan tugas-tugas atau masalah-masalah matematis tertentu. Artinya ketika kepada siswa diberikan suatu masalah matematika ia dapat meyakini dirinya tentang kemampuannya dalam menyelesaikan masalah tersebut.
Kemampuan self-efficacy ini juga dituntut dalam kurikulum matematika sekolah menengah pertama. Tuntutan pengembangan kemampuan self-efficacy yang tertulis dalam kurikulum matematika antara lain menyebutkan bahwa pelajaran matematika harus menanamkan sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika serta sikap ulet dan percaya diri.
Menurut The SEA’s program (2004) dalam jurnal “Pengaruh Self-efficacy Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematik” oleh Hamidahmenyebutkan bahwa gejala siswa yang memiliki self-efficacy rendah, tampak kurang percaya diri, meragukan kemampuan akademisnya, tidak berusaha mencapai nilai tinggi di bidang akademik antara lain: (1)  meragukan kemampuannya (self-doubt); (2) malu dan menghindari tugas-tugas sulit; (3) kurang memiliki aspirasi, komitmennya rendah dalam mencapai tujuan; (4) menghindar, melihat tugas-tugas sebagai rintangan, dan merasa rugi menyelesaikannya;  (5) usaha kurang optimal dan cepat menganggap sulit; (6) lambat memperbaiki self-efficacy apabila mengalami kegagalan; (7) merasa tidak memiliki cukup kemampuan dan bersikap defensif serta tidak belajar dari banyak kegagalan yang dialaminya; (8) mudah menyerah, malas, stres, dan depresi; (9) meragukan kemampuan ini mendorong mereka percaya pada hal-hal yang tidak rasional dan yang tidak mendasar pada kenyataan; (10) cenderung takut, tidak aman  dan manipulatif; (11)  cepat menyerah, merasa tidak akan pernah berhasil; dan (12)  meyakini seakan-akan segalanya "telah gagal''. Pikiran tidak rasional ini berkembang menjadi pikiran negatif (self–scripts) yang terus dipelihara oleh orang yang rendah diri.
Mereka yang memiliki rasa keberhasilan lebih tinggi tentang kemampuan yang dimilikinya diperkirakan akan memiliki kemungkinan sukses yang lebih tinggi. Beberapa reaksi psikologis menyarankan bahwa sekolah harus mengajarkan dan meningkatkan self-efficacy siswanya.
Self-efficacy yang dimiliki siswa mempengaruhi  tindakan apa yang akan ia lakukan dalam menghadapi suatu tugas untuk mencapai tujuan yang diinginkannya. Siswa dengan self-efficacy yang rendah mungkin menghindari pelajaran yang banyak tugasnya, khususnya untuk tugas-tugas yang menantang, sedangkan siswa dengan self-efficacy yang tinggi mempunyai keinginan yang besar untuk mengerjakan tugas-tugasnya. Individu yang memiliki self-efficacy yang tinggi akan berusaha keras untuk mengerjakan tugas menantang tersebut meskipun ia kesulitan, namun mereka akan bertahan dalam mengerjakan tugas tersebut. Sebaliknya siswa dengan self-efficacy yang rendah akan terganggu oleh keraguan terhadap kemampuan diri dan mudah menyerah bila menghadapi kesulitan dalam mengerjakan tugas tersebut. Jadi, self-efficacyyang tinggi membantu membuat perasaan tenang dalam mengerjakan tugas dan melakukan kegiatan yang sulit. Sebaliknya, orang yang meragukan kemampuan dirinya, mereka bisa percaya bahwa sesuatu itu lebih sulit daripada yang sesungguhnya.
Oleh karena itu, keyakinan akan kemampuan di dalam diri sangat diperlukan. Kenyataan yang terjadi dalam dunia pendidikan seringkali ditemukan siswa yang kurang percaya diri, tidak yakin dengan kemampuannya, atau pasrah saja menerima nasib. Kondisi ini jika dibiarkan tentulah akan dapat berakibat buruk terhadap masa depan siswa di kelas berlanjut di luar kelas. Sebagai orang yang terlibat dalam dunia pendidikan sudah seharusnya guru mencari suatu cara untuk dapat mengatasi masalah ini.
Self-efficacy dan achievement siswa meningkat saat mereka menetapkan tujuan yang spesifik, untuk jangka pendek, dan menantang. Meminta siswa untuk menetapkan tujuan jangka panjang adalah hal yang baik seperti: “Saya ingin malanjutkan ke perguruan tinggi”, tetapi akan sangat lebih baik kalau mereka juga membuat tujuan jangka pendek tentang apa yang harus dilakukan seperti: “Saya harus mendapatka nilai A untuk tes matematika yang akan datang”. Dengan adanya tujuan jangka pendek ini diharapkan keyakinan siswa akan meningkat, sehingga mereka pun akan lebih berusaha keras dalam mencapai tujuan tersebut.
Self-efficacy dapat dibangkitkan dari diri siswa melalui empat sumber; yaitu :
(1) Pengalaman otentik (authentic mastery experience),
(2) Pengalaman orang lain (vicarious experience),
(3) Pendekatan sosial atau verbal (verbal persuasion),
(4) Aspek psikologi (physiological affective states).
Menurut Del Siegle dan D. Betsy McCoach dalam Journal of Advance Academics menyatakan instruksi-instruksi yang dapat digunakan untuk meningkatkan self-efficacy siswa, diantaranya:
1.      Mengulang pelajaran yang lalu, menyampaikan tujuan pembelajaran, memperhatikan jalannya pembelajaran agar tercapai tujuan pembelajaran, dan mengulang tujuan pembelajaran di akhir pelajaran.
2.      Menyuruh siswa untuk mencatat apa saja yang telah mereka setiap harinya pada kalender dan hal-hal baru apa saja yang telah mereka dapatkan hari itu atau sesuatu yang istimewa.
3.      Mendorong siswa yang kurang mampu dalam menggunakan kegagalan mereka untuk berusaha lebih keras.
4.      Menggambarkan perhatian siswa terhadap pertumbuhan mereka dan memuji mereka atas kemampuan khusus mereka.
5.      Menggunakan contoh siswa sebagai orang yang sudah mampu menguasai materi untuk menunjukkan bahwa mereka telah menguaasinya dan siswa lain pun mampu menguasainya seperti mereka.
C.           KESIMPULAN
Self-efficacy merupakan salah satu kemampuan pengaturan diri individu. self-efficacy merupakan keyakinan atau kepercayaan individu mengenai kemampuan individu untuk mengorganisasi, mengimplementasi tindakan untuk menampilkan kecakapan tertentu, melakukan suatu tugas, mencapai suatu tujuan, menghasilkan sesuatu dalam mengatasi kehidupan. Self-efficacy tidak muncul begitu saja, ia tumbuh melalui suatu proses.
Pembelajaran matematika merupakan serangkaian aktivitas guru dalam memberikan pengajaran terhadap siswa untuk membangun konsep-konsep danp rinsip-prinsip matematika dengan kemampuan sendiri melalui proses internalisasi, sehingga konsep atau prinsip itu terbangun dengan metode atau pendekatan mengajar dan aplikasinya agar dapat meningkatkan kompetensi dasar dan kemampuan siswa.
Kemampuan self-efficacy dituntut dalam kurikulum matematika. Self-efficacy yang dimiliki siswa mempengaruhi tindakan apa yang akan ia lakukan dalam mencapai tujuan yang diinginkannya. Oleh karena itu, keyakinan akan kemampuan di dalam diri sangat diperlukan. Mereka yang memiliki rasa keberhasilan lebih tinggi tentang kemampuan yang dimilikinya diperkirakan akan memiliki kemungkinan sukses yang lebih tinggi. Beberapa reaksi psikologis menyarankan bahwa sekolah harus mengajarkan dan meningkatkan self-efficacy siswanya.
Secara umum disimpulkan bahwa self-efficacy yang dimiliki seseorang memberi pengaruh yang besar terhadap pembelajaran matematika. Hal ini dimaksudkan bahwa semakin tinggi self-efficacy seseorang, maka semakin tinggi kemampuannya dalam pembelajaran matematika. Sebaliknya semakin rendah self-efficacy seseorang maka semakin rendah kemampuan dalam pembelajaran matematika.
Disarankan, dalam pembelajaran di kelas khususnya pembelajaran matematika agar memperhatikan cara apasaja yang diperlukan untuk memunculkan dan meningkatkan self-efficacy siswa. Lebih lanjut, seorang guru disarankan menciptakan proses pembelajaran yang mampu meningkatkan self-efficacy siswa.

DAFTAR PUSTAKA


Kleine, Megan, and Kracht Thomas. "Predicting Students’ Confidence: How Teacher Feedback and Other Sources Influence Self-Efficacy in Mathematics Classroom." Theses and Dissertations--Educational, School, and Counseling Psychology, 2013: 1.
Masraroh, Latifatul. Efektivitas Bimbingan Kelompok Teknik Modeling untuk Meningkatkan Self Efficacy Akademik Siswa di Kelas X SMA. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia, 2012.
Siegle, Del, and D. Betsy McCoach. "Increasing Student Mathematics Self Efficacy Through Teacher Training." Journal of Advance Academics Vol.18 No.2, 2007: 278.







BAB III

PENUTUP

3.1              Kesimpulan

Self-efficacy merupakan salah satu kemampuan pengaturan diri individu. self-efficacy merupakan keyakinan atau kepercayaan individu mengenai kemampuan individu untuk mengorganisasi, mengimplementasi tindakan untuk menampilkan kecakapan tertentu, melakukan suatu tugas, mencapai suatu tujuan, menghasilkan sesuatu dalam mengatasi kehidupan. Self-efficacy tidak muncul begitu saja, ia tumbuh melalui suatu proses.
Pembelajaran matematika merupakan serangkaian aktivitas guru dalam memberikan pengajaran terhadap siswa untuk membangun konsep-konsep dan prinsip-prinsip matematika dengan kemampuan sendiri melalui proses internalisasi, sehingga konsep atau prinsip itu terbangun dengan metode atau pendekatan mengajar dan aplikasinya agar dapat meningkatkan kompetensi dasar dan kemampuan siswa.
Kemampuan self-efficacy dituntut dalam kurikulum matematika. Self-efficacy yang dimiliki siswa mempengaruhi tindakan apa yang akan ia lakukan dalam mencapai tujuan yang diinginkannya. Oleh karena itu, keyakinan akan kemampuan di dalam diri sangat diperlukan. Mereka yang memiliki rasa keberhasilan lebih tinggi tentang kemampuan yang dimilikinya diperkirakan akan memiliki kemungkinan sukses yang lebih tinggi. Beberapa reaksi psikologis menyarankan bahwa sekolah harus mengajarkan dan meningkatkan self-efficacy siswanya.
Secara umum disimpulkan bahwa self-efficacy yang dimiliki seseorang memberi pengaruh yang besar terhadap pembelajaran matematika. Hal ini dimaksudkan bahwa semakin tinggi self-efficacy seseorang, maka semakin tinggi kemampuannya dalam pembelajaran matematika. Sebaliknya semakin rendah self-efficacy seseorang maka semakin rendah kemampuan dalam pembelajaran matematika.
Disarankan, dalam pembelajaran di kelas khususnya pembelajaran matematika agar memperhatikan cara apasaja yang diperlukan untuk memunculkan dan meningkatkan self-efficacy siswa. Lebih lanjut, seorang guru disarankan menciptakan proses pembelajaran yang mampu meningkatkan self-efficacy siswa.




DAFTAR PUSTAKA

Alwisol. 2007. Hubungan Antara Self-Efficacy Dengan Kecemasan. UMM press: Malang. http://etheses.uin-malang.ac.id/1236/6/11410061 Bab_2.pdf. 24 September 2018.

Damayanti Asri, Iis Ismayati, dan Muhammad Rayhan Zaky. Kemampuan Self-Efficacy dalam Pembelajaran Matematika. UNJ. https://www.academia.edu/10432252/ KemampuanSelf-Efficacy_dalam_Pembelajaran_Matematika. 26 September 2018.

Subaidi, agus. 2016. Self-Efficacy Siswa Dalam Pemecahan Masalah Matematika. IGMA. Volume 1, Nomor 2, Maret 2016. https://www.academia.edu/33825605/self-efficacy_siswa_dalam_pemecahan_masalah_matematika.pdf. 24 September 2018.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar