Sabtu, 22 September 2018

Teori Van Hiele




BAB I

PENDAHULUAN

1.1              Latar Belakang

Belajar merupakan tindakan dan perilaku pesrta didik yang kompleks sebagai tindakan. Maka belajar hanya dialami oleh pesrta didik sendiri. Peserta didik adalah penentu terjadinya proses belajar. Proses belajar terjadi berkat peserta didik mempelajari sesuatu yang ada di lingkungan sekitar. Lingkungan yang dipelajari oleh peserta didik berupa keadaan alam, benda–benda atau hal–hal yang dijadikan bahan belajar.
Tindakan belajar dari suatu hal tesebut nampak sebagai perilaku belajar yang nampak dari luar. Pengertian dari belajar sangat beragam, banyak dari para ahli yang mengartikan secara berbeda–beda definisi dari belajar.sebagaimana kita ketahui bahwa belajar merupakan hal yang penting dalam bidang pendidikan. Tentu saja dalam proses belajar terdapat teori–teori yang memunculkan adanaya belajar.
Dari zaman dahulu, para ilmuan terus mengembangkan teori–teori belajar sebagai temuan mereka untuk mengembangkan pemikiran belajar mereka. Era globalisasi telah membawa berbagai perubahan yang memunculkan adanya teori–teori belajar yang berguna menyempurnakan teori – teori yang telah ada sebelumnya.Dengan bermunculnya teori – teori yang baru akan menyempurnaan teori–teori yang sebelumnya. Berbagai teori belajar dapat dikaji dan diambil dengan adanya teori tersebut.Tentunya setiap teori belajar memiliki keistimewaan tersendiri. Bahkan, tak jarang dalam setiap teori belajar juga terdapat kritikan–kritikan untuk penyempurnaan teori tersebut.

1.2         Rumusan Masalah
1.         Apa pengertian teori belajar kognitif menurut Van Hiele?
2.      Apa tahapan pemahaman geometri menurut Van Hiele?
3.      Apa fase – fase pembelajaran geometri?
4.      Bagaimana Karakteristik Teori Belajar Van Hiele?
5.      Apa Kekurangan dan Kelebihan Teori Belajar Van Hiele?
6.      Bagaimana pengalaman belajar sesuai tahap berpikir Van Hiele?
7.      Apa teori – teori pembelajaran geometri menurut Van Hiele?
8.      Apa saja manfaat teori van hiele dalam pengajaran geometri?
9.      Metode dan pendekatan apa yang sesuai dengan teori belajar Van Hiele?


1.3              Tujuan
1.      Untuk mengetahui pengertian teori belajar kognitif menurut Van Hiele
2.      Untuk mengetahui tahapan pemahaman geometri menurut Van Hiele
3.      Untuk mengetahui fase – fase pembelajaran geometri
4.      Untuk mengetahui  Karakteristik Teori Belajar Van Hiele
5.      Untuk mengetahui  Apa Kekurangan dan Kelebihan Teori Belajar Van Hiele
6.      Untuk mengetahui pengalaman belajar sesuai tahap berpikir Van Hiele
7.      Untuk mengetahui teori – teori pembelajaran geometri menurut Van Hiele
8.      Untuk mengetahui manfaat teori van hiele dalam pengajaran geometri
9.      Untuk mengetahui Metode dan pendekatan apa yang sesuai dengan teori belajar Van Hiele



BAB II

PEMBAHASAN


2.1              Pengertian Teori Belajar Menurut Van Hiele

Piere Van Hiele adalah seorang pengajar matematika di Belanda yang telah mengadakan penelitian melalui observasi dan tanya jawab, kemudian hasil penelitiannya ditulis dalam disertasinya pada tahun 1954. Bersama dengan istrinya, Van Hiele memperlihatkan kesulitan yang dialami siswa mereka ketika mempelajari geometri. Hasil dari penelitian yang dilakukan Van Hiele menyimpulkan tahap-tahap perkembangan kognitif anak dalam membantu memahami geometri. Menurut Van Hiele ada tiga unsur yang ada dalam pembelajaran matematika yaitu waktu, materi pengajaran dan metode pengajaran yang jika ketiganya ditata secara terpadu maka akan meningkatkan kemampuan berfikir anak kepada tingkatan berfikir yang lebih tinggi.
Tahap berpikir Van Hiele adalah kecepatan untuk berpindah dari satu tahap ke tahap berikutnya lebih banyak dipengaruhi oleh aktifitas dalam pembelajaran.Dengan demikian, pengorganisasian pembelajaran, isi, dan materi merupakan faktor penting dalam pembelajaran, selain guru juga memegang peran penting dalam mendorong kecepatan berpikir siswa melalui suatu tahapan. Tahap berpikir yang lebih tinggi hanya dapat dicapai melalui latihan-latihan yang tepat bukan melalui ceramah semata. Dalam perkembangan berpikir, van Hiele (dalam Clements dan Battista, 1992:436) menekankan pada peran siswa dalam mengkonstruksi pengetahuan secara aktif. Siswa tidak akan berhasil jika hanya belajar dengan menghapal fakta-fakta, nama-nama atau aturan-aturan, melainkan siswa harus menentukan sendiri hubungan-hubungan saling Keterkaitan antara konsep-konsep geometri daripada proses-proses geometri.
Teori van Hiele yang dikembangkan oleh Pierre Marie van Hiele dan Dina van Hiele-Geldof sekitar tahun 1950-an telah diakui secara internasional (Martin dalam Abdussakir, 2003:34) dan memberikan pengaruh yang kuat dalam pembelajaran geometri sekolah. Uni Soviet dan Amerika Serikat adalah contoh negara yang telah merubah kurikulum geometri berdasar pada teori van Hiele (Anne, 1999). Pada tahun 1960-an, Uni Soviet telah melakukan perubahan kurikulum karena pengaruh teori van Hiele (Anne, 1999). Sedangkan di Amerika Serikat pengaruh teori van Hiele mulai terasa sekitar permulaan tahun 1970-an (Burger & Shaughnessy, 1986:31 dan Crowley, 1987:1). Sejak tahun 1980-an, penelitian yang memusatkan pada teori van Hiele terus meningkat (Gutierrez, 1991:237 dan Anne, 1999).
Teori van hiele adalah suatu teori tentang tingkat berpikir siswa dalam mempelajari geometri, dimana siswa tidak dapat naik ke tingkat lebih tinggi tapa melewati tingkat yang lebih rendah. Teori Van Hiele ii dikembangkan secara lebih luas oleh pasangan suami istri Pierre Van Hiele dan Diana Van Hiele Gildof sekitar tahun 1957. Dalam teori ini terkandung tiga aspek yaitu eksistensi setiap level, karakteristik setiap level dan perpindahan dari level yang satu ke level yang lain (Vojkuvkova: 2012).
Crowlwy (1987: 4) menyatakan bahwa teori Van Hiele mempunyai sifat-sifat berikut:
1.      Berurutan, yakni seseorang harus melalui tahap-tahap tersebut sesuai urutannya.
2.      Kemajuan, yakni keberhasilan dari tahap ke tahap lebih banyak dipengaruhi oleh isi dan metode pembelajaran dari pada usia.
3.      Intrinsik dan ekstrinsik, yakni obyek yang masih kurang jelas akan menjadi ibyek yang jelas pada tahap berikutnya.
4.      Kosakata, yakni masing-masing tahap mempunyai kosakata dan sistem relasi sendiri.
5.      Mismatch, yakni jika seseorag berada pada suatu tahap dan tahap pembelajaran berada pada tahap yang berbeda. Secara khusus yakni jika guru, bahan pembelajaran, isi, kosakata dan lainnya berada pada tahap yang lebih tinggi dari pada tahap berpikir siswa

2.2              Tahap Pemahaman Geometri menurut Van Hiele

Dalam pengajaran geometri terdapat teori belajar yang dikemukakan oleh Van Hiele (1954), yang menguraikan tahap-tahap perkembangan mental anak dalam geometri. VanHiele adalah seorang guru bangsa Belanda yang mengadakan penelitian dalam pengajaran geometri. Menurut Van Hiele ada tiga unsur dalam pengajaran matematika yaitu waktu, materi pengajaran dan metode pengajaran, jika ketiganya ditata secara terpadu maka akan terjadi peningkatan kemampuan berfikir anak kepada tingkatan berfikir lebih tinggi.
Tahapan berpikir atau tingkat kognitif yang dilalui peserta didik dalam pembelajaran geometri, menurut Van Hiele adalah sebagai berikut:
1.      Level 0. Tingkat Visualisasi atau Tahap Pengenalan
      Tingkat ini disebut juga tingkat pengenalan. Pada tingkat ini, peserta didik memandang sesuatu bangun geometri sebagai suatu keseluruhan (wholistic). Pada tingkat ini siswa belum memperhatikan komponen-komponen dari masing-masing bangun. Dengan demikian, meskipun pada tingkat ini peserta didik sudah mengenal nama sesuatu bangun, peserta didik belum mengamati ciri-ciri dari bangun itu. Sebagai contoh, pada tingkat ini peserta didik tahu suatu bangun bernama persegipanjang, akan tetapi peserta didik belum menyadari ciri-ciri bangun persegipanjang tersebut.Sehingga bila kita ajukan pertanyaan seperti "apakah pada sebuah persegipanjang, sisi-sisi yang berhadapan panjangnya sama?", "apakah pada suatu persegipanjang kedua diagonalnya sama panjang?". Untuk hal ini, siswa tidak akan bisa menjawabnya. Guru harus memahami betul karakter anak pada tahap pengenalan, jangan sampai, anak diajarkan sifat-sifat bangun-bangun geometri tersebut, karena anak akan menerimanya melalui hafalan bukan dengan pengertian.
2.      Level 1. Tingkat Analisis
      Tingkat ini dikenal sebagai tingkat deskriptif. Pada tingkat ini peserta didik sudah mengenal bangun-bangun geometri berdasarkan ciri-ciri dari masing-masing bangun. Dengan kata lain, pada tingkat ini peserta didik sudah terbiasa menganalisis bagian-bagian yang ada pada suatu bangun dan mengamati sifat-sifat yang dimiliki oleh unsur-unsur tersebut. Pada tahap ini anak sudah mengenal sifat-sifat bangun geometri, seperti pada sebuah kubus banyak sisinya ada 6 buah, sedangkan banyak rusuknya ada 12. Seandainya kita tanyakan apakah kubus itu balok? maka anak pada tahap ini belum bisa menjawab pertanyaan tersebut karena anak pada tahap ini belum memahami hubungan antara balok dan kubus. Anak pada tahap analisis belum mampu mengetahui hubungan yang terkait antara suatu bangun geometri dengan bangun geometri lainnya.
3.      Level 2. Tingkat Abstraksi atau Tahap Pengurutan
      Tingkat ini disebut juga tingkat pengurutan atau tingkat relasional. Pada tingkat ini, peserta didik sudah bisa memahami hubungan antar ciri yang satu dengan ciri yang lain pada sesuatu bangun. Sebagai contoh, pada tingkat ini siswa sudah bisa mengatakan bahwa jika pada suatu segiempat sisi-sisi yang berhadapan sejajar, maka sisi-sisi yang berhadapan itu sama panjang. Di samping itu pada tingkat ini siswa sudahmemahami pelunya definisi untuk tiap-tiap bangun. Pada tahap ini, siswa juga sudah bisa memahami hubungan antara bangun yang satu dengan bangun yang lain. Misalnya pada tingkat ini peserta didik sudah bisa memahami bahwa setiap persegi adalah juga persegipanjang, karena persegi juga memiliki ciri-ciri persegipanjang.Peserta didik sudah mengetahui jajargenjang itu trapesium, belah ketupat adalah layang-layang, kubus itu adalah balok. Pada tahap ini anak sudah mulai mampu untuk melakukan penarikan kesimpulan secara deduktif, tetapi masih pada tahap awal artinya belum berkembang baik. Karena masih pada tahap awal siswa masih belum mampu memberikan alasan yang rinci ketika ditanya mengapa kedua diagonal persegi panjang itu sama, mengapa kedua diagonal pada persegi saling tegak lurus.
4.      Level 3. Tingkat Deduksi Formal
      Pada tingkat ini peserta didik sudah memahami perenan pengertian-pengertian pangkal, definisi-definisi, aksioma-aksioma, dan terorema-teorema dalam geometri. Pada tahap ini anak sudah dapat memahami deduksi, yaitu mengambil  kesimpulan secara deduktif. Pengambilan kesimpulan secara deduktif yaitu penarikan kesimpulan dari hal-hal yang bersifat khusus. Seperti kita ketahui bahwa matematika adalah ilmu deduktif. Matematika, dikatakan sebagai ilmu deduktif karena pengambilan kesimpulan,  membuktikan teorema dan lain-lain dilakukan dengan cara deduktif. Sebagai contoh untuk menunjukkan bahwa  jumlah sudut-sudut dalam jajargenjang adalah 360o secara deduktif dibuktikan  dengan menggunakan prinsip kesejajaran. Pembuktian secara induktif yaitu dengan memotong-motong sudut-sudut benda jajargenjang, kemudian setelah itu ditunjukkan semua sudutnya membentuk sudut satu putaran penuh atau 360° belum tuntas dan belum tentu tepat. Seperti diketahui bahwa pengukuran itu pada dasarnya mencari nilai yang paling dekat dengan ukuran yang sebenarnya. Jadi, mungkin saja dapat keliru dalam mengukur sudut-sudut jajargenjang tersebut. Untuk itu pembuktian secara deduktif merupakan cara yang tepat dalam pembuktian pada matematika. Pada tingkat ini peserta didik sudah mulai mampu menyusun bukti-bukti secara formal. Ini berarti bahwa pada tingkat ini peserta didik sudah memahami proses berpikir yang bersifat deduktif-aksiomatis dan mampu menggunakan proses berpikir tersebut.Anak pada tahap ini telah mengerti pentingnya peranan unsur-unsur yang tidak didefinisikan, di samping unsur-unsur yang didefinisikan, aksioma atau problem, dan teorema. Tetapi, Anak pada tahap ini belum memahami kegunaan dari suatu sistem deduktif. Oleh karena itu, anak pada tahap ini belum dapat menjawab pertanyaan “mengapa sesuatu itu disajikan teorema atau dalil.”
5.      Level 4. Tingkat Rigor atau Tahap Keakuratan
      Tahap terakhir dari perkembangan kognitif anak dalam memahami geometri adalah tahap keakuratan. Tingkat ini disebut juga tingkat metamatematis. Pada tahap ini anak sudah memahami betapa pentingnya ketepatan dari prinsip-prinsip dasar yang melandasi suatu pembuktian. Anak pada tahap ini sudah memahami mengapa sesuatu itu dijadikan postulat atau dalil. Dalam matematika kita tahu bahwa betapa pentingnya suatu sistem deduktif. Tahap keakuratan merupakan tahap tertinggi dalam memahami geometri. Pada tahap ini memerlukan tahap berpikir yang kompleks dan rumit. Oleh karena itu, jarang atau hanya sedikit sekali anak yang sampai pada tahap berpikir ini sekalipun anak tersebut sudah berada di tingkat SMA.
Pada tingkat ini, peserta didik mampu melakukan penalaran secara formal tentang sistem-sistem matematika (termasuk sistem-sistem geometri), tanpa membutuhkan model-model yang konkret sebagai acuan. Pada tingkat ini, peserta didik memahami bahwa dimungkinkan adanya lebih dari satu geometri. Sebagai contoh, pada tingkat ini siswa menyadari bahwa jika salah satu aksioma pada suatu sistem geometri diubah, maka seluruh geometri tersebut juga akan berubah. Sehingga, pada tahap ini siswa sudah memahami adanya geometri-geometri yang lain di samping geometri Euclides.
Menurut Van Hiele, semua anak mempelajari geometri dengan melalui tahap-tahap tersebut, dengan urutan yang sama, dan tidak dimungkinkan adanya tingkat yang diloncati. Akan tetapi, kapan seseorang siswa mulai memasuki suatu tingkat yang baru tidak selalu sama antara siswa yang satu dengan siswa yang lain.
Selain itu, menurut Van Hiele, proses perkembangan dari tahap yang satu ke tahap berikutnya terutama tidak ditentukan oleh umur atau kematangan biologis, tetapi lebih bergantung pada pengajaran dari guru dan proses belajar yang dilalui siswa. Tahap kemampuan pemahaman geometri siswa diatas disusun secara berurutan dan hirarkhi, menurut Van Hiele siswa harusnya mengembangkan pemahamannya sebelum ketingkat atau tahapan selanjutnya. Agar siswa anak memahami geometri dengan pengertian, kegiatan belajar anak harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak atau disesuaikan dengan taraf berpikirnya. Dengan demikian anak dapat memperkaya pengalaman dan berpikirnya, selain itu sebagai persiapan untuk meningkatkan tahap berpikirnya kepada tahap yang lebih tinggi dari tahap sebelumnya.
Tahapan Van Hiele diatas di teliti kembali oleh Olkun dan Ucar (2006) berdasarkan tahapan perkembangan kognitif siswa Piaget. Hasilnya menyatakan bahwa siswa kelas 1, 2, 3, berada pada tahap visualisasi, siswa kelas 4, 5, 6 berada pada tahap analisis, siswa kelas 7, 8, 9 berada pada tahap pengurutan dan siswa kelas 10, 11, 12 berada pada tahap deduksi pada tahap perkembangan kognitif geometrinya.


2.3              Fase – Fase Pembelajaran Geometri

Menurut teori Pierre dan Dina Van Hiele (dalam Muharti, 1993) tingkat-tingkat pemikiran geometrik dan fase pembelajaran siswa berkembang atau maju menurut tingkat-tingkat sebagai berikut: dari tingkat visual Gestalt-like melalui tingkat-tingkat sophisticated dari deskripsi, analisis, abstraksi dan bukti.
Van Hiele menuntut bahwa tingkat yang lebih tinggi tidak langsung menurut pendapat guru, tetapi melalui pilihan-pilihan yang tepat. Lagi pula, anak-anak sendiri akan menentukan kapan saatnya untuk naik ke tingkat yang lebih tinggi. Meskipun demikian, siswa tidak akan mencapai kemajuan tanpa bantuan guru.  Menurut Van Hiele (Tashana D. Howse and Mark E. Howse, 2015), terdapat 5 (lima) fase pembelajaran yang dapat mendorong kemajuan tingkat berfikir geometrik siswa. Fase pembelajaran geometrik Van Hiele tersebut dapat dilihat pada tabel berikut.
No
Tahap
Deskripsi
1
Informasi
Siswa mengembangkan kosakata dan konsep untuk suatu tugas tertentu. Guru menilai interpretasi/penalaran siswa untuk menentukan bagaimana kegiatan dan tugas belajar selanjutnya.
2
Orientasi langsung
Siswa secara aktif terlibat dalam tugas-tugas yang diarahkan guru. Mereka bekerja dengan perkembangan dari tahap sebelumnya untuk memperoleh pemahaman serta koneksi di antara mereka.
3
Penjelasan
Siswa diberi kesempatan untuk mengungkapkan pemahamannya mereka. Guru memimpin diskusi
4
Orientasi gratis
Siswa diberikan tugas-tugas yang lebih kompleks dan menemukan cara-cara mereka sendiri dalam menyelesaikan setiap tugas.
5
Integrasi
Siswa merangkum, mengulas kembali, dan membuat kesimpulan dari apa yang telah dipelajari.
            Lebih lanjut menurut (Zubaidah amir & Risnawati, 2016), berdasarkan teori Van Hiele tersebut menjelaskan untuk meningkatkan tahap berfikir siswa ketahap yang lebih tinggi yang menunjukkan tujuan belajar siswa dan peran guru dalam pembelajaran dalam mencapai tujuan itu. Fase-fase pembelajaran tersebut adalah:
Fase 1. Informasi: Pada awal tingkat ini, guru dan siswa menggunakan tanya-jawab dan kegiatan tentang objek-objek yang dipelajari pada tahap berpikir siswa. Dalam hal ini objek yang dipelajari adalah sifat komponen dan hubungan antar komponen bangun-bangun segi empat. Guru mengajukan pertanyaan kepada siswa sambil melakukan observasi. Tujuan dari kegiatan ini adalah: (1) guru mempelajari pengalaman awal yang dimiliki siswa tentang topik yang dibahas. (2) guru mempelajari petunjuk yang muncul dalam rangka menentukan pembelajaran selanjutnya yang akan diambil
Fase 2: Orientasi Siswa menggali topik yang dipelajari melalui alat-alat yang dengan cermat telah disiapkan guru. Aktivitas ini akan berangsur-angsur menampakkan kepada siswa struktur yang memberi ciri-ciri sifat komponen dan hubungan antar komponen suatu bangun segi empat. Alat atau pun bahan dirancang menjadi tugas pendek sehingga dapat mendatangkan respon khusus.
Fase 3: Penjelasan Berdasarkan pengalaman sebelumnya, siswa menyatakan pandangan yang muncul mengenai struktur yang diobservasi.Di samping itu, untuk membantu siswa menggunakan bahasa yang tepat dan akurat, guru memberi bantuan sesedikit mungkin.Hal tersebut berlangsung sampai sistem hubungan pada tahap berpikir mulai tampak nyata.
Fase 4: Orientasi Bebas Siswa menghadapi tugas-tugas yang lebih kompleks berupa tugas yang memerlukan banyak langkah, tugas yang dilengkapi dengan banyak cara, dan tugas yang open-ended. Mereka memperoleh pengalaman dalam menemukan cara mereka sendiri, maupun dalam menyelesaikan tugas-tugas. Melalui orientasi di antara para siswa dalam bidang investigasi, banyak hubungan antar objek menjadi jelas.
 Fase 5: Integrasi Siswa meninjau kembali dan meringkas apa yang telah dipelajari. Guru dapat membantu siswa dalam membuat sintesis ini dengan melengkapi survey secara global terhadap apa yang telah dipelajari. Hal ini penting, tetapi kesimpulan ini tidak menunjukkan sesuatu yangbaru.Pada akhir fase kelima ini siswa mencapai tahap berpikir yang baru.Siswa siap untuk mengulangi fase-fase belajar pada tahap sebelumnya.
Setelah selesai fase kelima ini, maka tingkat pemikiran yang baru tentang topik itu dapat tercapai. Pada umumnya, hasil penelitian di Amerika Serikat dan negara lainnya menetapkan bahwa tingkat-tingkat dari Van Hiele berguna untuk menggambarkan perkembangan konsep geometrik siswa dari SD sampai Perguruan Tinggi.

2.4              Karakteristik Teori Belajar Van Hiele
Menurut teori Pierre dan Dina Van Hiele (dalam Muharti, 1993) tingkat-tingkat pemikiran geometrik dan fase pembelajaran siswa berkembang dari tingakat yang rendah menuju ke tingkat yang paling tinggi. Teori ini mempunyai karakteristik sebagai berikut:
1.      Belajar adalah suatu proses yang diskontinu, yaitu ada loncatan-loncatan dalam kurva belajar yang menyatakan adanya tingkat-tingkat pemikiran yang diskrit dan berbeda secara kualitatif.
2.      Tingkat-tingkat itu berurutan dan berhirarki. Supaya siswa dapat berperan dengan baik pada suatu tingkat yang lanjut, siswa harus menguasai sebagian besar dari tingkat yang lebih rendah. Kenaikan dari tingkat yang satu ke tingkat yang berikutnya lebih banyak tergantung dari pembelajaran daripada umur atau kedewasaan biologis. Seorang guru dapat mengurangi materi pelajaran ke tingkat yang lebih rendah, dapat membimbing untuk mengingat-ingat hafalan, tetapi seorang siswa tidak dapat mengambil jalan pintas ke tingkat tinggi dan berhasil mencapai mencapai pengertian, sebab menghafal bukan ciri yang penting dari tingkat manapun. Untuk mencapai pengertian dibutuhkan kegiatan tertentu dari fase-fase pembelajaran.
3.      Konsep-konsep yang secara implisit dipahami pada suatu tingkat menjadi dipahami secara eksplisit pada tingkat berikutnya. Pada setiap tingkat muncul secara ekstrinsik dari sesuatu yang intrinsik pada tingkat sebelumnya. Pada tingkat dasar, gambar-gambar sebenarnya juga tertentu oleh sifat-sifatnya, tetapi seseorang yang berpikiran pada tingkat ini tidak sadar atau tidak tahu akan sifat-sifat itu.
4.      Setiap tingkat mempunyai bahasanya sendiri, mempunyai simbol linguistiknya sendiri dan sistem relasinya sendiri yang menghubungkan simbol-simbol itu. Suatu relasi yang benar pada suatu tingkat, ternyata akan tidak benar pada tingkat yang lain. Misalnya pemikiran tentang persegi dan persegi panjang. Dua orang yang berpikir pada tingkat yang berlainan tidak dapat saling mengerti, dan yang satu tidak dapat mengikuti yang lain.
Burger, W.F. & Shaughnessy, J.M.  1986 (dalam Nur’aeni: 2008), menyatakan bahwa karakteristik teori Van Hiele adalah sebagai berikut:
1.      Tingkatan tersebut bersifat rangkaian yang berurutan
2.      Tiap tingkatan memiliki symbol dan bahasa tersendiri
3.      Apa yang implisit pada satu tingkatan akan menjadi eksplisit pada tingkatanberikutnya
4.      Bahan yang diajarkan pada siswa diatas tingkatan pemikiran mereka dianggap sebagai reduksi tingkatan
5.      Kemajuan dari satu tingkatan ke tingkatan berikutnya lebih tergantung pada pengalaman pembelajaran; bukan pada kematangan atau usia.
6.      Seseorang melangkah melalui berbagai tahapan dalam melalui satu tingkatan ke tingkatan berikutnya
7.      Pembelajar tidak dapat memiliki pemahaman pada satu tingkatan tanpa melalui tingkatan sebelumnya
8.      Peranan guru dan peranan bahasa dalam konstruksi pengetahuan siswa sebagai sesuatu yang krusial.
 
2.5              Kelebihan  dan Kekurangan Teori Belajar Van Hiele
Di dalam sebuah strategi maupun teori tentunya memiliki kelebihan dan kekurangnya, dan dari pemaparan diatas terdapat kelebihan dan kekurangan teori Van Hiele diantaranya adalah:
1.      Kelebihan Teori Van Hiele
      Teori Van Hiele ini membantu siswa untuk lebih memahami geometri dengan belajar melalui pengalaman, kemampuan komunikasi matematika siswa lebih baik, bersifat intrinsik dan ekstrinsik yaitu objek yang masih kurang jelas akan menjadi objek yang jelas pada tahap berikutnya. siswa tidak dituntut untuk mengetahui terlebih dahulu materi geometri yang akan diajarkan sehingga siswa akan menemukan pengetahuannya sendiri melalui proses belajar yang mereka lakukan, selain itu kecepatan pemahaman dari tahap awal ke tahap selanjutnya lebih tergantung pada isi dan metode pembelajaran yang digunakan guru daripada usia dan kematangan berfikir siswa.
2.      Kekurangan Teori Van Hiele
      Pengajaran teori Van Hiele ini harus dilakukan secara bertahap karena jika tidak, kemungkinan siswa untuk dapat memahami geometri dengan baik tidak akan tercapai. Hal ini karena dalam tahapan-tahapan teori Van Hiele ini bekerja secara berkesinambungan atau berkaitan antara satu tahapan dengan tahapan selanjutnya. Teori-teori yang dikemukakan Van Hiele lebih sempit dibandingkan teori teori yang dikemukakan Dienes dan Piaget, karena ia hanya mengkhususkan pada pembelajaran geometri saja. Teori ini juga menuntut guru untuk kreatif dalam mengemas pengajaran yang dapat menyesuaikan dengan tingkat berpikir siswa, serta guru harus mampu menentukan strategi yang tepat dalam pelaksanaannya.

Telah dijelaskan sebelumnya bahwa tingkat berpikir siswa dalam geometri menurut teori van Hiele lebih banyak bergantung pada isi dan metode pembelajaran.Oleh sebab itu, perlu disediakan aktivitas-aktivitas yang sesuai dengan tingkat berpikir siswa. Crowley (1987:7-12) menjelaskan aktivitas-aktivitas yang dapat digunakan untuk tiga tahap pertama, yaitu tahap 0 sampai tahap 2, sebagai berikut.
1.      AktivitasTahap0 (Visualisasi)
      Pada tahap 0 ini, bangun-bangun geometri diperhatikan berdasarkan penampakan fisik sebagai suatu keseluruhan. Aktivitas untuk tahap ini antara lain sebagai berikut.
a.       Memanipulasi, mewarna, melipat dan mengkonstruk bangun-bangun geometri.
b.      Mengidentifikasi bangun atau relasi geometri dalam suatu gambar sederhana, dalam kumpulan potongan bangun, blok-blok pola atau alat peraga yang lain, dalam berbagai orientasi, melibatkan obyek-obyek fisik lain di dalam kelas, rumah, foto, atau tempat lain, dan dalam bangun-bangun yang lain.\
c.       Membuat bangun dengan menjiplak gambar pada kertas bergaris, menggambar bangun, dan mengkonstruk bangun.
d.      Mendeksripsikan bangun-bangun geometri dan mengkonstruk secara verbal menggunakan bahasa baku atau tidak baku, misalnya kubus “seperti pintu atau kotak.”.
e.       Mengerjakan masalah yang dapat dipecahkan dengan menyusun, mengukur, dan menghitung.
2.      AktivitasTahap 1 (Analisis)
Pada tahap 1 ini siswa diharapkan dapat mengungkapkan sifat-sifat bangun geometri. Aktivitas untuk tahap ini antara lain sebagai berikut.
a.       Mengukur, mewarna, melipat, memotong, memodelkan, dan menyusun dalam
urutan tertentu untuk mengidentifikasi sifat-sifat dan hubungan geometri lainnya.
b.      Mendeskripsikan kelas suatu bangun sesuai sifat-sifatnya.
c.       Membandingkan bangun-bangun berdasarkan karakteristik sifat-sifatnya.
d.      Mengidentifikasi dan menggambar bangun yang diberikan secara verbal atau diberikan sifat-sifatnya secara tertulis.
e.       Mengidentifikasi bangun berdasarkan sudut pandang visualnya.
f.       Membuat suatu aturan dan generalisasi secara empirik (berdasarkan beberpa contoh yang dipelajari).
g.      Mengidentifikasi sifat-sifat yang dapat digunakan untuk mencirikan atau mengkontraskan kelas-kelas bangun yang berbeda.
h.      Menemukan sifat objek yang tidak dikenal.
i.        Menjumpai dan menggunakan kosakata atau simbol-simbol yang sesuai.
j.        Menyelesaikan masalah geometri yang dapat mengarahkan untuk mengetahui dan menemukan sifat-sifat suatu gambar, relasi geometri, atau pendekatan berdasar wawasan.
3.   Aktivitas Tahap 2 (Deduksi Informal)
      Pada tahap 2 ini siswa diharapkan mampu mempelajari keterkaitan antara sifat-sifat dan bangun geometri yang dibentuk. Aktivitas siswa untuk tahap ini antara lain sebagai berikut.
a.       Mempelajari hubungan yang telah dibuat pada tahap 1, membuat inklusi, dan membuat implikasi
b.      Mengidentifikasi sifat-sifat minimal yang menggambar suatu bangun.
c.       Membuat dan menggunakan definisi
d.      Mengikuti argumen-argumen informal
e.       Menyajikan argumen informal.
f.       Mengikuti argumen deduktif, mungkin dengan menyisipkan langkah-langkah yang kurang.
g.      Memberikan lebih dari satu pendekatan atau penjelasan.
h.      Melibatkan kerjasama dan diskusi yang mengarah pada pernyataan dan konversnya.
i.        Menyelesaikan masalah yang menekankan pada pentingnya sifat-sifat gambar dan saling keterkaitannya.

Selain mengemukakan mengenai tahap-tahap perkembangan kognitif dalam memahami geometri, Van Hiele juga mengemukakan beberapa teori berkaitan dengan pengajaran geometri. Teori yang dikemukakan oleh Van Hiele antara lain adalah sebagai berikut:
1.      Dua unsur yang utama pengajaran geometri yaitu, waktumateri pengajaran danmetode penyusun. Apabila dikelola secara terpadu dapat mengakibatkan peningkatan kemampuan berfikir anak kepada tahap yang lebih tinggi dari tahap yang sebelumnya.
2.      Bila dua orang yang mempunyai tahap berpikir berlainan satu sama lain kemudian saling bertukar pikiran, maka kedua orang tersebut tidak akan mengerti. Sebagai contoh, seorang anak tidak mengerti mengapa gurunya membuktikanbahwa jumlah sudut-sudut dalm sebuah jajaran genjang adalah 3600, misalnyaanak itu berada pada tahap pengurutanke bawah. Menurut anak pada tahap yangdisebutkan, pembuktiannya tidak perlu sebab sudah jelas bahwa jumlah sudut-sudut 360o. Contoh yang lain seorang anak yang berada paling tinggi pada tahapkedua atau tahap analisis, tidak mengerti apa yang dijelaskan gurunya bahwakubus itu adalah balok, belah ketupat itu laying-layang. Gurunyapun sering tidakmengerti mengapa anak yang diberi penjelasan tersebuttidak memahaminya.Menurut Van Hiele, seorang anak yang berada pada tingkat yang lebih rendahtidak akan mungkin dapat mengerti/memahami materi yang berada pada tingkatyang lebih tinggi darianak tersebut. Kalaupun dipaksakan maka anak tidak akanmemahaminya tapi nanti bisa dengan melalui hafalan.
3.      Untuk mendapatkan hasil yang diinginkan yaitu anak memahami geometri denganpengertian, kegiatan belajar anak harus disesuaikan dengan tingkat perkembangananak itu sendiri, atau disesuaikan dengan tahap berpikirnya. Dengan demikiananak dapat memperkaya pengalaman dan cara berpikirnya, selain itu sebagaipersiapan untuk meningkatkan tahap berpikirnya ke tahap yang lebih dari tahap sebelumnya.

Teori-teori yang dikemukakan oleh Van Hiele memang lebih sempit dibandingkan teori-teori yang dikemukakan oleh Piafet dan Dienes karena ia hanya mengkhususkan pada pengajaran geometri saja. Meskipun sumbasinya tidak sedikit dalam geometri. Berikut hal-hal yang diambil manfaatnya dari teori yang dikemukakan;
1.      Guru dapat mengambil manfaat dari tahap-tahap perkembangan kognitif anak yang dikemukakan Van Hiele, dengan mengetahui mengapa seorang anak tidak memahami bahwa kubus itu merupaka balok, karena anak tersebut tahap berpikirnya masih berada pada tahap analisis ke bawah.
2.      Supaya anak dapat memahami geometri dengan pengertian, bahwa pengajaran geometri harus disesuaikan dengan tahap perkembangan berpikir anak itu sendiri. Agar topic-topik pada materi geometri dapat dipahami dengan baik dan anak dapat mempelajari topic-topik tersebut berdasarkan urutan tingkat kesukarannya yang dimulai dari tingkat yang paling mudah sampai dengan tingkat yang paling rumit dan kompleks.
Manfaat lain dariteori Van Hiele dalam pembelajaran geometri yaitu guru dapat mengambil manfaat tahap-tahap pengembangan kognitif anak yang dikemukakan Van Hiele, dengan mengetahui mengapa seorang anak tidak memahami bahwa kubus itu merupakan balok masih berada pada tahap analisis ke bawah. Anak dapat memahami geometri dengan pengertian bahwa pengajaran geometri harus disesuaikan dengan tahap perkembangan berpikir anak itu sendiri. Agar topik-topik pada materi geometri dapat dipahami dengan baik dan anak dapat mempelajari topik tersebut berdasarkan urutan tingkat kesukarannya yang mulai dari tingkat yang paling mudah sampai tingkat yang paling kompleks.

2.8              Metode Dan Pendekatan Yang SesuaiDenganTeori Van Hiele

2.8.1                 Metode Tanya Jawab
Tanya jawab adalah salah satu metode pengajaran yang paling sering dipakai dalam mengajarkan pelajaran Agama dan pelajaran non eksak lainnya. Hal ini mengingat pelaksanaannya yang sederhana, artinya tidak terlalu banyak biaya atau fasilitas yang diperlukan seperti metode proyek karyawisata, sosiodrama, dan lain sebagainya. Namun metode ini mempunyai banyak sekali manfaat, yaitu:
a.       Untuk meninjau pelajaran yang lalu (melalui metode ceramah).
b.      Melatih siswa untuk berani mengemukakan atau menanyakan sesuatu yang menurutnya tidak/kurang jelas.
c.       Untuk mengarahkan pemikiran siswa ke suatu kesimpulan (generalisasi).
d.      Membangkitkan perasaan ingin tahu dan ingin bisa pada diri siswa.
Berdasarkan manfaat tersebut yang telah dikemukakan diatas, dapat disimpulkan kembali bahwa: Pertama, seorang guru ketika mengajar dapat melihat umpan balik dari siswa yang akan memudahkan baginya untuk mengevaluasi dan menentukan tindakan selanjutnya. Kedua, bagi siswa, di samping menjadi aktif dan berani mengemukakan buah pemikirannya, merekapun juga semakin bertambah kreatif. Disamping itu, semua para ahli menggambarkan tentang pentingnya metode tanya jawab dalam proses belajar mengajar, yaitu:
1.      Bertanya dengan baik berarti mengajar dengan baik.
2.      Seni/strategi mengajar adalah seni/strategi menuntun pertanyaan.
3.      Berpikir itu sendiri adalah bertanya.
4.      Pertanyaan yang sudah tersusun baik sebenarnya sudah sebagian terjawab.
Dan masih banyak manfaat lain dari metode tanya jawab tersebut. Namun yang menjadi permasalahan sekarang, bagaimana tanya jawab itu bisa berjalan dengan baik dan efektif sesuai dengan tujuan pembelajaran yang diharapkan? Atau sejauh manakan efektivitas pertanyaan yang telah dilaksanakan?Proses belajar yang efektif bisa ditimbulkan oleh pertanyaan yang efektif. Kenyataannya pun membuktikan demikian. Namun metode ini sering ditemukan berbagai hambatan dan kelemahan yang tidak diinginkan, baik dari segi pendidik, siswa dan efisiensi waktu. Untuk itu, kepada para pendidik diharapkan:
a.         Adanya pengertian tentang eksistensinya di dalam kelas.
b.        Memahami peranan pertanyaan saat proses belajar berlangsung.
c.         Menguasai teknik mengajukan pertanyaan.
Agar pertanyaan yang diajukan menjadi efektif, dibutuhkan penguasaan keterampilan dasar sebagai berikut:
a.       Phrasing
Phrasing adalah menyusun kalimat tanya yang jelas dan singkat. Dan hendaknya hindari pertanyaan yang bisa mengaburkan pikiran siswa. Juga kata-kata yang dipakai disesuaikan dengan taraf kemampuan siswa.
b.       Focusing
Focusing adalah memusatkan perhatian siswa ke arah jawaban yang diminta oleh sang penanya (pendidik). Ini menyangkut tingkat scope pertanyaan dan aspek jumlah tugas dari pertanyaan. Yang diminta adalah respon tunggal, bukan respon ganda.
c.       Pausing
Pausing adalah memberi kesempatan sejenak kepada siswa untuk menyusun jawabannya. Ini disebabkan adanya perbedaan siswa dalam kecepatan merespon dalam berpikirnya (persepsi). Sehingga cara ini memperhatikan perbedaan individual.
d.      Reinforcement
Reinforcement yaitu teknik memberi hadiah atau dorongan yang dikehendaki siswa. Hadiah ini bisa berupa ucapan-ucapan atau pesan fissi seperti senyuman dan anggukan kepala, dan lain sebagainya
e.       Promting
Promting adalah memancing siswa dengan pertanyaan lain agar terbimbing dalam menemukan jawaban dari pertanyaan pertama. Cara ini dapat ditempuh dengan
§   Menyusun pertanyaan baru, tapi maksudnya sama.
§   Menjelaskan pertanyaan tersebut dengan contoh-contoh konkrit.
§   Menyederhanakan pertanyaan.
§   Menurunkan tingkat kesukaran dari isi pertanyaan.
f.       Probing (pelacakan)Yaitu mengajukan pertanyaan yang bersifat melacak. Guru mengikuti respon siswa kemudian merangsang siswa untuk memikirkan jawaban yang telah mereka ajukan dengan maksud untuk mengembangkan jawaban pertama tadi agar lebih jelas, akurat dan original.

2.8.2                 Pendekatan Induktif
Pendekatan induktif pada awalnya dikemukakan oleh filosof Inggris Prancis Bacon (1561) yang menghendaki agar penarikan kesimpulan didasarkan atas fakta-fakta yang konkrit sebanyak mungkin. Berfikir induktif ialah suatu proses berfikir yang berlangsung dari khusus menuju ke umum. Orang mencari ciri-ciri atas sifat-sifat tertentu dari berbagai fenomena, kemudian menarik kesimpulan bahwa ciri-ciri itu terdapat pada semua jenis fenomena. Menurut Purwanto (dalam Sagala, 2003 : 77) tepat atau tidaknya kesimpulan atau cara berfikir yang diambil secara induktif bergantung pada representatif atau tidaknya sampel yang diambil mewakili fenomena keseluruhan . makin besar jumlah sampel yang diambil berarti refrensetatif dan tingkat kepercayaan dari kesimpulan itu makin besar, dan sebaliknya semakin kecil jumlah sampel yang diambil berarti refresentatif dan tingkat kepercayaan dari kesimpulan itu semakin kecil pula.
Pendekatan induktif berarti pengajaran yang bermula dengan menyajikan sejumlah keadaan khusus kemudian dapat disimpulkan menjadi suatu konsep, prinsip atau aturan. Pada hakikatnya matematika merupakan suatu ilmu yang diadakan atas akal yang berhubungan dengan benda-benda dan pikiran yang abstrak. Ini bertentangan dengan sejarah diperolehnya matematika. Menurut sejarah matematika ditemukan sebagai hasil pengamatan dan pengalaman yang pernah dikembangkan dengan analogi dan coba-coba (trial dan error).Pendekatan induktif menggunakan penalaran induktif yang bersifat empiris. Dengan cara ini konsep-konsep matematika yang abstrak dapat dimengerti murid melalui benda-benda konkret.Penalaran induktif yang dilakukan melalui pengalaman dan pengamatan ada kelemahannya, yakni kesimpulannya tidak menjamin berlaku secara umum. Oleh karena itu, dalam matematika formal hanya dipakai induktif lengkap atau induksi matematik, sehingga dengan menggunakan induksi lengkap, maka kesimpulan yang ditarik dapat berlaku secara umum.

BAB III

PENUTUP

3.1              Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan yang di urakan di atas, maka dapat diambilbeberapa kesimpulan sebagai berikut :
Teori Van Hielle adalah teori belajar tentang tahap berpikir siswa dalam pembelajaran matematika khususnya pembelajaran materi geometri. Implikasi dari teori ini dijelaskan melalui contoh pembelajaran geometri di sekolah dasar yang diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi para guru khususnya guru Sekolah Dasar sebagai salah satu pendekatan untuk mengajar geometri agar membuat pembelajaran menjadi lebih efektif.
Menurut van Hiele, dalam belajar geometri perkembangan berpikir peserta didik terjadi melalui 5 tingkat , yaitu: tingkat 0 (Visualisasi), tingkat 1 (Analisis), tingkat 2 (Abstraksi), tingkat 3 (Deduksi), dan tingkat 4 (Rigor).
Untuk meningkatkan tingkat berpikir dan penguasaan peserta didik dalam geometri van Hiele mengajukan lima Tahap pembelajaran, yaitu: (1) Tahap Informasi (Information); (2) Tahap Orientasi Terbimbing (Guided Orientation); (3) Tahap Ekplisitasi (Explicitation); (4) Tahap Orientasi Bebas (Free Orientation); dan (5) Tahap Integrasi (Integration), Yang masing-masing memiliki implikasi pada perencanaan pembelajaran yanga harus dipersiapkan oleh guru.

3.2              Saran

Guru hendaknya dapat menciptakan iklim pembelajaran yang kondusifsesuai dengan karakteristik siswa, materi, metode dan strategi pembelajaran agar pembelajaran menjadi bermakna. Untuk itu guru perlumeningkatkan fungsi kredibilitasnya tidak hanya sebagai pendidik, tetapi jugasebagai mediator, fasilitator dan pembimbing yang baik.



DAFTAR PUSTAKA


1 komentar: