BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Belajar
merupakan tindakan dan perilaku pesrta didik yang kompleks sebagai tindakan. Maka belajar hanya dialami oleh pesrta didik sendiri.
Peserta didik adalah penentu terjadinya proses belajar. Proses belajar terjadi
berkat peserta didik mempelajari sesuatu yang ada di lingkungan sekitar.
Lingkungan yang dipelajari oleh peserta didik berupa keadaan alam, benda–benda
atau hal–hal yang dijadikan bahan belajar.
Tindakan
belajar dari suatu hal tesebut nampak sebagai perilaku belajar yang nampak dari
luar. Pengertian dari belajar sangat beragam, banyak dari para ahli yang mengartikan
secara berbeda–beda definisi dari belajar.sebagaimana kita ketahui bahwa
belajar merupakan hal yang penting dalam bidang pendidikan. Tentu saja dalam
proses belajar terdapat teori–teori yang memunculkan adanaya belajar.
Dari zaman
dahulu, para ilmuan terus mengembangkan teori–teori belajar sebagai temuan
mereka untuk mengembangkan pemikiran belajar mereka. Era globalisasi
telah membawa berbagai perubahan yang memunculkan adanya teori–teori belajar
yang berguna menyempurnakan teori – teori yang telah ada sebelumnya.Dengan
bermunculnya teori – teori yang baru akan menyempurnaan teori–teori yang
sebelumnya. Berbagai teori belajar dapat dikaji dan diambil dengan adanya teori
tersebut.Tentunya setiap teori belajar memiliki keistimewaan tersendiri. Bahkan,
tak jarang dalam setiap teori belajar juga terdapat kritikan–kritikan untuk
penyempurnaan teori tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian teori belajar
kognitif menurut Van Hiele?
2.
Apa tahapan
pemahaman geometri menurut Van Hiele?
3.
Apa fase – fase pembelajaran
geometri?
4.
Bagaimana Karakteristik Teori
Belajar Van Hiele?
5.
Apa Kekurangan dan Kelebihan Teori
Belajar Van Hiele?
6.
Bagaimana pengalaman belajar
sesuai tahap berpikir Van Hiele?
7.
Apa teori – teori pembelajaran
geometri menurut Van Hiele?
8.
Apa saja manfaat teori van hiele
dalam pengajaran geometri?
9.
Metode dan pendekatan apa yang
sesuai dengan teori belajar Van Hiele?
1.3 Tujuan
1.
Untuk mengetahui pengertian teori
belajar kognitif menurut Van Hiele
2.
Untuk mengetahui tahapan pemahaman
geometri menurut Van Hiele
3.
Untuk mengetahui fase – fase
pembelajaran geometri
4.
Untuk mengetahui Karakteristik Teori Belajar Van Hiele
5.
Untuk mengetahui Apa Kekurangan dan Kelebihan Teori Belajar
Van Hiele
6.
Untuk mengetahui pengalaman belajar
sesuai tahap berpikir Van Hiele
7.
Untuk mengetahui teori – teori
pembelajaran geometri menurut Van Hiele
8.
Untuk mengetahui manfaat teori van
hiele dalam pengajaran geometri
9.
Untuk mengetahui Metode dan
pendekatan apa yang sesuai dengan teori belajar Van Hiele
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Teori Belajar Menurut Van Hiele
Piere Van Hiele adalah seorang pengajar matematika di
Belanda yang telah mengadakan penelitian melalui observasi dan tanya jawab,
kemudian hasil penelitiannya ditulis dalam disertasinya pada tahun 1954.
Bersama dengan istrinya, Van Hiele memperlihatkan kesulitan yang dialami siswa
mereka ketika mempelajari geometri. Hasil dari penelitian yang dilakukan Van
Hiele menyimpulkan tahap-tahap perkembangan kognitif anak dalam membantu
memahami geometri. Menurut Van Hiele ada tiga unsur yang ada dalam pembelajaran
matematika yaitu waktu, materi pengajaran dan metode pengajaran yang jika
ketiganya ditata secara terpadu maka akan meningkatkan kemampuan berfikir anak
kepada tingkatan berfikir yang lebih tinggi.
Tahap berpikir Van Hiele adalah kecepatan untuk
berpindah dari satu tahap ke tahap berikutnya lebih banyak dipengaruhi oleh
aktifitas dalam pembelajaran.Dengan demikian, pengorganisasian pembelajaran,
isi, dan materi merupakan faktor penting dalam pembelajaran, selain guru juga memegang
peran penting dalam mendorong kecepatan berpikir siswa melalui
suatu tahapan. Tahap berpikir yang lebih tinggi hanya dapat dicapai
melalui latihan-latihan yang tepat bukan melalui ceramah semata.
Dalam perkembangan berpikir, van Hiele (dalam Clements dan Battista,
1992:436) menekankan pada peran siswa dalam mengkonstruksi pengetahuan secara
aktif. Siswa tidak akan berhasil jika hanya belajar dengan menghapal
fakta-fakta, nama-nama atau aturan-aturan, melainkan siswa harus menentukan
sendiri hubungan-hubungan saling Keterkaitan antara konsep-konsep geometri
daripada proses-proses geometri.
Teori van Hiele yang dikembangkan oleh Pierre Marie
van Hiele dan Dina van Hiele-Geldof sekitar tahun 1950-an telah diakui secara
internasional (Martin dalam Abdussakir, 2003:34) dan memberikan pengaruh yang
kuat dalam pembelajaran geometri sekolah. Uni Soviet dan Amerika Serikat adalah
contoh negara yang telah merubah kurikulum geometri berdasar pada teori van
Hiele (Anne, 1999). Pada tahun 1960-an, Uni Soviet telah melakukan perubahan
kurikulum karena pengaruh teori van Hiele (Anne, 1999). Sedangkan di Amerika
Serikat pengaruh teori van Hiele mulai terasa sekitar permulaan tahun 1970-an
(Burger & Shaughnessy, 1986:31 dan Crowley, 1987:1). Sejak tahun 1980-an,
penelitian yang memusatkan pada teori van Hiele terus meningkat (Gutierrez,
1991:237 dan Anne, 1999).
Teori
van hiele adalah suatu teori tentang tingkat berpikir siswa dalam mempelajari
geometri, dimana siswa tidak dapat naik ke tingkat lebih tinggi tapa melewati tingkat
yang lebih rendah. Teori Van Hiele ii dikembangkan secara lebih luas oleh
pasangan suami istri Pierre Van Hiele dan Diana Van Hiele Gildof sekitar tahun
1957. Dalam teori ini terkandung tiga aspek yaitu eksistensi setiap level,
karakteristik setiap level dan perpindahan dari level yang satu ke level yang
lain (Vojkuvkova: 2012).
Crowlwy
(1987: 4) menyatakan bahwa teori Van Hiele mempunyai sifat-sifat berikut:
1.
Berurutan, yakni
seseorang harus melalui tahap-tahap tersebut sesuai urutannya.
2. Kemajuan,
yakni keberhasilan dari tahap ke tahap lebih banyak dipengaruhi oleh isi dan
metode pembelajaran dari pada usia.
3. Intrinsik
dan ekstrinsik, yakni obyek yang masih kurang jelas akan menjadi ibyek yang
jelas pada tahap berikutnya.
4. Kosakata,
yakni masing-masing tahap mempunyai kosakata dan sistem relasi sendiri.
5. Mismatch,
yakni jika seseorag berada pada suatu tahap dan tahap pembelajaran berada pada
tahap yang berbeda. Secara khusus yakni jika guru, bahan pembelajaran, isi,
kosakata dan lainnya berada pada tahap yang lebih tinggi dari pada tahap
berpikir siswa
2.2 Tahap Pemahaman Geometri menurut Van Hiele
Dalam pengajaran geometri terdapat teori belajar yang
dikemukakan oleh Van Hiele (1954), yang menguraikan tahap-tahap perkembangan
mental anak dalam geometri. VanHiele adalah seorang guru bangsa Belanda
yang mengadakan penelitian dalam pengajaran geometri. Menurut Van Hiele ada
tiga unsur dalam pengajaran matematika yaitu waktu, materi pengajaran dan
metode pengajaran, jika ketiganya ditata secara terpadu maka akan terjadi
peningkatan kemampuan berfikir anak kepada tingkatan berfikir lebih tinggi.
Tahapan berpikir atau tingkat kognitif yang dilalui
peserta didik dalam pembelajaran geometri, menurut Van Hiele adalah sebagai
berikut:
1.
Level 0.
Tingkat Visualisasi atau Tahap Pengenalan
Tingkat ini
disebut juga tingkat pengenalan. Pada tingkat ini, peserta didik memandang
sesuatu bangun geometri sebagai suatu keseluruhan (wholistic). Pada tingkat ini siswa belum memperhatikan
komponen-komponen dari masing-masing bangun. Dengan demikian, meskipun pada
tingkat ini peserta didik sudah mengenal nama sesuatu bangun, peserta didik
belum mengamati ciri-ciri dari bangun itu. Sebagai contoh, pada tingkat ini
peserta didik tahu suatu bangun bernama persegipanjang, akan tetapi peserta
didik belum menyadari ciri-ciri bangun persegipanjang tersebut.Sehingga
bila kita ajukan pertanyaan seperti "apakah pada sebuah persegipanjang,
sisi-sisi yang berhadapan panjangnya sama?", "apakah pada suatu
persegipanjang kedua diagonalnya sama panjang?". Untuk hal ini, siswa
tidak akan bisa menjawabnya. Guru harus memahami betul karakter anak pada tahap
pengenalan, jangan sampai, anak diajarkan sifat-sifat bangun-bangun geometri
tersebut, karena anak akan menerimanya melalui hafalan bukan dengan pengertian.
2.
Level 1.
Tingkat Analisis
Tingkat ini
dikenal sebagai tingkat deskriptif. Pada tingkat ini peserta didik sudah
mengenal bangun-bangun geometri berdasarkan ciri-ciri dari masing-masing
bangun. Dengan kata lain, pada tingkat ini peserta didik sudah terbiasa
menganalisis bagian-bagian yang ada pada suatu bangun dan mengamati sifat-sifat
yang dimiliki oleh unsur-unsur tersebut. Pada tahap ini
anak sudah mengenal sifat-sifat bangun geometri, seperti pada sebuah kubus
banyak sisinya ada 6 buah, sedangkan banyak rusuknya ada 12. Seandainya kita
tanyakan apakah kubus itu balok? maka anak pada tahap ini belum bisa menjawab
pertanyaan tersebut karena anak pada tahap ini belum memahami hubungan antara
balok dan kubus. Anak pada tahap analisis belum mampu mengetahui hubungan yang
terkait antara suatu bangun geometri dengan bangun geometri lainnya.
3.
Level 2.
Tingkat Abstraksi atau Tahap Pengurutan
Tingkat ini
disebut juga tingkat pengurutan atau tingkat relasional. Pada tingkat ini,
peserta didik sudah bisa memahami hubungan antar ciri yang satu dengan ciri
yang lain pada sesuatu bangun. Sebagai contoh, pada tingkat ini siswa sudah
bisa mengatakan bahwa jika pada suatu segiempat sisi-sisi yang berhadapan
sejajar, maka sisi-sisi yang berhadapan itu sama panjang. Di samping itu pada
tingkat ini siswa sudahmemahami pelunya definisi untuk tiap-tiap bangun. Pada
tahap ini, siswa juga sudah bisa memahami hubungan antara bangun yang satu
dengan bangun yang lain. Misalnya pada tingkat ini peserta didik sudah bisa memahami
bahwa setiap persegi adalah juga persegipanjang, karena persegi juga memiliki
ciri-ciri persegipanjang.Peserta didik sudah
mengetahui jajargenjang itu trapesium, belah ketupat adalah layang-layang,
kubus itu adalah balok. Pada tahap ini anak sudah mulai mampu untuk melakukan
penarikan kesimpulan secara deduktif, tetapi masih pada tahap awal artinya
belum berkembang baik. Karena masih pada tahap awal siswa masih belum mampu
memberikan alasan yang rinci ketika ditanya mengapa kedua diagonal persegi panjang
itu sama, mengapa kedua diagonal pada persegi saling tegak lurus.
4.
Level 3.
Tingkat Deduksi Formal
Pada tingkat
ini peserta didik sudah memahami perenan pengertian-pengertian pangkal,
definisi-definisi, aksioma-aksioma, dan terorema-teorema dalam geometri. Pada
tahap ini anak sudah dapat memahami deduksi, yaitu mengambil kesimpulan secara deduktif. Pengambilan
kesimpulan secara deduktif yaitu penarikan kesimpulan dari hal-hal yang
bersifat khusus. Seperti kita ketahui bahwa matematika adalah ilmu deduktif.
Matematika, dikatakan sebagai ilmu deduktif karena pengambilan kesimpulan, membuktikan teorema dan lain-lain dilakukan
dengan cara deduktif. Sebagai contoh untuk menunjukkan bahwa jumlah sudut-sudut dalam jajargenjang adalah
360o secara deduktif dibuktikan dengan
menggunakan prinsip kesejajaran. Pembuktian secara induktif yaitu dengan
memotong-motong sudut-sudut benda jajargenjang, kemudian setelah itu
ditunjukkan semua sudutnya membentuk sudut satu putaran penuh atau 360° belum
tuntas dan belum tentu tepat. Seperti diketahui bahwa pengukuran itu pada
dasarnya mencari nilai yang paling dekat dengan ukuran yang sebenarnya. Jadi,
mungkin saja dapat keliru dalam mengukur sudut-sudut jajargenjang tersebut.
Untuk itu pembuktian secara deduktif merupakan cara yang tepat dalam pembuktian
pada matematika. Pada tingkat ini peserta didik sudah mulai mampu menyusun
bukti-bukti secara formal. Ini berarti bahwa pada tingkat ini peserta didik
sudah memahami proses berpikir yang bersifat deduktif-aksiomatis dan mampu
menggunakan proses berpikir tersebut.Anak pada tahap
ini telah mengerti pentingnya peranan unsur-unsur yang tidak didefinisikan, di
samping unsur-unsur yang didefinisikan, aksioma atau problem, dan teorema.
Tetapi, Anak pada tahap ini belum memahami kegunaan dari suatu sistem deduktif.
Oleh karena itu, anak pada tahap ini belum dapat menjawab pertanyaan “mengapa
sesuatu itu disajikan teorema atau dalil.”
5.
Level 4.
Tingkat Rigor atau Tahap Keakuratan
Tahap
terakhir dari perkembangan kognitif anak dalam memahami geometri adalah tahap
keakuratan. Tingkat ini disebut juga tingkat metamatematis. Pada
tahap ini anak sudah memahami betapa pentingnya ketepatan dari prinsip-prinsip
dasar yang melandasi suatu pembuktian. Anak pada tahap ini sudah memahami
mengapa sesuatu itu dijadikan postulat atau dalil. Dalam matematika kita tahu
bahwa betapa pentingnya suatu sistem deduktif. Tahap keakuratan merupakan tahap
tertinggi dalam memahami geometri. Pada tahap ini memerlukan tahap berpikir
yang kompleks dan rumit. Oleh karena itu, jarang atau hanya sedikit sekali anak
yang sampai pada tahap berpikir ini sekalipun anak tersebut sudah berada di
tingkat SMA.
Pada tingkat ini, peserta didik mampu melakukan
penalaran secara formal tentang sistem-sistem matematika (termasuk
sistem-sistem geometri), tanpa membutuhkan model-model yang konkret sebagai
acuan. Pada tingkat ini, peserta didik memahami bahwa dimungkinkan adanya lebih
dari satu geometri. Sebagai contoh, pada tingkat ini siswa menyadari bahwa jika
salah satu aksioma pada suatu sistem geometri diubah, maka seluruh geometri
tersebut juga akan berubah. Sehingga, pada tahap ini siswa sudah memahami
adanya geometri-geometri yang lain di samping geometri Euclides.
Menurut Van Hiele, semua anak mempelajari geometri
dengan melalui tahap-tahap tersebut, dengan urutan yang sama, dan tidak
dimungkinkan adanya tingkat yang diloncati. Akan tetapi, kapan seseorang siswa
mulai memasuki suatu tingkat yang baru tidak selalu sama antara siswa yang satu
dengan siswa yang lain.
Selain itu, menurut Van Hiele, proses perkembangan
dari tahap yang satu ke tahap berikutnya terutama tidak ditentukan oleh umur
atau kematangan biologis, tetapi lebih bergantung pada pengajaran dari guru dan
proses belajar yang dilalui siswa. Tahap kemampuan pemahaman geometri siswa
diatas disusun secara berurutan dan hirarkhi, menurut Van Hiele siswa harusnya
mengembangkan pemahamannya sebelum ketingkat atau tahapan selanjutnya. Agar
siswa anak memahami geometri dengan pengertian, kegiatan belajar anak harus
disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak atau disesuaikan dengan taraf
berpikirnya. Dengan demikian anak dapat memperkaya pengalaman dan berpikirnya,
selain itu sebagai persiapan untuk meningkatkan tahap berpikirnya kepada tahap
yang lebih tinggi dari tahap sebelumnya.
Tahapan Van Hiele diatas di teliti kembali oleh Olkun
dan Ucar (2006) berdasarkan tahapan perkembangan kognitif siswa Piaget.
Hasilnya menyatakan bahwa siswa kelas 1, 2, 3, berada pada tahap visualisasi,
siswa kelas 4, 5, 6 berada pada tahap analisis, siswa kelas 7, 8, 9 berada pada
tahap pengurutan dan siswa kelas 10, 11, 12 berada pada tahap deduksi pada
tahap perkembangan kognitif geometrinya.
2.3 Fase – Fase Pembelajaran Geometri
Menurut teori Pierre dan Dina Van Hiele (dalam
Muharti, 1993) tingkat-tingkat pemikiran geometrik dan fase pembelajaran siswa
berkembang atau maju menurut tingkat-tingkat sebagai berikut: dari tingkat
visual Gestalt-like melalui tingkat-tingkat sophisticated dari deskripsi,
analisis, abstraksi dan bukti.
Van Hiele menuntut bahwa tingkat yang lebih tinggi
tidak langsung menurut pendapat guru, tetapi melalui pilihan-pilihan yang
tepat. Lagi pula, anak-anak sendiri akan menentukan kapan saatnya untuk naik ke
tingkat yang lebih tinggi. Meskipun demikian, siswa tidak akan mencapai
kemajuan tanpa bantuan guru. Menurut Van
Hiele (Tashana D. Howse and Mark E. Howse, 2015), terdapat 5 (lima) fase
pembelajaran yang dapat mendorong kemajuan tingkat berfikir geometrik siswa.
Fase pembelajaran geometrik Van Hiele tersebut dapat dilihat pada tabel
berikut.
No
|
Tahap
|
Deskripsi
|
1
|
Informasi
|
Siswa mengembangkan kosakata dan konsep untuk suatu
tugas tertentu. Guru menilai interpretasi/penalaran siswa untuk menentukan
bagaimana kegiatan dan tugas belajar selanjutnya.
|
2
|
Orientasi langsung
|
Siswa secara aktif terlibat dalam tugas-tugas yang
diarahkan guru. Mereka bekerja dengan perkembangan dari tahap sebelumnya
untuk memperoleh pemahaman serta koneksi di antara mereka.
|
3
|
Penjelasan
|
Siswa diberi kesempatan untuk mengungkapkan
pemahamannya mereka. Guru memimpin diskusi
|
4
|
Orientasi gratis
|
Siswa diberikan tugas-tugas yang lebih kompleks dan menemukan
cara-cara mereka sendiri dalam menyelesaikan setiap tugas.
|
5
|
Integrasi
|
Siswa merangkum, mengulas kembali, dan membuat
kesimpulan dari apa yang telah dipelajari.
|
Lebih lanjut menurut (Zubaidah amir & Risnawati,
2016), berdasarkan teori Van Hiele tersebut menjelaskan untuk meningkatkan
tahap berfikir siswa ketahap yang lebih tinggi yang menunjukkan tujuan belajar
siswa dan peran guru dalam pembelajaran dalam mencapai tujuan itu. Fase-fase
pembelajaran tersebut adalah:
Fase 1. Informasi: Pada awal tingkat ini, guru dan siswa menggunakan
tanya-jawab dan kegiatan tentang objek-objek yang dipelajari pada tahap
berpikir siswa. Dalam hal ini objek yang dipelajari adalah sifat
komponen dan hubungan antar komponen bangun-bangun segi empat. Guru mengajukan
pertanyaan kepada siswa sambil melakukan observasi. Tujuan dari kegiatan ini
adalah: (1) guru mempelajari pengalaman awal yang dimiliki siswa tentang topik
yang dibahas. (2) guru mempelajari petunjuk yang muncul dalam rangka menentukan
pembelajaran selanjutnya yang akan diambil
Fase 2: Orientasi Siswa menggali topik yang dipelajari melalui alat-alat
yang dengan cermat telah disiapkan guru. Aktivitas ini akan berangsur-angsur
menampakkan kepada siswa struktur yang memberi ciri-ciri sifat komponen dan hubungan
antar komponen suatu bangun segi empat. Alat atau pun bahan dirancang menjadi
tugas pendek sehingga dapat mendatangkan respon khusus.
Fase 3: Penjelasan Berdasarkan pengalaman sebelumnya, siswa menyatakan
pandangan yang muncul mengenai struktur yang diobservasi.Di samping
itu, untuk membantu siswa menggunakan bahasa yang tepat dan akurat, guru
memberi bantuan sesedikit mungkin.Hal tersebut berlangsung sampai
sistem hubungan pada tahap berpikir mulai tampak nyata.
Fase 4: Orientasi Bebas Siswa menghadapi tugas-tugas yang lebih kompleks
berupa tugas yang memerlukan banyak langkah, tugas yang dilengkapi dengan
banyak cara, dan tugas yang open-ended.
Mereka memperoleh pengalaman dalam menemukan cara mereka sendiri, maupun dalam
menyelesaikan tugas-tugas. Melalui orientasi di antara para siswa dalam bidang
investigasi, banyak hubungan antar objek menjadi jelas.
Fase 5: Integrasi Siswa meninjau kembali dan meringkas apa yang telah
dipelajari. Guru dapat membantu siswa dalam membuat sintesis ini dengan melengkapi
survey secara global terhadap apa yang telah dipelajari. Hal ini penting,
tetapi kesimpulan ini tidak menunjukkan sesuatu yangbaru.Pada akhir fase
kelima ini siswa mencapai tahap berpikir yang baru.Siswa siap untuk
mengulangi fase-fase belajar pada tahap sebelumnya.
Setelah selesai fase kelima ini, maka tingkat
pemikiran yang baru tentang topik itu dapat tercapai. Pada umumnya, hasil
penelitian di Amerika Serikat dan negara lainnya menetapkan bahwa
tingkat-tingkat dari Van Hiele berguna untuk menggambarkan perkembangan konsep
geometrik siswa dari SD sampai Perguruan Tinggi.
2.4 Karakteristik Teori Belajar Van Hiele
Menurut teori Pierre dan Dina Van Hiele (dalam
Muharti, 1993) tingkat-tingkat pemikiran geometrik dan fase pembelajaran siswa
berkembang dari tingakat yang rendah menuju ke tingkat yang paling tinggi.
Teori ini mempunyai karakteristik sebagai berikut:
1. Belajar
adalah suatu proses yang diskontinu, yaitu ada loncatan-loncatan dalam kurva
belajar yang menyatakan adanya tingkat-tingkat pemikiran yang diskrit dan
berbeda secara kualitatif.
2. Tingkat-tingkat
itu berurutan dan berhirarki. Supaya siswa dapat berperan dengan baik pada
suatu tingkat yang lanjut, siswa harus menguasai sebagian besar dari tingkat
yang lebih rendah. Kenaikan dari tingkat yang satu ke tingkat yang berikutnya
lebih banyak tergantung dari pembelajaran daripada umur atau kedewasaan
biologis. Seorang guru dapat mengurangi materi pelajaran ke tingkat yang lebih
rendah, dapat membimbing untuk mengingat-ingat hafalan, tetapi seorang siswa
tidak dapat mengambil jalan pintas ke tingkat tinggi dan berhasil mencapai
mencapai pengertian, sebab menghafal bukan ciri yang penting dari tingkat
manapun. Untuk mencapai pengertian dibutuhkan kegiatan tertentu dari fase-fase
pembelajaran.
3. Konsep-konsep
yang secara implisit dipahami pada suatu tingkat menjadi dipahami secara
eksplisit pada tingkat berikutnya. Pada setiap tingkat muncul secara ekstrinsik
dari sesuatu yang intrinsik pada tingkat sebelumnya. Pada tingkat dasar,
gambar-gambar sebenarnya juga tertentu oleh sifat-sifatnya, tetapi seseorang
yang berpikiran pada tingkat ini tidak sadar atau tidak tahu akan sifat-sifat
itu.
4. Setiap
tingkat mempunyai bahasanya sendiri, mempunyai simbol linguistiknya sendiri dan
sistem relasinya sendiri yang menghubungkan simbol-simbol itu. Suatu relasi
yang benar pada suatu tingkat, ternyata akan tidak benar pada tingkat yang
lain. Misalnya pemikiran tentang persegi dan persegi panjang. Dua orang yang
berpikir pada tingkat yang berlainan tidak dapat saling mengerti, dan yang satu
tidak dapat mengikuti yang lain.
Burger, W.F.
& Shaughnessy, J.M. 1986 (dalam Nur’aeni: 2008), menyatakan
bahwa karakteristik teori Van
Hiele adalah sebagai berikut:
1.
Tingkatan tersebut bersifat
rangkaian yang berurutan
2.
Tiap tingkatan memiliki symbol dan
bahasa tersendiri
3. Apa yang
implisit pada satu tingkatan akan menjadi eksplisit pada tingkatanberikutnya
4. Bahan yang
diajarkan pada siswa diatas tingkatan pemikiran mereka dianggap sebagai reduksi
tingkatan
5. Kemajuan
dari satu tingkatan ke tingkatan berikutnya lebih tergantung pada pengalaman
pembelajaran; bukan pada kematangan atau usia.
6. Seseorang
melangkah melalui berbagai tahapan dalam melalui satu tingkatan ke tingkatan
berikutnya
7. Pembelajar
tidak dapat memiliki pemahaman pada satu tingkatan tanpa melalui tingkatan
sebelumnya
8. Peranan guru
dan peranan bahasa dalam konstruksi pengetahuan siswa sebagai sesuatu yang
krusial.
2.5 Kelebihan dan Kekurangan Teori Belajar Van Hiele
Di dalam sebuah strategi maupun teori tentunya
memiliki kelebihan dan kekurangnya, dan dari pemaparan diatas terdapat
kelebihan dan kekurangan teori Van
Hiele diantaranya adalah:
1. Kelebihan
Teori Van Hiele
Teori Van Hiele ini membantu siswa
untuk lebih memahami geometri dengan belajar melalui pengalaman, kemampuan
komunikasi matematika siswa lebih baik, bersifat intrinsik dan ekstrinsik yaitu
objek yang masih kurang jelas akan menjadi objek yang jelas pada tahap
berikutnya. siswa tidak dituntut untuk mengetahui terlebih dahulu materi
geometri yang akan diajarkan sehingga siswa akan menemukan pengetahuannya
sendiri melalui proses belajar yang mereka lakukan, selain itu kecepatan
pemahaman dari tahap awal ke tahap selanjutnya lebih tergantung pada isi dan
metode pembelajaran yang digunakan guru daripada usia dan kematangan berfikir
siswa.
2. Kekurangan
Teori Van Hiele
Pengajaran
teori Van Hiele ini
harus dilakukan secara bertahap karena jika tidak, kemungkinan siswa untuk
dapat memahami geometri dengan baik tidak akan tercapai. Hal ini karena dalam
tahapan-tahapan teori Van
Hiele ini bekerja secara berkesinambungan atau berkaitan antara
satu tahapan dengan tahapan selanjutnya. Teori-teori yang dikemukakan Van Hiele
lebih sempit dibandingkan teori teori yang dikemukakan Dienes dan Piaget,
karena ia hanya mengkhususkan pada pembelajaran geometri saja. Teori ini juga
menuntut guru untuk kreatif dalam mengemas pengajaran yang dapat menyesuaikan
dengan tingkat berpikir siswa, serta guru harus mampu menentukan strategi yang
tepat dalam pelaksanaannya.
Telah dijelaskan sebelumnya bahwa tingkat berpikir
siswa dalam geometri menurut teori van Hiele lebih banyak bergantung pada isi
dan metode pembelajaran.Oleh sebab itu, perlu disediakan
aktivitas-aktivitas yang sesuai dengan tingkat berpikir siswa. Crowley
(1987:7-12) menjelaskan aktivitas-aktivitas yang dapat digunakan untuk tiga
tahap pertama, yaitu tahap 0 sampai tahap 2, sebagai berikut.
1. AktivitasTahap0 (Visualisasi)
Pada tahap 0
ini, bangun-bangun geometri diperhatikan berdasarkan penampakan fisik sebagai
suatu keseluruhan. Aktivitas untuk tahap ini antara lain sebagai berikut.
a.
Memanipulasi, mewarna, melipat dan
mengkonstruk bangun-bangun geometri.
b.
Mengidentifikasi bangun atau relasi
geometri dalam suatu gambar sederhana, dalam kumpulan potongan bangun,
blok-blok pola atau alat peraga yang lain, dalam berbagai orientasi, melibatkan
obyek-obyek fisik lain di dalam kelas, rumah, foto, atau tempat lain, dan dalam
bangun-bangun yang lain.\
c.
Membuat bangun dengan menjiplak
gambar pada kertas bergaris, menggambar bangun, dan mengkonstruk bangun.
d.
Mendeksripsikan bangun-bangun
geometri dan mengkonstruk secara verbal menggunakan bahasa baku atau tidak
baku, misalnya kubus “seperti pintu atau kotak.”.
e.
Mengerjakan masalah yang dapat
dipecahkan dengan menyusun, mengukur, dan menghitung.
2.
AktivitasTahap
1 (Analisis)
Pada tahap 1
ini siswa diharapkan dapat mengungkapkan sifat-sifat bangun geometri. Aktivitas
untuk tahap ini antara lain sebagai berikut.
a.
Mengukur, mewarna, melipat,
memotong, memodelkan, dan menyusun dalam
urutan tertentu untuk
mengidentifikasi sifat-sifat dan hubungan geometri lainnya.
b.
Mendeskripsikan kelas suatu bangun
sesuai sifat-sifatnya.
c.
Membandingkan bangun-bangun
berdasarkan karakteristik sifat-sifatnya.
d.
Mengidentifikasi dan menggambar
bangun yang diberikan secara verbal atau diberikan sifat-sifatnya secara
tertulis.
e.
Mengidentifikasi bangun berdasarkan
sudut pandang visualnya.
f.
Membuat suatu aturan dan
generalisasi secara empirik (berdasarkan beberpa contoh yang dipelajari).
g.
Mengidentifikasi sifat-sifat yang
dapat digunakan untuk mencirikan atau mengkontraskan kelas-kelas bangun yang
berbeda.
h.
Menemukan sifat objek yang tidak
dikenal.
i.
Menjumpai dan menggunakan kosakata
atau simbol-simbol yang sesuai.
j.
Menyelesaikan masalah geometri yang
dapat mengarahkan untuk mengetahui dan menemukan sifat-sifat suatu gambar,
relasi geometri, atau pendekatan berdasar wawasan.
3. Aktivitas Tahap 2 (Deduksi Informal)
Pada tahap 2
ini siswa diharapkan mampu mempelajari keterkaitan antara sifat-sifat dan
bangun geometri yang dibentuk. Aktivitas siswa untuk tahap ini antara lain
sebagai berikut.
a.
Mempelajari hubungan yang telah
dibuat pada tahap 1, membuat inklusi, dan membuat implikasi
b.
Mengidentifikasi sifat-sifat minimal
yang menggambar suatu bangun.
c.
Membuat dan menggunakan definisi
d.
Mengikuti argumen-argumen informal
e.
Menyajikan argumen informal.
f.
Mengikuti argumen deduktif, mungkin
dengan menyisipkan langkah-langkah yang kurang.
g.
Memberikan lebih dari satu
pendekatan atau penjelasan.
h.
Melibatkan kerjasama dan diskusi
yang mengarah pada pernyataan dan konversnya.
i.
Menyelesaikan masalah yang
menekankan pada pentingnya sifat-sifat gambar dan saling keterkaitannya.
Selain mengemukakan mengenai tahap-tahap perkembangan
kognitif dalam memahami geometri, Van Hiele juga mengemukakan beberapa teori
berkaitan dengan pengajaran geometri. Teori yang dikemukakan oleh Van Hiele antara
lain adalah sebagai berikut:
1.
Dua unsur yang
utama pengajaran geometri yaitu, waktumateri pengajaran danmetode penyusun.
Apabila dikelola secara terpadu dapat mengakibatkan peningkatan kemampuan
berfikir anak kepada tahap yang lebih tinggi dari tahap yang sebelumnya.
2.
Bila dua orang yang mempunyai tahap
berpikir berlainan satu sama lain kemudian saling bertukar pikiran, maka kedua
orang tersebut tidak akan mengerti. Sebagai contoh, seorang anak tidak mengerti
mengapa gurunya membuktikanbahwa jumlah sudut-sudut dalm sebuah jajaran genjang
adalah 3600, misalnyaanak itu berada pada tahap pengurutanke bawah. Menurut
anak pada tahap yangdisebutkan, pembuktiannya tidak perlu sebab sudah jelas
bahwa jumlah sudut-sudut 360o. Contoh yang lain seorang anak yang
berada paling tinggi pada tahapkedua atau tahap analisis, tidak mengerti apa
yang dijelaskan gurunya bahwakubus itu adalah balok, belah ketupat itu
laying-layang. Gurunyapun sering tidakmengerti mengapa anak yang diberi
penjelasan tersebuttidak memahaminya.Menurut Van Hiele, seorang anak yang
berada pada tingkat yang lebih rendahtidak akan mungkin dapat mengerti/memahami
materi yang berada pada tingkatyang lebih tinggi darianak tersebut. Kalaupun
dipaksakan maka anak tidak akanmemahaminya tapi nanti bisa dengan melalui
hafalan.
3.
Untuk mendapatkan hasil yang diinginkan
yaitu anak memahami geometri denganpengertian, kegiatan belajar anak harus
disesuaikan dengan tingkat perkembangananak itu sendiri, atau disesuaikan
dengan tahap berpikirnya. Dengan demikiananak dapat memperkaya pengalaman dan
cara berpikirnya, selain itu sebagaipersiapan untuk meningkatkan tahap
berpikirnya ke tahap yang lebih dari tahap sebelumnya.
Teori-teori yang dikemukakan oleh Van Hiele memang
lebih sempit dibandingkan teori-teori yang dikemukakan oleh Piafet dan Dienes
karena ia hanya mengkhususkan pada pengajaran geometri saja. Meskipun
sumbasinya tidak sedikit dalam geometri. Berikut hal-hal yang diambil
manfaatnya dari teori yang dikemukakan;
1.
Guru dapat mengambil manfaat dari
tahap-tahap perkembangan kognitif anak yang dikemukakan Van Hiele, dengan
mengetahui mengapa seorang anak tidak memahami bahwa kubus itu merupaka balok,
karena anak tersebut tahap berpikirnya masih berada pada tahap analisis ke
bawah.
2.
Supaya anak dapat memahami geometri
dengan pengertian, bahwa pengajaran geometri harus disesuaikan dengan tahap
perkembangan berpikir anak itu sendiri. Agar topic-topik pada materi geometri
dapat dipahami dengan baik dan anak dapat mempelajari topic-topik tersebut
berdasarkan urutan tingkat kesukarannya yang dimulai dari tingkat yang paling
mudah sampai dengan tingkat yang paling rumit dan kompleks.
Manfaat
lain dariteori Van Hiele dalam
pembelajaran geometri yaitu guru dapat mengambil manfaat tahap-tahap
pengembangan kognitif anak yang dikemukakan Van Hiele, dengan mengetahui
mengapa seorang anak tidak memahami bahwa kubus itu merupakan balok masih
berada pada tahap analisis ke bawah. Anak dapat memahami geometri dengan
pengertian bahwa pengajaran geometri harus disesuaikan dengan tahap perkembangan
berpikir anak itu sendiri. Agar topik-topik pada materi geometri dapat dipahami
dengan baik dan anak dapat mempelajari topik tersebut berdasarkan urutan
tingkat kesukarannya yang mulai dari tingkat yang paling mudah sampai tingkat
yang paling kompleks.
2.8 Metode Dan Pendekatan Yang SesuaiDenganTeori Van Hiele
2.8.1
Metode Tanya Jawab
Tanya jawab adalah salah satu metode pengajaran yang
paling sering dipakai dalam mengajarkan pelajaran Agama dan pelajaran non eksak
lainnya. Hal ini mengingat pelaksanaannya yang sederhana, artinya tidak terlalu
banyak biaya atau fasilitas yang diperlukan seperti metode proyek karyawisata,
sosiodrama, dan lain sebagainya. Namun metode ini mempunyai banyak sekali
manfaat, yaitu:
a.
Untuk meninjau pelajaran yang lalu
(melalui metode ceramah).
b.
Melatih siswa untuk berani
mengemukakan atau menanyakan sesuatu yang menurutnya tidak/kurang jelas.
c.
Untuk mengarahkan pemikiran siswa ke
suatu kesimpulan (generalisasi).
d.
Membangkitkan perasaan ingin tahu
dan ingin bisa pada diri siswa.
Berdasarkan
manfaat tersebut yang telah dikemukakan diatas, dapat disimpulkan kembali
bahwa: Pertama, seorang guru ketika mengajar dapat melihat umpan balik dari
siswa yang akan memudahkan baginya untuk mengevaluasi dan menentukan tindakan
selanjutnya. Kedua, bagi siswa, di samping menjadi aktif dan berani
mengemukakan buah pemikirannya, merekapun juga semakin bertambah kreatif.
Disamping itu, semua para ahli menggambarkan tentang pentingnya metode tanya
jawab dalam proses belajar mengajar, yaitu:
1.
Bertanya dengan baik berarti
mengajar dengan baik.
2.
Seni/strategi mengajar adalah
seni/strategi menuntun pertanyaan.
3.
Berpikir itu sendiri adalah
bertanya.
4.
Pertanyaan yang sudah tersusun baik
sebenarnya sudah sebagian terjawab.
Dan masih
banyak manfaat lain dari metode tanya jawab tersebut. Namun yang menjadi
permasalahan sekarang, bagaimana tanya jawab itu bisa berjalan dengan baik dan
efektif sesuai dengan tujuan pembelajaran yang diharapkan? Atau sejauh manakan
efektivitas pertanyaan yang telah dilaksanakan?Proses belajar yang efektif bisa
ditimbulkan oleh pertanyaan yang efektif. Kenyataannya pun membuktikan
demikian. Namun metode ini sering ditemukan berbagai hambatan dan kelemahan
yang tidak diinginkan, baik dari segi pendidik, siswa dan efisiensi waktu.
Untuk itu, kepada para pendidik diharapkan:
a.
Adanya pengertian tentang
eksistensinya di dalam kelas.
b.
Memahami peranan pertanyaan saat
proses belajar berlangsung.
c.
Menguasai teknik mengajukan
pertanyaan.
Agar
pertanyaan yang diajukan menjadi efektif, dibutuhkan penguasaan keterampilan
dasar sebagai berikut:
a. Phrasing
Phrasing
adalah menyusun kalimat tanya yang jelas dan singkat. Dan hendaknya hindari
pertanyaan yang bisa mengaburkan pikiran siswa. Juga kata-kata yang dipakai
disesuaikan dengan taraf kemampuan siswa.
b. Focusing
Focusing
adalah memusatkan perhatian siswa ke arah jawaban yang diminta oleh sang
penanya (pendidik). Ini menyangkut tingkat scope pertanyaan dan aspek jumlah tugas dari pertanyaan.
Yang diminta adalah respon tunggal, bukan respon ganda.
c. Pausing
Pausing
adalah memberi kesempatan sejenak kepada siswa untuk menyusun jawabannya. Ini
disebabkan adanya perbedaan siswa dalam kecepatan merespon dalam berpikirnya
(persepsi). Sehingga cara ini memperhatikan perbedaan individual.
d. Reinforcement
Reinforcement
yaitu teknik memberi hadiah atau dorongan yang dikehendaki siswa. Hadiah ini
bisa berupa ucapan-ucapan atau pesan fissi seperti senyuman dan anggukan
kepala, dan lain sebagainya
e. Promting
Promting
adalah memancing siswa dengan pertanyaan lain agar terbimbing dalam menemukan
jawaban dari pertanyaan pertama. Cara ini dapat ditempuh dengan
§ Menyusun
pertanyaan baru, tapi maksudnya sama.
§ Menjelaskan
pertanyaan tersebut dengan contoh-contoh konkrit.
§ Menyederhanakan
pertanyaan.
§ Menurunkan
tingkat kesukaran dari isi pertanyaan.
f.
Probing
(pelacakan)Yaitu mengajukan pertanyaan yang bersifat melacak.
Guru mengikuti respon siswa kemudian merangsang siswa untuk memikirkan jawaban
yang telah mereka ajukan dengan maksud untuk mengembangkan jawaban pertama tadi
agar lebih jelas, akurat dan original.
2.8.2
Pendekatan Induktif
Pendekatan induktif pada awalnya dikemukakan oleh
filosof Inggris Prancis Bacon (1561) yang menghendaki agar penarikan kesimpulan
didasarkan atas fakta-fakta yang konkrit sebanyak mungkin. Berfikir induktif
ialah suatu proses berfikir yang berlangsung dari khusus menuju ke umum. Orang
mencari ciri-ciri atas sifat-sifat tertentu dari berbagai fenomena, kemudian
menarik kesimpulan bahwa ciri-ciri itu terdapat pada semua jenis fenomena.
Menurut Purwanto (dalam Sagala, 2003 : 77) tepat atau tidaknya kesimpulan atau
cara berfikir yang diambil secara induktif bergantung pada representatif atau
tidaknya sampel yang diambil mewakili fenomena keseluruhan . makin besar jumlah
sampel yang diambil berarti refrensetatif dan tingkat kepercayaan dari
kesimpulan itu makin besar, dan sebaliknya semakin kecil jumlah sampel yang
diambil berarti refresentatif dan tingkat kepercayaan dari kesimpulan itu
semakin kecil pula.
Pendekatan induktif berarti pengajaran yang bermula
dengan menyajikan sejumlah keadaan khusus kemudian dapat disimpulkan menjadi
suatu konsep, prinsip atau aturan. Pada hakikatnya matematika merupakan suatu
ilmu yang diadakan atas akal yang berhubungan dengan benda-benda dan pikiran
yang abstrak. Ini bertentangan dengan sejarah diperolehnya matematika. Menurut
sejarah matematika ditemukan sebagai hasil pengamatan dan pengalaman yang
pernah dikembangkan dengan analogi dan coba-coba (trial dan error).Pendekatan
induktif menggunakan penalaran induktif yang bersifat empiris. Dengan cara ini
konsep-konsep matematika yang abstrak dapat dimengerti murid melalui
benda-benda konkret.Penalaran induktif yang dilakukan melalui pengalaman dan
pengamatan ada kelemahannya, yakni kesimpulannya tidak menjamin berlaku secara
umum. Oleh karena itu, dalam matematika formal hanya dipakai induktif lengkap
atau induksi matematik, sehingga dengan menggunakan induksi lengkap, maka
kesimpulan yang ditarik dapat berlaku secara umum.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan
pembahasan yang di urakan di atas, maka dapat diambilbeberapa kesimpulan
sebagai berikut :
Teori Van
Hielle adalah teori belajar tentang tahap berpikir siswa dalam
pembelajaran matematika khususnya pembelajaran materi geometri. Implikasi dari
teori ini dijelaskan melalui contoh pembelajaran geometri di sekolah dasar
yang diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi para guru khususnya guru
Sekolah Dasar sebagai salah satu pendekatan untuk mengajar geometri agar
membuat pembelajaran menjadi lebih efektif.
Menurut van
Hiele, dalam belajar geometri perkembangan berpikir peserta didik terjadi
melalui 5 tingkat , yaitu: tingkat 0 (Visualisasi), tingkat 1 (Analisis),
tingkat 2 (Abstraksi), tingkat 3 (Deduksi), dan tingkat 4 (Rigor).
Untuk
meningkatkan tingkat berpikir dan penguasaan peserta didik dalam geometri van
Hiele mengajukan lima Tahap pembelajaran, yaitu: (1) Tahap Informasi
(Information); (2) Tahap Orientasi Terbimbing (Guided Orientation); (3) Tahap
Ekplisitasi (Explicitation); (4) Tahap Orientasi Bebas (Free Orientation); dan
(5) Tahap Integrasi (Integration), Yang masing-masing memiliki implikasi pada
perencanaan pembelajaran yanga harus dipersiapkan oleh guru.
3.2 Saran
Guru hendaknya dapat menciptakan iklim
pembelajaran yang kondusifsesuai dengan karakteristik siswa, materi,
metode dan strategi pembelajaran agar pembelajaran menjadi bermakna. Untuk
itu guru perlumeningkatkan fungsi kredibilitasnya tidak hanya sebagai pendidik,
tetapi jugasebagai mediator, fasilitator dan pembimbing yang baik.
Miniaturized Apple Cidery Hair Trimmer - Tianium Art
BalasHapusMiniaturized titanium easy flux 125 amp welder Apple Cidery titanium razor Hair Trimmer by titanium guitar chords Tianium Art. titanium belly ring Buy titanium earring posts this.